"Makasih banyak, ya, temen-temen! Hati-hati di jalan!" Lalisa mengantar teman-teman yang ikut merayakan ulang tahunnya hingga ke depan pintu rumah. Yang pulang memang banyak, tapi tetap ada kawan Lalisa yang tinggal untuk sekadar bertukar cerita. Yang masih berada di rumahnya hanya segelintir kawan-kawan yang bisa dibilang sangat dekat dengan dirinya.
"Sa, cepetan sini ikutan main truth or dare!" Jennie menepuk spot sofa yang kosong di sebelahnya saat Lalisa tiba di ruang tengah.
"Dih, masih jaman main ginian?" Lalisa menempati sofa di sebelah Jennie, di sebelahnya juga ada Hayi. Gadis itu fokus pada ponsel di tangannya sejak tadi, entah melihat apa.
"Gue ga ikutan. Kalian main aja." Hanbin beranjak dari sofa, berniat mengambil sisa-sisa snack dari pesta ulang tahun Lalisa. Namun, tangannya ditahan oleh June hingga ia duduk lagi di sofa.
"Duduk. Harus ikut," ujar June.
"Apaan sih, pegang-pegang. Najis mugholadoh." Hanbin tidak punya pilihan selain duduk lagi. Suasana hatinya sebenarnya buruk, tapi sungkan ke Lalisa dan yang lain jika hendak pamit pulang duluan.
Truth or dare pun dimulai. Hanbin, Bobby, June, Hayi, Lalisa, dan Jennie duduk di ruang tengah membentuk lingkaran mengitari meja.
"Pertanyaannya perwakilan aja dah biar gercep. Setuju semua? Oke, setuju. Dari ... June dulu," Bobby bersuara. Ia tidak menggubris protes dari June yang duduk di sebelahnya. "Eh, biji nangka, lo truth or dare?" tanya Bobby.
"Truth. Mager gue kalo dare aneh-aneh," June menyahuti.
Lalisa menggeser sisa snack ke tengah meja. "Biar tetep fokus," celetuknya.
"Gue! Gue mau nanya June!!!" Jennie mengangkat sebelah tangannya.
"Kasih, deh," Lalisa berujar sambil kunyah-kunyah bolu pandan.
"Lo tadi ngado apa buat Lisa, Jun?"
"Ga mau jawab, pertanyaannya ga etis! Yang ulang tahun ada di sini!" June langsung gelagapan.
"Gak, gak. Ayo jawab," Bobby menyanggah.
"Mm ...," June melirik ke arah lain. Arah mana saja, pokoknya bukan ke Lalisa. "Pokoknya benda yang disukain Lalisa. Gue ga bisa nyebutin secara spesifik."
"Alah. Dasar biji nangka," Bobby mendorong pundak June hingga lelaki itu tersungkur.
"Jadi kepo. Ntar gue buka paling pertama." Lalisa cengegesan di tempat.
"Hayi, truth or—elah hapean mulu ni satu. Ngapain, sih?" Bobby melempar sedotan bekas ke Hayi yang fokusnya masih ke ponsel. "Woi cebol," panggilnya.
"Hah? Gue? Lewatin ajalah, lagi males," sahut Hayi. Ia menyandarkan tubuhnya ke sofa, pandangan kembali lagi ke layar ponsel.
"Ih, kok gituu? Ayo, ikutaaan," Jennie mencubit pinggang Hayi, maksudnya bercanda. "Bin, Hayi ga mau ikutan nih, ayo marahin. Suruh ikutan."
"Kok jadi dia? Ga ada hubungannya kali," sahut Hayi.
Semuanya langsung bertukar tatapan, kecuali Hayi dan Hanbin. Hayi sibuk dengan ponsel, Hanbin sibuk memutar spinner sambil pasang wajah pura-pura tidak dengar.
Lalisa meletakkan wadah bolu pandan yang sejak tadi dipegang. Ia menepuk-nepuk tangannya agar remah bolu jatuh ke atas wadah. "Ini berdua pada kenapa? Lagi berantem?" Ia bergantian menoleh ke Hanbin, lalu Hayi. Tidak ada yang menjawab.
"Urusan rumah tangga tuh jangan dibawa-bawa ke sini," June bergumam, tapi agak keras sehingga yang berada di ruang tamu masih bisa dengar. Jennie langsung menghadiahinya dengan lemparan bantal di wajah.
"Udah disuruh balik sama nyokap." Hayi mengambil tas selempangnya, kemudian memasukkan ponsel ke dalam. "Thanks, Lis. Salam ke nyokap sama adek lo. Duluan, ya." Hayi berdiri sambil menyelempangkan tasnya, berjalan ke luar.
"Bin, ga lo anter aja? Dia naek apa?" June menyenggol lengan kawannya.
"Ga tau. Grab kali."
"Bego lu, kejar!" Dalam posisi duduk, Bobby menendang paha Hanbin. Mata sipitnya berusaha dilebar-lebarkan. Hanbin tidak langsung merespon. "Sianjing. Kejar Hayi-nya, Hanbin! Anterin pulang!"
Hanbin meletakkan spinner di meja. Dengan malas-malasan, ia berdiri. "Iya, iya."
"Cepetan! Keburu dia beneran dijemput Grab, bego! Dasar daki kudanil!"
Makian dari Bobby tidak ia dengarkan. Di luar pagar rumah Lalisa, Hanbin melihat Hayi sedang berdiri sendirian. Kalau bukan menunggu dijemput mamanya, kemungkinan lain adalah menunggu ojek online.
"Mau aku anter aja?" tanya Hanbin ketika ia sudah berada di sebelah Hayi. "Bahaya naik ojek malem-malem."
"Siapa juga yang pesen ojek? Grabcar," sahut Hayi. Ia langsung fokus lagi ke ponselnya. "Lagian pake rok gini mana mungkin pesen ojek. Udah sono, masuk."
"Aku tungguin sampe taksinya dateng, deh."
"Ga usah, Bin. Ngerepotin."
"Gapapa."
"Aku yang ngga 'gapapa'!" Nada suara Hayi tiba-tiba meninggi. Gadis itu menutup matanya sejenak dan menghela napas. "Aku ga bisa, Bin. Aku males berharap lagi ke kamu. Capek tau ga. Lagian kita udah selesai. Jalan aja masing-masing. Ga usah pura-pura peduli. Ga ada ceritanya rasa peduli ke mantan itu ikhlas, yang ada mah terpaksa."
✦ ✦✦
long chap bcs why not. this will be hanbin x hayi from now on. keukeukeu.
KAMU SEDANG MEMBACA
pulang ✦ hanbin
Fanfiction"Balikan sama mantan itu kayak baca ulang suatu novel, lo udah tau ending-nya bakal gimana." - Hanbin © eulixier, 2017