Kau, Milikku.

420 75 0
                                    

"keranjang ini mau diletakkan dimana?" tanya wendy.

"letakkan saja di bawah sana, nanti aku yang akan mengurusnya" jawab yuta menunjuk ke arah bawah laci.

Wendy pun meletakkan keranjang itu di tempat tersebut.

"hahh akhirnya kita sampai, aku lelah sekali" ucap yuta sambil menjatuhkan badannya di sofa ruang tamu nya.

Matanya memperhatikan wendy yang masih berdiri dengan raut muka yang cemas.

"hei, kau kenapa? Ayo duduk sini kau pasti lelah" yuta menegur gadis itu lalu menepuk tempat disebelahnya berharap gadis itu mendudukinya.

Wendy tetap saja tak bergeming. Wajah nya terlihat pucat. Dia tak henti-hentinya menggigit bibir bawahnya.

Apa yang terjadi?

Ternyata tadi sepanjang perjalanan, bahkan saat di toko roti seharian, wendy merasa seperti ada orang yang mengikutinya. Entah benar atau tidak, tapi wendy yakin 2 orang pria berbaju hitam-hitam tadi itu memang benar-benar mengikutinya.

Pikirannya berkecamuk.

Dia menduga-duga itu pastilah orang yang dibayar untuk mencarinya. Dia tau produser minseok tidak akan diam begitu saja ketika dia menghilang. Pasti pria itu akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia mau! 

Wendy semakin takut. Takut kembali ke dunia suramnya, dan takut kehilangan yuta. Iya, wendy rasa ia mulai sangat nyaman dengan yuta. Ia merasa aman, terlindungi, dan bahagia. Entah kenapa perasaan ini harus jatuh ke pemuda asing bernama yuta ini, sedangkan jutaan pria menanti dirinya diluar sana.

Entahlah. Wendy juga tak tau.

Wendy tersentak saat dua tangan mencengkram pelan bahunya dari belakang.

"kau kenapa? Apa kau sakit,wendy?" tanya yuta tepat di telinganya.

Darah wendy berdesir. Jantungnya terasa bekerja lebih cepat. Pipinya memanas. Bagaimana tidak? Yuta sedekat ini dengannya. Mungkin jika wendy menghadap kebelakang sedikit saja, wajah mereka akan bertemu,eh tidak, mungkin bibir mereka—ee lupakan.

"aku tidak papa" jawab nya pelan.

Yuta membalik tubuh wendy agar menghadapnya.

"wajah mu pucat sekali wendy" yuta menatap wajah mungil itu penuh khawatir.

"dan berhentilah menggigit bibirmu, itu mulai berdarah" tambahnya sambil mengusap pelan bibir wendy.

Wendy menatap pria jepang dihadapannya ini.

"yu.. yuta" ia mulai menangis.

"hei, kenapa wendy?" yuta mengernyitkan alisnya, kedua tangannya masih menangkup pelan bahu wendy.

"kau.. jangan pernah pergi ya.. apapun yang terjadi" cicit wendy lirih dengan air mata membanjiri wajahnya.

Tak disangka, sedetik kemudian Yuta langsung menarik nya kedalam dekapan hangatnya. Wendy menumpahkan segala tangisnya di dalam dekapan yuta. Tangan pemuda itu tak henti-henti mengelus rambut wendy.

Ditambah diluar sedang hujan. Keadaan menjadi makin mendramatisir—lupakan.

"apa maksudmu aku pergi? Aku tak akan meninggalkan mu wendy, aku janji" ucap nya sambil mengendus-ngendus rambut wendy dengan hidungnya.

"benarkah? Kau janji?" wendy menatap mata itu dengan mata besar basahnya.

"iya, janji"

Mereka pun saling mengeratkan pelukannya kembali.

Son Wendy, I Love You!  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang