Curious.

107 17 10
                                    

Selamat Membaca!
1102 Word

Salma tau bahwa Helena anak dari salah satu guru di SMA Muara Kasih. Salma juga tahu bahwa Helena adalah anak satu-satunya dan paling kesayangan dari orang tuanya.

Sangat beda dengan Salma. Hidup pas-pasan hanya mengaldalkan otak pintarnya. Sekolah bermodalkan beasiswa bidikmisi. Dan ini membuatnya harus selalu mengharumkan nama sekolah dimanapun berada.

"Hari ini ulangan Sejarah Peminatan, kan? Aku cuma belajar sampe Bab 3 doang." Keluh Salma kepada teman sebangkunya — Sandra.

"Lah kok tumben? Ulangannya sampe bab 5 loh, udah gitu babnya banyak lagi." Jawab Sandra heran. Biasanya, Salma tidak pernah melewatkan pelajaran yang akan di ujikan. Ini diluar kebiasaan Salma.

"Ibuku sakit. Jadi semalem bantuin Ibu ngerjain kue buat jualan." Jelas Salma. Dan dijawab anggukan oleh Sandra.

Mereka memang bersahabat sejak menginjakkan kaki di SMA Muara Kasih ini. Salah satunya karena absen mereka yang berurutan.

Singkat cerita, ulangan berlangsung selama kurang lebih satu jam setengah. Salma tau, jika Helena membuka handphonenya lagi. Tapi lagi-lagi guru tidak ada yang menegurnya.

Tapi saat Aura yang membuka handphone untuk kecurangannya. Guru Sejarah langsung mengambil dan menyitanya. Dan ia berkata bahwa orang tua Aura harus menemuinya.

Terhitung sejak memasuki kelas yang sama dengan Helen. Salma mengetahui bahwa perempuan yang selalu menduduki paralel itu menggunakan cara curang seperti itu. Jika ditanya tentang kejujurannya ia selalu menjawab

"Enggak, sejak kapan aku main hp waktu ujian?"

Licik.

Apalagi saat ulangan matematika. Salma ingat jelas. Salma adalah murid kesayangan guru matematika. Karena, saat matematika Salma akan menjawab dengan lantang dan jelas benar.

Helena meminta jawaban Salma. Sebanyak dua nomor. Salma ingat betul bagaimana tangan lentik Helena menyalin tulisan Salma. Salma sangat ingat betul tentang hal itu.

Tapi, saat ulangan Ekonomi, Salma hanya bertanya tentang rumus menggunakan metode Fifo atau Lifo. Menoleh saja sepertinya Helena ogah.

"Heh. Ngelamun aja, kenapa?" Sandra menyenggol lengan Salma. "Kenapa?" Tanya Sandra sekali lagi.

"Enggak. Kepikiran jawaban Sejarah kayak ada yang salah." Jawaban Salma.

"Kebiasaan. Habis ujian tu gak usah di pikiran santai aja. Di raport juga jelas nilai kita di katrol sama guru."

"Jadinya nilai sekolah tu gak usah di pikirin. Belajar aja SBMPTN itu lebih susah dari ulangan yang di kasih Bu Rosa tadi." Tambah Sandra ditengah-tengah tegukkan teh botolnya.

"Yeh. Tapi kita juga perlu belajar buat Ujian Nasional kali." Jawaban Salma.

Sandra menggelengkan kepalanya. "Ih. Anak kelas IPA ada yang jual kok. Beli aja,"

Salma menghembuskan napasnya kasar. Membeli? Buat bayar uang bulanan sekolah saja ia susah. Apalagi beli seperti ini.

"Eh, dikelas ini ada yang mau beli nggak? Biar aku data." Teriakan Afandi dari pojokkan kelas. "Yang mau beli ke Afandi." Sambung Samuel.

"Kamu yakin gak beli?" Tanya Sandra. Dan Salma mantap menggeleng.

Tiba-tiba mejanya bergoyang. Salma mengalihkan padangannya kepada perempuan berambut sebahu dan berkacamata di sebelahnya. Dia Helena.

CuriousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang