Banyak hal yang sebenarnya Dafa sesali dalam hidup ini. Tapi sekedar menyesal, sejak dulu Dafa tak pernah berusaha memperbaiki apa yang telah ia rusak.
Karena bagi Dafa ketika sesuatu telah rusak tak akan bisa diperbaiki.
Begitupun hidupnya, hatinya. Sekeras apapun Dafa memaksa semesta untuk kembali menyempurnakan takdirnya yang dari awal memang sudah ditentukan untuk rusak.
Dulu, dulu sekali sampai Dafa tak tahu itu kapan. Ia pernah beranggapan kalau hidupnya sempurna. Dikelilingi orang-orang yang dicintai dan mencintainya, hingga tak sadar kalau semua itu perlahann menghilang. Tak berbekas.
Semua itu hanya meninggalkan kenangan usang yang terkadang membuat Dafa dengan kurang ajarnya mengutuk Tuhan atas ketidak adilannya.
Padahal tanpa cowok itu sadari Tuhan tengan mengajarkan sesuatu yang berharga bagi Dafa. Kehilangan, yang pada dasarnya memang didunia ini tak ada yang abadi. Semuanya hanya makhluk fana.
Kehilangan Ibunya adalah kesakitan luar biasa bagi Dafa.
Wanita tabgguh itu meninggal karena tak kuat menahan sakit akibat kanker hati yang memang sudah dideritanya sejak lama.
Lalu tak berselang lama setelah Ibunya meninggal Ayahnya dengan tak berperasaannya malah menikah lagi, dengan gadis yang lebih cocok dijadikan sebagai anak. Usianya bahkan tak berbeda jauh dengan Dafa.
Dafa marah, ia terlalu sakit kala itu sehingga memilih hidup bersama Omanya yang sudah sepuh. Disana ia mulai tenang, Omanya yang lemah lembut berhasil membuat Dafa sadar kalau ia masih punya orang yang menyayanginya.
Disana ia juga bertemu Dila. Dila adalah cucu dari adik sang Oma, dengan kata lain sepupu jauh Dafa. Gadis itu terpaksa dititipkan orangtuanya karena mereka mengadakan perjalanan bisnis keluar negeri.
Dan dari sana perasaan itu mulai tumbuh. Saat itu Dafa baru menginjak kelas dua SMP dan Dila sudah memasuki kelas tiga.
Mereka tak menjalin hubungan apapun, tapi mereka tahu kalau mereka saling mencintai satu sama lain.
Dafa yang nakal berhasil dikendalikan oleh Dila, dan Afa sama sekali tidak keberatan akan itu.
Lalu tanpa diduga Omanya tiba-tiba saja meninggal. Setelah Dafa bahkan baru mencoba membuka lembaran baru. Tapi Dila berhasil menguatkan. Dafa yang mencoba nakalpun berhasil Dila kendalikan karena kalut kehilangan Omanya.
Tapi itu tak berselang lama ketika Dila masuk SMA sifatnya lambat laun mulai berubah. Gadis itu bahkan menjadi sedikit memperhatikan Dafa dengan alasan jadwal sekolah yang padat. Dan Dafa mencoba mengerti akan hal itu.
Tapi kepercayaan itu pupus kala Dafa memergoki Dila tengah jalan dengan seorang cowok di sebuah pusat perbelanjaan. Dafa tentu merasa dibohongi, apalagi beberapa hari setelahnya Dila memberitahu lewat sms kalau ia akan melanjutkan sekolahnya di Jerman. Menyusul orang tuanya disana.
Saat itu Dafa benar-benar terpukul. Ia sama sekali tak mempunyai semangat hidup. Kemarahannya pada Dila terus dipupuknya hingga menjadi sebuah rasa benci. Sampai sekarang.
Maka saat Dila menemuinya di club kemarin Dafa benar-benar mendapatinya tak terkontrol.
Dia benar-benar marah pada takdir dan keadaan. Saat dengan kejinya mempertemukan mereka kembali setelah apa yang Dila lakukan pada Dafa dua tahun yang lalu.
Dia bahkan masih mengingat tatapan sendu Dila saat mereka bertemu kemarin.
"Dila?"
Ucapnya pelan saat perempuan itu bergerak menghampirinya yang sudah panas dingin."Long time no see Dafa?" Gadis itu tersenyum. Dafa langsung menarik tangannya ke sebuah lorong yang lumayan gelap. Ia tak ingin satupun dari teman-temannya melihat Dila.
"Dafa, gue kangen..." lirih Dila, suaranya terdengar merintih. Tapi Dafa malah memalingkan wajahnya sembari menelan ludah pahit, "ngapain lo disini!?" Pertanyaan Dafa tak selaras dengan apa yang Dila katakan.
Dila tersenyum sendu, "udah aku bilang, aku kangen kamu Daf"
"Tapi gue engga, kenapa sih lo balik lagi!? Setelah apa yang lo lakuin ke gue lo balik lagi dan bilang kangen!? Haha are you kidding me huh?" Suara Dafa meninggi. Dila tertegun, bukan hanya terkejut dengan bentakan Dafa tapi gadis itu juga cukup tertohok dengan apa yang cowok itu katakan.
Lalu hening, Dafa mengusap wajahnya kasar. Bayangan diselingkuhi lalu ditinggalkan tiba-tiba saja menyeruak ke dalam ingatan. Membuat Dafa benar-benar muak dengan sosok didepannya.
"Daf..."
"Dafa please..."
"Gue sayang lo Daf" katanya membuat Dafa menoleh secepat kilat.
Menatap gadis itu tajam, "gue juga" jawabnya dengan suara berat. Semyuman Dila melebar, tapi kemudian meredup kala Dafa berkata dengan nada tegas.
"Tapi itu dulu, sebelum gue sadar kalau menyayangi lo itu adalah sebuah kesalahan"
Dafa membalikan langkahnya, berniat meninggalkan Dila. Tapi sebelum itu dia mengucapkan sesuatu yang membuat Dila merasa tertampar oleh tangan tak kasat mata.
"Jangan temuin gue lagi, gue muak sama lo!"
Hhhh...
Dafa menghembusan napasnya dengan berat. Gara-gara Dila, Dafa terpaksa menghadapi lukanya kembali. Gara-gara Dila juga ia jadi berkata yang tidak-tidak pada Lira. Jujur, waktu itu Dafa terbawa emosi. Pertemuannya dengan Dila dan menghindarnya Lira membuat Dafa kalut.
Jadilah Dafa mengucapkan kata yang menyakiti Lira. Padahal bukan maksud Dafa tak ingin menjalin hubungan dengan Lira. Tapi pertemuannya dngan Dila membuat Dafa kembali trauma menjalin hubungan.
Bayangan diduakan dan ditinggalkan berkelebat membuat Dafa merasa ketakutan kalau Lira akan melakukan hal yang sama.
"Daf, lo kenapa sih dari tadi ngelamun mulu" Dafa menatap Kevin. Cowok itu menghela napas setelah menatap Lira yang terlihat asik bercerita dengan Tasya. Tak sedikitpun menghiraukan Dafa. Padahal biasanya Mereka berdua akan saling tatap lalu kemudian memalingkan wajah masing-masing karena salah tingkah.
Ahh Lira, setelah percakapan mereka beberapa waktu lalu Lira benar-benar menepati perkataannya untuk menjaga jarak.
Dan Dafa benci itu. Dia selalu ingin berada didekat Lira. Didekatnya dan melindungi gadis itu.
"Daf, lo lagi berantem yaa sama Lira?" Tanya Kevin. Menghembuskan napas, Dafa menatap Kevin dengan ekspresi sendu.
"Jan kayak gitu juga kali bang"
Dafa menaikan alis, "apaan?"
"Ekspresi lo kayak duda ditinggal kawin aja"
"Najis!" Umpat Dafa. Perlahan cowok itu tertawa. Tapi perlahan memudar kala melihat sosok laki-laki bertubuh tegap mengetuk pintu kelasnya.
"Emhh, Lira-nya ada?" Katanya dengan gaya cool. Membuat gadis-gadis yang berada dikelas seketika menggigit kuku, meredam teriakan histeris mereka.
"Uuh, gak kuat ade bang"
"Astajim, potret cogan sekolahku"
"Lebay!" Yang terakhir itu suara Dafa. Dia benar-benar muak melihat cowok itu yang dengan sok kegantengannya mencari Lira.
Apalagi saat Lira dengan wajah sumringah menghampiri cowok itu.
"Yaa, ada apa kak Adlan?"
Sialan,
Bolehkah Dafa mengumpat?
***
Dua kali update guys, jan lupa vote dan comment😂
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby Girl
Fiksi RemajaAlira bagaskara, gadis itu terlalu lugu untuk seorang Ardafa Baradewa, si bad boy sekolah yang terkenal dingin dan tak berperasaan. Ardafa jatuh hati pada kepolosan Lira. Dan Lira terlena dengan janji yang diucapkan Dafa kalau cowok itu akan selalu...