ini kebanyakan narasi ketimbang percakapan deh kayanya. tolong diresapi eaks wkwk
▪▪▪
sabtu pagi tepat pada pukul sembilan, jaehwan sudah berada didepan museum fatahillah. ternyata tempat itu sudah banyak didatangi oleh wisatawan lokal.
pagi itu, jaehwan sudah berdandan sebaik mungkin dan memastikan untuk tidak terlalu terlihat seperti orang bodoh. contohnya, dia memutuskan untuk tidak memakai seragam putih-putih layaknya pengantin dan lebih memilih kemeja berwarna navy serta celana jeans agar lebih manusiawi.
jaehwan juga berfikir untuk tidak memasuki kafe dan terlihat plongo seperti orang hilang. karena, ini juga salah satu kelemahannya. kadang jaehwan berpikir, kenapa ya, aktor kalau sedang diam aja keliatan cakep?
tapi, kenapa jaehwan... kenapa.... ah sudahlah.
saat sibuk menunggu, jaehwan masih saja memikirkan sewoon. namun satu detik setelahnya, pria itu langsung menggelengkan kepalanya berkali-kali. dia sadar, kalau sekarang dia sudah kalah.
bukan. jaehwan bukan berniat untuk kalah. namun, pepatah bilang kalau yang namanya cinta memang tidak dapat dipaksakan. memaksa untukk mendekat hanya akan membuat orang itu semakin menjauh. dia sadar, kalau jaehwan sangat ahli dalam kegagalan asmara.
disisi lain, sebenarnya jaehwan juga merasa kesal akan rencana pertemuan ini. terasa seperti jaman dulu. tidak ada foto, juga nomor kontak. ah iya, bahkan jaehwan baru ingat, nama dari anak teman mamahnya saja dia belum tahu.
sungguh. interaksi pertama benar-benar dari pertemuan pertama.
tiba-tiba, ada pesan masuk.
mamah : jae, sesuai janji mamah, ini nomer kontak anak temen mamah.
satu detik kemudian, datang satu pesan lagi yang isinya kiriman nomor kontak. jaehwan pun menyimpannya. dan, saat dia membalas siapa nama dari anak teman ibunya itu, ibunya malah tidak membalas lagi. jaehwan berpikir, sang ibu ini senang sekali mengerjai anaknya sendiri.
▪▪▪
sewoon sampai di parkiran museum fatahillah. sebenarnya, dia sangat tidak berminat untuk bertemu dengan anak dari teman ibunya itu. apalagi dia tidak tahu parasnya seperti apa.
bahkan, sewoon sudah terlalu sering menjadi korban makelar jodoh dari sang ibu. tapi, ya mau bagaimana? sewoon bukanlah tipe anak yang mudah menolak dengan permintaan ibu. dia terlalu sayang pada ibunya.
sewoon tahu kalau niatan ibunya itu sangat baik dan tulus. ibunya pun sama sekali tidak pernah memaksanya untuk melakukan hal macam-macam. malah, dari sekian banyak sang ibu melakukan hal ini, kualitas pria yang dijodohkannya semakin baik. semakin saleh, semakin ganteng, semakin mandiri.
jadi, untuk yang kesekian kalinya, akhirnya sewoon pun menuruti sang ibu dan bertemu dengan pria dari anak bungsu ibu kim ini. menurut promo ibu, anak ibu kim ini adalah sosok yang sayang kepada ibunya. agak, sedikit, rada (mungkin) enak dilihat.
namun disisi lain, sewoon juga sempat merasa kesal karena ini kali pertamanya, sang ibu tidak memberikan foto. benar-benar gelap.
dan tiba-tiba, sewoon teringat akan percakapannya dengan ibu beberapa hari lalu.
"tapi, bu, aku udah suka sama orang lain. dia juga suka sama aku,"
"iya, ibu ngerti. dan ibu juga gak akan maksa. kamu lagi cari calon serius, kan?"
"..."
"gak ada salahnya kamu kenalan dulu sama anak ibu kim ini. kalo udah keburu pacaran, nanti nyesel lho,"
"..."
"sukur-sukur kamu bisa milih. kan lumayan,"
sewoon tersadar dari lamunannya saat ada dua buah pesan masuk.
ibu : woon, ini nomor kontak masnya.
sewoon hanya menyimpan nomornya. terbesit dalam benaknya untuk menelepon nomor ini, tapi dia mengurungkan diri.
gengsih, ah.
▪▪▪
sudah lewat pukul sembilan, jaehwan berniat untuk menghubungi nomer yang dikirim oleh ibunya tadi. saat dia akan menghubungi nomor tersebut, tiba-tiba saja ada yang mendorong tubuhnya dari belakang.
jaehwan menoleh kaget. kenapa?
dia melihat ada sewoon.
"loh, sewoon?"
"eh, mas jaehwan?" balas sewoon tidak kalah kaget. "mas lagi ngapain disini?"
"eh? anu. ketemu dengan seseorang," jawab jaehwan mendadak gugup. "kamu sendiri?"
"saya juga," sewoon mengangguk kecil. "em, kalau begitu, saya kesana dulu ya, mas,"
dan sekarang, giliran jaehwan yang mengangguk.
saat sewoon pergi, jaehwan kembali meraih ponselnya untuk menghubungi nomor tadi. jaehwan tidak menyangka bahwa hatinya lumayan berdegup cepat ketika mendengar nada sambung.
terlebih lagi saat matanya masih bisa melihat sosok sewoon yang memang belum jauh dari pandangannya. jaehwan juga masih memperhatikan, bahwa sewoon, kini juga sedang memegang ponselnya.
sambungan telepon terangkat.
jaehwan semakin tidak bisa berkutik saat dia melihat sewoon sedang mengatakan hal yang sama seperti yang dia dengar di sambungan teleponnya.
"halo?"
tanpa sadar, jaehwan melangkahkan kakinya mendekat kearah sewoon perlahan; dengan telepon yang masih tersambung tentunya.
entah apa yang harus di utarakan sekarang. yang pasti, kaki jaehwan terasa lemas. dia memutuskan untuk lebih memberanikan diri menghampiri sewoon dan menepuk bahu pria itu.
sewoon menoleh dengan telepon yang masih menempel ditelinganya. matanya langsung melihat kearah ponsel yang sedang dipegang oleh jaehwan seraya memperlihatkan seseorang yang sedang dihubunginya.
jaehwan memutuskan sambungan telepon. sewoon seketika bingung saat nomor yang meneleponnya tadi juga ikut terputus.
"orang yang lagi kamu tunggu anaknya ibu kim bukan?"
sewoon semakin tidak mengerti. sekarang, dia hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya perlahan.
"kamu... anaknya ibu kihyun?"
lagi-lagi sewoon hanya mengangguk.
jaehwan tersenyum kecil. "ini saya, anaknya ibu kim. orang yang lagi kamu tunggu,"