Aku, Kamu Bersama Ridho-Nya

97 3 0
                                    


Pertamanya, aku menganggap dia adalah anugerah. Tapi, kini dia hanyalah sebatas masa yang telah berlalu yang menyadarkanku bahwa mentari takkan muncul jika malam tak berakhir, menyadarkanku bahwa indahnya senja akan berganti dengan gemerlapnya bintang malam. Untukmu, terimakasih.

Bandung, 10 Januari 2013. Tanggal istimewa yang tak pernah aku lupakan, tanggal yang sampai hari ini masih membekas di dasar sukmaku sebagai kenangan terindah. Melihatmu adalah alasanku untuk membuka mata. Namun, yang mampu aku lihat saat ini adalah sekilas bayanganmu yang pernah menyentuh lembut hatiku. Saking lembutnya, aku hampir tak pernah melupakan detik-detik saat kamu akan menyatakan hal itu. Aku bahagia, namun celakanya bahagiaku adalah malapetaka.

Suatu malam setelah makan malam aku tersenyum bahagia membaca pesan darimu. Terus saja begitu setiap hari, sampai tiba saatnya kamu tak mengirim pesan. Ada rasa sesak dalam hatiku karena menahan rindu akan barisan kata yang telah kau rangkai yang akhirnya akan terkirim kepadaku sebagai kekasihmu. Aku selalu menunggu itu, tapi ternyata 1 minggu kamu tak pernah mengirim kembali pesan yang telah kau rangkai sedemikian rupa. Aku bertanya apakah kau lupa caranya mengirim pesan? Atau bahkan kau lupa cara menggunakan handphonemu? Lama kamu pergi dan akhirnya tak pernah kembali.

Sapaan indahmu kini telah hilang. Membekas dengan sebatas kenangan senja yang pernah kita lalui di tengah lapangan hijau itu. Kini aku hanya berharap kamu kembali dengan senyuman yang sama, sapaan yang hangat, dan kasih sayang yang tak pernah hilang. 4 bulan terasa sangat sulit bagiku melupakan semua tentangmu. Dulu kamu yang selalu ada disaatku terjatuh, ada disaat semua orang tak percaya lagi padaku, ada memberikan semangat padaku. Semuanya hilang, hilang, hilang, hilang.............

Aku ingin lupa semuanya, namun sulit. Aku ingin berjumpa dan menerima orang lain, namun aku mati rasa. Aku egois karena aku hanya menginginkan kamu kembali. Aku tak pernah rela melepasmu untuk bersanding dengan yang lain. Aku rindu kamu, sangatlah rindu.

Suatu pagi di hari sabtu tepat 3 tahun yang lalu. Untuk pertama kalinya dari sekian lama, kamu menyapaku kembali. Kita menjalin hubungan seperti halnya pasangan yang lain. Kita bisa seperti dulu lagi, aku enggan membahas atau mempertanyakan alasan beberapa bulan kamu berubah. Aku hanya tak ingin kamu pergi untuk kedua kalinya. Namun, salahnya aku terlalu berlebihan menganggap kamu seperti dulu, hingga potensi ini membawaku pada kekecewaan, kamu hadir hanya untuk mengucapkan selamat tinggal. Sekarang aku paham selama ini aku hanyalah dijadikan pelarianmu bukan jalanmu. Tapi, indahnya kamu tetaplah cinta pertamaku.

3 tahun lamanya aku menutup diri. Enggan menerima orang baru, karena aku takkan pernah percaya jika aku membuka kembali ritme kehidupanku akankah seseorang hadir beriringan menemaniku? Semuanya dusta.....

Jatuh? Ya bangkit! Seperti itulah motivasi teman-temanku. Awal 2016 aku menemukan seorang pangeran bagi kerajaan impianku, ya hanyalah impian! Masa pengenalanku dengannya berakhir selama 2 bulan, kita tak menjalin hubungan namun aku yang selalu terbawa perasaan oleh gombalannya. Nyatanya dia hanya membuatku sebagai permainan saja. Ini benar-benar sakit dibandingkan dengan cinta pertamaku. Karena yang mempunyai peran utama disini adalah sahabatku. Aku kehilangan sahabatku karena kamu! Ini sangatlah klise karena kamu yang selalu menginginkan sahabatku dan aku yang terus ingin berdekatan denganmu. Apakah itu salah? Kamu tahu kan wahai sahabatku bila aku menyukainya? Mencintainya? Menyayanginya? Namun mengapa kau masih menceritakan isi pesanmu dengan pangeranku? Tak pernahkah kamu sadar aku sakit mendengarnya? Kamu takkan pernah tahu setiap malam aku membiarkan air mataku jatuh hanya untuk melihatmu tersenyum. Untuk pertama kalinya aku ikhlas membiarkan kamu dekat dengannya, aku berusaha untuk tak menghindarimu, namun refleks diriku selalu ingin menjauh darimu. Aku kecewa padamu!

2 minggu mereka dekat dan tak pernah sekalipun memikirkan perasaanku. Mereka saling merespon satu sama lain. Jika ini yang membuatmu bahagia kawan aku ikhlas melihatmu tersenyum tanpa kesimpulan, karena lebih baik aku yang sakit daripada kamu yang sakit. Berbahagialah!

Beberapa hari aku gelisah tak tahu arah hidup, aku lupa bahwa aku masih mempunyai Allah yang selalu memberikan kenikmatan padaku, saatnya aku mendekatkan diri padanya. Untuk pertama kalinya aku terbangun di sepertiga malam bukan seperti biasa melaksanakan tahajud namun istikharah, aku merasa tak pantas untuk memohon maaf pada-Nya karena telah menduakan-Nya. Aku tak pantas bersujud! Namun, aku tahu Engkau adalah Maha Pemaaf dan Maha Penerima Taubat. Aku masih ingat dengan do'aku pada malam itu.

"Jika dia bukanlah yang terbaik tolong selesaikanlah dengan cara-Mu yaa Rabb, jika bahagianya bersama sahabatku, aku ikhlas. Karena sesungguhnya yang berhak memiliki hati ini hanyalah Engkau Pemilik hati. Tetapi, satu pintaku tolonglah aku untuk melenyapkan rasa sayang ini secara perlahan, jangan biarkan rasa sakit ini menulari orang lain yang ingin memasuki hatiku. Namun, untuk saat ini aku belum siap untuk menerima orang baru, aku sangat takut akan dosaku bertambah. Aku hanya ingin lebih dekat dengan-Mu karena aku yakin rencana-Mu lebih indah dari yang aku kira. Aku rindu........"

Beberapa hari aku semakin jauh dengan pangeran itu. Sahabatku pun sama.

Suatu hari di pagi yang sangat sejuk, seperti akan menyambut musim semi di Eropa. Seseorang datang dengan suara langkah yang datar, tapi sorot matanya begitu bercahaya, jilbabnya sangat rapi dan indah, lengan seragamnya agak basah, rok seragamnya tampak masih tajam bekas setrika. Dia semakin mendekat, baru aku menyadari dia adalah sahabatku, dia duduk begitu saja disebelahku. Ku tutup buka yang sedang aku baca, lalu berhadapan dengannya. Ia tertunduk dan perlahan ada satu tetesan jatuh tepat di rok seragamnya, aku mengerti dan memeluknya. 30 menit dia bersandar tersedu-sedu di bahuku.

"Fit, berapa orang lagi yang akan mengucapkan selamat tinggal padaku?" Ungkapnya.

"Hmmm, aku tahu dan aku juga paham. Sudahlah, seharusnya kita tak pernah memulainya!"

"Apakah ini semua balasan Tuhan karena telah.........." Ucapannya aku potong.

"Stttttttttt, sudahlah. Kini saatnya kita sadar bahwa cinta sejati hanyalah milik-Nya, sudahlah aku sudah melupakan hal ini, aku harap kamu takkan pernah membahas ini lagi, karena jujur itu hanya akan membuka luka lamaku. Kita hanya perlu sadar ini adalah sebuah realita baru, hidup kita kali ini tidak akan sama dengan yang lalu. Tidak, tanpa dia disisi kita! Tenang jodoh kita sudah diatur Allah, jangan risau semuanya telah ada dalam rencana-Nya, kita hanya peru menjalani dan mensyukurinya. Percayalah Allah selalu bersama kita."

Lontaran kalimat itu terlepas begitu saja dari mulutku, dan kini aku sadar jawaban atas istikharahku adalah seperti ini. Terimakasih Ya Allah atas kehendak-Mu aku mampu melewati masalah hatiku. Aku ingin selalu berada disisimu. Aku bersyukur dengan sangat.

Dan kini hadir kembali, dia bukanlah sesosok pangeran. Dia adalah pelengkap perbedaanku, dia yang mungkin selalu tahu tentang kelemahanku. Tepat 10 November 2016, dia berkata menyayangiku, aku berkomitmen untuk selalu menjaga perasaanya dengan sangat rapi, kita mempunyai kesamaan untuk tidak menjalin hubungan yang lebih dari seorang teman. Tapi bolehkah aku berharap sesuatu? Aku selalu berdo'a kamu adalah masa depanku. Kita menghindari semua itu karena hal itu adalah sebuah kesalahan yang hanya akan mengundang dosa. Aku pikir aku takkan menemukan lagi yang sepertimu, seseorang yang selalu mengerti akan perbedaanku walaupun dingin. Tapi aku menyukainya. Aku tak ingin tragedi terjadi lagi yang harus menyayat perasaanku dan memeras air mataku, aku tak ingin menatap langit yang termaram dengan matahari belum lama tenggelam dibalik birunya gunung. Awan yang kelabu berarak-arak tertiup angin seperti barisan siluet. Udara lebih dingin, serasa seperti berada di negara utara. Aku sangat tak menginginkannya. Dan aku tak ingin etalase kepercayaanku pecah karena tertekan kesalahanku karena terlalu mengharapkanmu. Aku hanya ingin kamu tetap disini berniat karena Allah. Itu saja!

Denganmu aku lebih dekat dengan-Nya..... Hadirmu memberikan kesadaran bagiku untuk menerima takdirku, kali ini aku jatuh dalam cinta yang sebenarnya, aku hanya mengharapkan ridho-Nya.

Jangan Hilang!



TAMAT..

Terjatuh dalam Cinta SebenarnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang