"Jadi gimana? Ada saran?" ujar Diego yang sudah berdiri di sebelah kursi yang diduduki oleh Davka.
"Gue mau nanya, Go," sahut Kailasha yang duduk tak jauh dari tempat duduk Davka. "Tahun ini kita sistem kepanitiaannya gimana? Kalo dilihat dari konsep lo sama melihat kondisi jumlah pengurus OSIS kita, gue gak yakin bisa atau enggak. Kita pasti kekurangan orang."
"Betul juga, sih," ujar Diego yang kemudian menoleh kepada Davka di sebelahnya. "Gimana, Dav? Mau kayak tahun-tahun sebelumnya? Kita semua yang handle? Kalo gitu konsepan ini harus diganti. Karena gak mungkin banget ngelaksanainnya."
"Enggak," sahut Davka dengan tatapan yang menyapu seluruh ruangan. "Kalian tau sendiri, kan? Di kepemimpinan gue, gue gak suka kalo semuanya dipegang sama OSIS. Ini acara seluruh siswa SMA kita. Dan itu berarti, seluruh siswa berhak buat ikut berpartisipasi."
"Kalo gitu, gimana kalo kita rekrut anak lain yang kemungkinan besar ga sibuk sama urusan ekskulnya. Gimana?" usul Lila.
"Boleh tuh. Silahkan ambil 10 sampai 15 orang untuk itu," putus Davka kemudian membubarkan sesi rapat hari ini.
Setelah merapihkan ruang OSIS, seperti biasa Davka berjalan pulang ditemani Diego dan Kailasha. Meskipun arah rumah mereka berlawanan, mereka selalu menyempatkan diri untuk sekedar berjalan bersama hingga gerbang sekolah.
"Lo mau mulai cari orang kapan?" tanya Davka sembari membuka lokernya.
"Ya, secepatnya kalo bisa. Biar langsung eksekusi. Pokoknya ga mau dadakan. Ini acara terakhir kita sebelum kita lepas jabatan. Pokoknya harus perfect!" ujar Diego dengan menggebu-gebu.
"Nanti gue bantu," sahut Kailasha sembari menutup pintu lokernya.
"Yee harus lo mah. Gak usah diminta harusnya," ujar Diego kesal sembari menoyor kepala Kailasha.
"Ih kasar kamu mas!"
"Bodo!"
"Gak ada lembutnya ama cewek. Pantes lo jomblo."
"Wuih, gak ngaca mba. Situ udah taken emang?"
"Ya—"
"Stop! Berisik banget sih?! Yuk cabut. Udah laper banget gue," ujar Davka memotong debat Kailasha dan Diego yang amat sangat tidak penting baginya.
Kadang Davka merasa jengah sendiri ketika sudah berada ditengah-tengah debat mereka yang tak kalah hangat dengan debat calon kandidat presiden. Sebenarnya Davka tidak keberatan akan hal itu. Toh debat bagus bukan? Melatih kecepatan berpikir dan kelihaian dalam berbicara.
Namun topik debat Kailasha dengan Diego jauh dari kata penting. Mereka mendebatkan hal yang sangat tidak penting. Seperti waktu itu, mereka mendebatkan jenis hewan peliharaan yang pas untuk Davka, atau mereka berdebat tentang kenapa warna pelangi harus merah duluan, atau bahkan mereka mendebatkan mimpi apa yang Davka dapatkan tadi malam.
Davka menggantung headphone yang baru saja ia ambil dari dalam loker ke lehernya dengan tangan kanan yang sudah membawa skateboard kecil miliknya. Kemudian ia berjalan pergi meninggalkan Diego dan Kailasha yang kini saling menyalahkan.
Langkah Davka terhenti kala netranya menangkap Afreen yang tengah menulis sendiri di kursi paling depannya. Kepalanya menunduk namun sedikit miring ke kiri hingga seluruh helaian rambutnya terjatuh ke sebelah kirinya. Davka harus bersyukur akan hal itu. Karena ia dpaat dengan leluasa memandang wajah Afreen tanpa gangguan mahkotanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seharusnya ✔
Teen Fiction"Seharusnya lo gak begini. Seharusnya-" "Seharusnya seharusnya seharusnya. Berhenti bilang seharusnya karena gak semua hal berjalan sesuai logika lo." *** [Completed] Higest Rank #193 (5 Desember 2017)