12 •Ingatan•

8.4K 610 13
                                    

"Iya aku inget sama kamu," ucap Adis membuat Kei terdiam.

"Dulu kita pernah deket, deket banget," lanjut Adis.

"Tapi semuanya berakhir saat kamu gak kenal sama aku. Dan saat itu adalah saat yang membuat aku terpuruk. Sakit saat orang yang kita sayang melupakan kita, bahkan melupakan semua kenangan yang telah kita berdua ciptakan," ucap Adis sembari mengingat peristiwa lima tahun silam. Air mata Adis entah dari kapan membasahi pipi nya.

Kei melangkahkan kaki nya mendekati Adis.

"Dua tahun kita bersama, menciptakan kenangan-kenangan yang bahkan sampai saat ini aku belum bisa melupakan itu semua," ucap Adis mulai terisak.

Kei menggenggam tangan Adis erat. Bayangan itu kembali datang tanpa ada rasa pusing yang menghampiri Kei. Benar, wajah wanita itu adalah Adistia. Adistia dengan dirinya yang tertawa bersama berlarian di sebuah taman yang indah.

"Saat aku denger kamu gak kenal sama aku, disitu aku bener-bener ngerasa seperti terjatuh dari langit tertinggi. Sakit, Kei. Sakit banget,"

Suara isakan Adis semakin kerasa terdengar. Hati Kei terasa sakit mendengar tangisan Adis. Kei mendekatkan dirinya dan mulai memeluk Adis.

"Lima tahun aku nunggu kamu, Kei. Aku nunggu kamu inget sama aku, inget sama kenangan kita,"

Mata Kei mulai memanas. Ia semakin mengeratkan pelukannya.

"Kamu tau betapa sakitnya aku menahan semua rindu yang mampir setiap hari nya,"

"Aku hanya wanita lemah yang selalu nangis saat rindu itu mulai muncul,"

"Aku bisa apa saat rindu itu ada. Dulu, aku bisa nelfon kamu. Aku bisa chat sama kamu. Tapi apa? Bahkan kamu sama sekali gak kenal sama aku, Kei," ucap Adis dalam isakannya.

"Maafin aku, Dis. Maaf," Hanya itu yang bisa Kei ucapkan.

"Maaf udah buat kamu nunggu selama lima tahun ini, maaf,"

Adis tetap menangis dalam pelukan Kei.

"Kalau boleh meminta, aku gak mau melupakan orang yang aku sayang, termasuk kamu," ujar Kei yang kini air mata nya berhasil turun membasahi pipinya.

"Kamu tau, Kei, saat kamu pacaran sama Arabella, sahabat aku sendiri, disitu aku benar-benar hancur, Kei. Kamu dan Ara hampir setiap hari datang ke cafe dan hampir setiap hari juga aku melihat kemesraan kalian, dan---"

"Maaf, Dis, maaf,"

Mereka pun terdiam. Kei mengeratkan pelukannya. Betapa bodohnya ia menyakiti wanita yang teramat Kei cintai ini.

Kei melepaskan pelukannya. Ia mengusap pipi Adis dengan sayang. Ia mengamati wajah yang sudah sangat ia rindukan selama ini. Adis nya, cinta pertama nya. Kini Kei sudah mengingat semuanya.

Begitupun dengan Adis. Hati nya sudah tenang sekarang. Ia tidak lagi harus menahan rindu nya kepada lelaki yang sudah membuatnya jatuh cinta ini.

Kei kembali memeluk tubuh Adistia erat. Menyampaikan rindu yang selama ini saling mereka pendam.

"Aku kangen banget sama kamu, Dis," ucap Kei.

"Apalagi aku, Kei,"

Kini keduanya tidak lagi harus menutupi satu sama lain. Dan Kei berjanji akan menjaga Adis kali ini. Ia berjanji tidak lagi melupakan Adistia. Adistia nya.

Adis melepaskan pelukannya dari Kei. Kei hendak memprotes karena ia masih mau menikmati kenyamanan itu.

"Tapi kita tetap gak bisa bersama lagi, Kei," ujar Adis.

"Maksud kamu apa?"

"Agama kita beda, Keizaro,"

"Dulu kamu juga gak masalah sama agama kita yang beda,"

"Itu dulu saat kita masih masa putih abu-abu, dimana kita masih dibutakan oleh cinta,"

"Aku gak paham maksud kamu, Dis,"

"Kita gak bisa bersama kalau agama kita masih berbeda," ucap Adis dengan berat hati. Bagaimana tidak? Ia harus berpisah kembali kepada Kei karena perbedaan sebuah agama.

"Aku akan menjadi mualaf, Dis,"

Adis menggeleng, "Tetaplah pada agamamu, Kei. Cari wanita yang lebih baik dari aku,"

Kei menggeleng keras, "Baru aku inget sama kamu dan kamu nyuruh aku buat cari wanita lain? Gak, Dis, gak akan,"

"Tapi kamu harus inget keluarga kamu, Kei,"

"Aku akan bujuk Mami untuk masalah ini,"

"Kamu masih sama ya, Kei, keras kepala,"

"Dan kamu juga masih sama, Dis, menyakiti diri kamu sendiri demi kebahagiaan orang lain,"

Keduanya terdiam. Mengamati wajah satu sama lain. Mata keduanya sangat terlihat rasa rindu yang amat mendalam.

"Udah ah, aku mau kembali ke cafe," ujar Adis berniat meninggalkan Kei.

"Sebentar, Dis," ucap Kei sambil menahan pergelangan tangan Adistia.

Adis berhenti dan kembali berhadapan dengan Keizaro. Kei kembali memeluk tubuh Adistia yang mungil.

Adistia pun memeluk kembali tubuh Kei. Ia tahu hal ini sangat dilarang dalam islam. Ia tahu bahwa perbuatannya kini adalah perbuatan yang dosa.

"Pliss jangan pernah tinggalin aku lagi, Dis," mohon Kei.

"Aku gak pernah ninggalin kamu, Kei. Kamu yang malah ngelupain aku,"

Air mata keduanya kembali mengalir.

"Aku mau kembali sama kamu lagi. Aku mau sama kamu lagi," pinta Kei tulus.

"Tapi, Kei, ---"

"Aku akan berjuang untuk kita. Untuk kali ini, biar aku yang berjuang. Kamu cukup mendoakan aku," ujar Kei.

"Aku selalu berdoa untuk kamu, Kei, tanpa kamu minta," ujar Adis. Ucapan Adis sama persis dengan ucapan Papi.

"Makasih ya selama lima tahun ini kamu udah berjuang untuk aku," ucap Kei. Adis hanya mengangguk sebagai jawaban.

Keduanya kembali terdiam. Sama-sama menikmati kenyamanan yang hampir lima tahun ini tidak mereka rasakan. Keduanya saling memejamkan mata sembari menikmati semilir angin yang menemani mereka.

Mereka mengakhiri pelukan dan kembali mengamati satu sama lain. Senyum keduanya tak pernah lepas dari wajah mereka. Wajah yang sudah lama tidak mereka tampilkan.

"Selalu suka sama mata kamu," puji Kei.

"Beribu kali ya kamu ngomong gitu," ujar Adistia.

Kei tersenyum. Saat bertemu dengan Adis, kata itu tak pernah lepas dari mulut Kei. Mata hazel Adistia sudah membuat Kei jatuh cinta pada pandangan pertama saat mereka masih di bangku sekolah menengah pertama. Kei yang saat itu sudah kelas tiga, sedangkan Adis masih kelas dua SMP.

Namun, Kei baru bisa mengungkapkan perasaannya ke Adis pada saat Ia kelas dua SMA dan kebetulan keduanya satu sekolah lagi di bangku menengah atas. Saat itu keduanya belum terlalu memikirkan mengenai hubungan beda agama. Namun, saat ini mereka sudah dewasa dan menikah adalah hal yang sangat sakral, tidak boleh dipermainkan.

Dan sekarang, Kei lah yang akan berjuang. Berjuang untuk cinta nya. Berjuang mendapat restu dari Mami dan keluarga Mami untuk Kei menjadi seorang Mualaf agar ia bisa hidup dan menghabiskan waktu bersama Adistia, cinta pertama nya.

Adistia tidak pernah memaksa Kei untuk menjadi seorang mualaf. Ia serahkan jodohnya kepada Allah swt. Jika memang Kei adalah jodohnya, ia meminta kemudahan kepada-Nya. Namun, jika Kei bukan jodohnya, Adis yakin Allah sudah mempersiapkan yang terbaik untuk Adis kedepannya.

🌹🌹🌹🌹

Cinta Seorang Mualaf [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang