Waktu sudah menunjukkan pukul satu malam. Namun, kedua mata Kei masih terbuka lebar. Kedua matanya masih setia memandang langit-langit kamarnya. Pikirannya masih saja melayang pada kejadian kemarin.
Ia masih bimbang mengenai keputusannya. Namun, entah mengapa hatinya sudah siap akan keputusannya. Memang hati dan pikiran tidak bisa kompak untuk masalah seperti ini.
Ponsel Kei berdering membuyarkan lamunannya. Kei mengulurkan tangannya untuk mengambil ponselnya yang ada di atas meja nakas. Kei mengerutkan keningnya saat terdapat beberapa deret nomor yang asing baginya.
Kei bangun dari posisi tidurnya dan menyandarkan punggungnya. Dengan penasaran, ia menslide tombol hijau dan mendekatkan ponselnya.
"Halo?"
"Hai, brother. How are you?"
Kei terdiam sebentar. Suara ini tidak asing dalam pendengarannya.
"Aaron Alcander," panggil Kei membuat sang empu nama terkekeh.
"Di Indo sekarang udah jam satu an. Lo belom tidur?"
"Gak bisa tidur,"
"Lagi mikirin cewek ya lu?"
"Sok tau. Lo sendiri ngapain nelpon gue jam segini?"
"Salah kalo gue nelpon adik ipar sendiri?"
Aaron Alcander adalah kakak ipar Keizaro. Aaron merupakan suami dari Kakak perempuan Kei. Suami kakak nya itu sedang ada perjalanan bisnis ke Eropa. Tak heran jika Sandra sering menghabiskan waktunya disini.
"Kapan lu pulang?" tanya Kei.
"Besok gue pulang,"
Walaupun Aaron adalah kakak iparnya, tidak ada rasa sungkan untuk Kei ber elo-gue dengan Aaron. Karena memang keduanya sudah dekat sebelum Aaron dan Sandra menikah.
"Pesenan gue jangan sampe lupa," ujar Kei mengingatkan.
"Santai. Udah gue simpen di koper. Btw buat siapa tuh barang?"
"Kepo lu,"
"Jangan bilang---"
"Gue tutup telponnya. Bye,"
Kei pun menutup sambungan telepon. Ia menghembuskan nafasnya kasar. Ia masih memikirkan bagaimana besok harus berinteraksi dengan Mami dan kedua saudaranya.
Kei meletakkan ponselnya kembali dan merebahkan tubuhnya. Ia berusaha untuk memejamkan kedua matanya. Kei sudah sangat pusing memikirkan semua ini.
Besok adalah hari dimana ia harus kembali bekerja. Ia harus mengecek semua toko kue yang ia dirikan sendiri, dan juga beberapa supermarket. Ia juga harus menemui beberapa klien untuk menandatangani beberapa berkas yang ada.
Dan tentunya besok adalah hari yang melelahkan untuk Kei. Mau tak mau, ia harus menjalani hal tersebut.
🌹🌹🌹🌹
Kei hanya bisa diam menikmati sarapannya pagi ini. Keheningan masih menyelimuti keluarga nya. Di hadapan Kei, ada Mami yang juga sedang menikmati sarapannya dalam diam. Papi tahu Kei masih merasa canggung karena kejadian kemarin.
"Kei berangkat dulu semuanya," ujar Kei mulai beranjak.
Kei menghentikan langkahnya saat akan menghampiri Mami. Kei tahu hari ini ia tidak bisa melakukan rutinitasnya, mencium pipi Mami nya. Ia hanya bisa mencium tangan Mami dan berpamitan.
Kei berjanji hanya hari ini ia tidak bisa mencium pipi Mami nya. Kei akui, ia tidak bisa sehari pun tidak mencium pipi Mami. Hal itu sudah menjadi kewajiban bagi Kei walaupun Mami tidak pernah meminta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Seorang Mualaf [PROSES PENERBITAN]
Spiritüel[Sebagian part dihapus untuk kepentingan penerbitan] #5 muslim, 2/6/2019 #7 mualaf, 2/6/2019 "Kamu gak mau nikah sama saya?" tanya Keizaro. "Bukan gitu. Tapi kepercayaan kita beda, Kei," "Saya tau itu, Adistia," "Dari kita berdua, harus ada salah s...