Chapter 5

1.1K 169 10
                                    

Chapter 5 : Aksi balas dendam Kevin

Kinal dan Veranda tengah duduk berhadapan di sebuah restoran cepat Jepang di mall. Setelah membeli buku Kinal mengajak Veranda untuk makan terlebih dulu. Kebetulan, keduanya sama-sama suka makanan Jepang.

"Umm.. Kak Ve," ujar Kinal memecah keheningan.

"Iya?"

"Aku boleh nanya?"

Veranda menatap Kinal lalu tersenyum. "Mau nanya apa?"

"Kak Ve sama kak Kevin pacaran berapa lama?"

"Kenapa kamu nanya itu?"

"Gak apa-apa sih aku nanya aja," jawab Kinal kemudian tersenyum menampakkan gigi gingsulnya.

"Dasar kamu,"

Kemudian keduanya terlibat dalam obrolan-obrolan kecil. Veranda tersenyum kecil, ternyata Kinal adalah anak yang sangat ceria dan menyenangkan.

Sesekali Veranda tertawa mendengar gurauan Kinal. Dia beruntung karena mengenal Kinal. Dia sudah menganggap Kinal seperti adiknya sendiri, apalagi jarak usia Kinal yang memang beberapa tahun di bawahnya.

"Kak Ve, kapan-kapan kita jalan bareng lagi ya?" pinta Kinal.

Veranda hanya mengangguk seraya tersenyum.

"Kamu masih betah, Nal?" tanya Veranda.

Kinal terdiam kemudian memperhatikan Veranda selama sepersekian detik. Kemudian dia mengecek jam pada ponselnya.

"Astaga! Udah jam segini aja," seru Kinal.

"Kak Ve, maafin aku ya. Gara-gara keasyikkan ngobrol aku lupa waktu."

"Gak apa-apa kok, aku cuma risih masih make baju seragam."

"Hmm kita pulang?" tanya Kinal.

Veranda mengangguk, "Iya, yuk kakak anter kamu," tawar Veranda.

"Gak usah deh kak, aku pulang sama sopir aja," tolak Kinal. "Lagian kak Ve pasti capek, mendingan kak Ve pulang terus istirahat." sambungnya.

"Tapi kamu..."

"Sopir aku standby di tempat parkir kok, dia juga merangkap sebagai bodyguard plus asisten. Kerjaan kakek tuh takut aku kenapa-kenapa," curhat Kinal.

"Kamu lucu deh," ujar Veranda kemudian mencubit pipi Kinal.

Kinal tersenyum dan menampakan deretan giginya yang berwarna putih.

"Terimakasih."

Setelah Kinal membayar makanan yang mereka makan, keduanya keluar dari mall dan menuju parkiran.

Benar saja, di dekat mobil Veranda terdapat mobil milik Kinal. Setelah berbasa-basi terlebih dulu akhirnya Veranda memasuki mobilnya.

"Hati-hati ya kak," ujar Kinal.

"Iya, Nal. Kamu juga."

Mobil Veranda mulai meninggalkan area parkir. Kinal tersenyum dan berjalan menuju mobilnya. Dia menyapa om Alex, sopir yang merangkap sebagai bodyguard sekaligus asisten.

Kinal membuka pintu mobilnya dan bersiap masuk. Tapi langkahnya terhenti saat ada yang memanggil namanya.

"Kinal!"

Kinal berbalik dan melihat Kevin tengah menodongkan senjata api kepadanya. Om Alex bergegas turun dari mobil dan berusaha melindungi nonanya. Tapi terlambat, Kevin sudah menarik pelatuknya dan menembak Kinal.

"Matilah dan susul kakak kesayanganmu itu," ujar Kevin kemudian meninggalkan tempat kejadian.

Om Alex menekan tombol darurat yang ada di jam tangannya. Tidak sampai lima menit beberapa bodyguard yang juga ditugaskan untuk menjaga Kinal menghampiri mereka.

Kinal yang sudah hampir kehilangan kesadarannya tersenyum. Kemudian dia menggumamkan satu nama, seseorang yang terlihat menghampirinya dengan langkah khawatir.

"Kak Ve..."

.

.

.

Veranda dengan cemas menunggu Kinal di luar ruang operasi. Tadi dia kembali karena buku Kinal terbawa olehnya. Tapi hal mengerikan justru yang dia lihat. Kinal tengah bersimbah darah.

Seluruh keluarga Kinal ada disini. Kedua orangtua Kinal serta kakek Kinal juga berada disini. Mereka langsung meninggalkan rapat yang bagi sebagian orang dianggap penting demi menemui anak dan cucu semata wayang mereka.

Veranda menangis dipelukan mama Kinal. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan Kinal.

Mama Kinal bukannya tidak sedih ataupun khawatir. Dia hanya berusaha agar tetap tenang. Dia yakin bahwa putrinya akan baik-baik saja.

Kakek terlihat mondar-mandir sambil menelfon. Beliau kelihatan sangat serius.

"Saya tidak mau tau, kalian harus menemukan orang yang mencelakakan cucu saya secepatnya!" ucapnya tegas.

"....."

"Pokoknya kalian harus menemukan orang itu secepatnya!" perintah Kakek Kinal kemudian mengakhiri panggilannya.

"Ayah tenang, Kinal pasti baik-baik saja," ujar papa Kinal.

"Bagaimana saya bisa tenang melihat cucu saya seperti itu?"

"Ayah, saya juga merasa khawatir. Tapi kita tidak boleh gegabah,"

Kakek Kinal menghela nafas, kemudian beliau duduk di bangku tunggu diikuti oleh Ayah Kinal.

Veranda masih menangis dipelukan mama Kinal. Dan mama Kinal masih setia mengusap punggung Veranda.

"Jangan terus menangis, Veranda." ujar mama Kinal.

Mama Kinal mengenal Veranda karena orangtua Veranda adalah rekan bisnis.

"Tapi tante..."

"Sssttt, Kinal anak yang kuat sayang dia pasti baik-baik aja."

Veranda masih sesegukan tapi perlahan tangisannya berhenti.

Veranda menatap mama Kinal.

"Apa Kinal benar-benar akan baik-baik saja?"



Tbc.

Maaf pendek ya partnya hehee..

Maaf juga baru sempet update,

Saya juga punya dunia nyata wkwk

Semoga besok besok tidak seperti ini lagi ya...

D

Tell Me, What is Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang