[20] Seed of Hatred

3K 551 55
                                    

"Ra, apartemen depan gue kosong tuh. Lo mau jadi pindah gak?" tanya Langit disela-sela latihan dancenya dengan Azura.

Bukannya menjawab Azura malah menjitak kepala Langit cukup keras. "Jangan keras-keras bego! Kalau Yoga sama Yani denger entar gawat."

Langit meringis. Jitakan Azura bukan main sakitnya. "Gak usah ngejitak gue juga kali. Bisa-bisa entar gue bego beneran kalau kepala gue lo jitakin tiap hari."

"Bodo. Lo bego bukan urusan gue!" kata Azura dengan sadisnya. Untung stok kesabaran Langit hari ini masih tersisa banyak

"Sabar-sabar, orang sabar gantengnya nambah." Langit mengelus dadanya sekilas. Kemudian ia memilih istirahat sejenak dan mendudukan dirinya di atas lantai ruang tari. Azura mengikutinya. "Jadi gimana, mau nggak?"

"Apa?" Sekarang giliran Langit yang menoyor kepala Azura. "Otak lo kok lemot banget sih Ra? Kita kan lagi bahas apartemen buat tempat tinggal lo."

"Iya sori gue lupa. Lagi gak fokus ini!" Azura mengerucutkan bibirnya sebal. Diteguknya air mineral dari botol minum miliknya setelah itu ia kembali memfokuskan diri kepada Langit. "Berapa harga sewanya? Kalau mahal gue nggak mau."

"Urusan itu belakangan aja, yang penting lo mau apa nggak?"

"Boleh sih, tapi lo yakin kalau Andri ataupun kakak gue nggak akan nemuin gue kalau seandainya gue pindah ke sana?"

"Kalau itu sih gue nggak tau, tapi seenggaknya di sana ada gue kalau entar terjadi sesuatu sama lo. Gue siap bantu lo kok Ra."

Azura tiba-tiba memeluk dirinya sendiri sambil bergidik ngeri. "Sumpah gue langsung merinding denger lo ngomong kaya gitu. Berasa lo pacar gue aja yang selalu siap ngelindungin gue."

"Serius Ra kalau lo cowok udah gue tonjok dari tadi dah. Lo ngeselin sumpah," ucap Langit dongkol. Bisa-bisanya Azura berkata seperti itu disaat dia sedang serius dan benar-benar ingin membantu Azura.

"Dih, ngambek." Bukannya merasa bersalah ataupun minta maaf Azura malah menggoda Langit. Membuat lelaki itu semakin dongkol.

"Serah lo dah, mending gue lanjut latihan aja sendiri. Ngobrol lama-lama sama lo cuma bisa bikin gue darah tinggi!"

"Mulai dah lo berdua berantem lagi." Yani menyahut dari sudut ruangan. Sementara Yoga yang sedang tiduran di samping Yani tampak tak acuh. Pertengkaran Azura-Langit bukan hal yang asing lagi.

"Ganti partner boleh gak sih? Yani lo sama gue aja, biar si nenek lampir sama Yoga."

Pletak

Sebuah sepatu yang dilempar dengan kekuatan penuh berhasil mengenai pinggir kepala Langit tepat setelah lelaki itu menyelesaikan ucapannya yang barusan. Langit sontak menoleh ke arah Azura dengan tatapan murka.

"Apa-apaan sih lo!" Langit kembali menghampiri Azura dan tanpa ampun ia menjewer telinga Azura hingga cewek itu meringis pelan. "Udah tadi ngejitak kepala gue sekarang lo berani ngelemparin sepatu bau lo ke gue?"

"Salah lo sendiri ngatain gue nenek lampir." Azura meronta dan berusaha menggapai telinga Langit untuk balas menjewernya, tapi sayang lelaki itu selalu berhasil menghindar.

"Salah sendiri jadi cewek gak ada lembut-lembutnya."

"Sialan Langit lepasin telinga gue, kalau putus lo mau tanggung jawab hah?"

Langit memeletkan lidahnya. "Kalau telinga lo putus ya tinggal beli telinga baru."

"Lo kira telinga kaya mobil Tamiya yang bisa lo bongkar pasang?" Azura kesal bukan main. Telinga kini terasa panas.

Aozora [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang