Tapi tahukah kau bahwa disamping kata rindu yang teramat dalam itu, kau harus merelakanku. Kau harus tetap melanjutkan hidupmu
(Jong-hyun)****
Jariku membeku. Gigiku saling bergemeletuk seolah kembali mengingatkan dimana aku sekarang. Terdampar? Bukan, aku bukannya terdampar. Hanya saja menghilang sebentar dari keramaian untuk menemui seseorang.Kemarin Hong-seok sudah meneleponku, menjelaskan secara rinci jalan mana saja yang harus ku tempuh untuk bertemu dengannya. Kau tahu, sudah hampir dua tahun aku tak pernah lagi datang menjenguknya. Terakhir datang aku terlalu emosional, sehingga aku lupa keberadaan tempat itu. Satu-satunya yang ku ingat letaknya tak jauh dari pantai Hamdeok. Pantai Hamdeok adalah salah satu pantai terindah di pulau Jeju.Ku akui setelah meng googling pantai itu ku katakan bahwa pantai Hamdeok luar biasa indahnya. Tapi sayangnya aku baru pertama kali ini kesana sendirian.
Aku mengeratkan mantel hitam yang hampir sehari-hari ku kenakan untuk menghalau cuaca dingin. Mantel hitam ini adalah pemberian darinya sebagai hadiah ulang tahun ku yang ke dua puluh. Saat itu adalah masa-masa terindah kami. Kami saling berbagi impian dan berjanji suatu saat mewujudkannya. Kami sangat bahagia waktu itu.
"Maaf Halmeoni, bisakah kau beritahu aku berapa mil lagi pantai Hamdeok itu?." tanyaku pada seorang wanita paruh baya yang sedang memetik sayuran khas musim dingin di depan rumah sederhananya.
Ia tersenyum, "Tidakkah kau melihat hamparan bunga kuning di ujung sana? Pantai itu berada di belakangnya."
Aku mengangguk lalu tak lupa berucap terima kasih pada kebaikan wanita tadi dan segera bergegas kesana.
**
Dan disinilah aku sekarang, menatap indahnya bunga dan ombak yang saling mengejar satu sama lain. Aku berjalan mendekat, terpana seolah tak pernah melihat pantai seumur hidupku. Meskipun cuaca hari ini cukup dingin, tapi aku seperti seseorang yang sudah terdampar di lautan gurun pasir lalu tiba-tiba suatu hari melihat oase.Aku tersenyum bahagia, berharap dapat menemuinya.
"Apa yang kau lakukan disini?."
Suara lembut mengalihkan perhatianku dari ombak pantai. Dan tebak..doa ku lima menit lalu langsung saja terkabul. Dia ada disini."Menemuimu." ujarku lalu menggapai kemeja putihnya.
Ia masih sama seperti dua tahun yang lalu. Bedanya ia lebih bahagia. Raut wajahnya lebih berseri-seri dan terasa hidup.
"Kau tak pernah datang.." Aku menunggu ia melanjutkan perkataannya sembari menggenggam ujung kemeja putih gadingnya "Aku merindukanmu tahu!."
Aku menengadah, ternyata pria di hadapanku ini bisa juga berkata hal semacam itu.
"Aku juga.." kataku lirih.
Ia mendesah lalu mulai mengacak rambutnya berulang kali.
"Bagaimana kabarmu?." Ia akhirnya memecah keheningan setelah lama hanya terdengar kicau burung dan derasnya ombak.
"Baik..bulan depan novelku terbit, dan aku berencana pergi ke Paris setelah peresmian novel."
Ia menoleh, dan tersenyum tulus padaku. Ia mengelus rambutku, sentuhannya begitu lembut seolah anginlah yang sedang mengelusku.
"Bagus..lanjutkan mimpimu. Aku bangga padamu, Nami." ujarnya.
"Bagaimana denganmu? Apakah kau masih sulit tidur?."
Ia menatap mataku, sorot matanya kosong. Seperti sebelumnya.
"Aku sudah cukup damai, tapi di tempatku suasananya selalu gelap. Setiap aku ingin tidur dan ingin bermimpi tentang kita, aku selalu gagal. Kecuali jika aku menyanyikan Lullaby mu, tidur ku langsung lelap."
Aku tersenyum, rupanya ia masih ingat lagu yang ku tulis untuknya ketika ku tahu ia mengidap amnesia. Lagu adalah lagu untuk penghantar tidur, jadi melodinya sangat tenang, seperti air yang mengalir.
"Jong-hyun ah, aku sangat merindukanmu." kataku dengan tiba-tiba diiringi tangisku yang sudah tak bisa ku tahan lagi.
"Aku juga, Nami," ia merengkuh ku ke dalam pelukannya."Tapi tahukah kau bahwa disamping kata rindu yang teramat dalam itu, kau harus merelakanku. Kau harus tetap melanjutkan hidup Nami. Pergilah berkencan, dan lanjutkan mimpimu."
Aku menggeleng kuat, namun lagi lagi aku tak kuasa menolak takdir yang datang diantara kami.
Kami terdiam cukup lama, menikmati sentuhan angin yang menerpa dan deburan ombak yang mengalun indah. Hingga ia melepas rengkuhannya, lalu mengusap kepalaku sekali lagi.
"Aku tak bisa terlalu lama. Pertimbangkan permintaanku tadi, Nami. Kau tahu aku meminta hal seperti itu bukan karena aku sudah tak lagi mencintaimu. Rasa itu selalu ada di hatiku Nami. Ingatlah, kau boleh datang kesini jika rindu padaku, aku selalu ada untukmu.."
Aku mengusap wajahku yang basah, lalu menatap wajahnya yang sangat damai. "Kau berjanji?."
"Aku berjanji" ia tersenyum dan aku balas tersenyum. Kali ini aku akan menepati permintaannya.
Ia melangkah menjauhiku setelah mencium bibirku lama, dan jujur saja aku juga akan merindukan sentuhan ini darinya.
"Aku mencintaimu, Nami." kata Jong-hyun lalu badannya menghilang diterpa angin laut.
"Aku mencintaimu, Jong-hyun."
THE END
***
Kosakata;*Halmeoni: Nenek
*Ah (Jong-hyun ah): panggilan untuk orang terdekat