4. Kalah Telak

34 6 0
                                    

| Bimbang masih setia bermain di kepala,
menari kesana kemari,
membiarkan nurani lelah mengejarnya.
namun hati sudah memutuskan berhenti di satu tempat,
tempat yang jelas tak sesuai.|

Hari Rabu. hari dimana Daisha mendapat jam kuliah siang dan harus nganggur dipagi hari yang selalu membuatnya bosan.

Tapi tidak untuk kali ini. dia sudah berdiri di depan sebuah rumah yang sangat ia hafal. "Pagi, Pak.."

"Daisha? gak kuliah?." seorang pria paruh baya dengan tubuh atletis dan brewok menambah kesan garangnya menyapa Daisha dari jauh.

"Iya pak hari rabo kan." Daisha mendekat kearah bapak tersebut yang tengah asik menyiram tanaman milik istrinya.

"Oh iya Bapak lupa. sekarang mau bantu Bapak sama Ibu apa mau maen sama Edsel?." Ucap orang itu menyodorkan gunting rumput pada Daisha yang membuat keduanya tertawa bersama.

"Bapak itu loh. wong yo Edsel udah balik masa Daisha tetep disuruh ngebantu kita. biar dia jalan jalan bareng anak bule dadak itu."
Ibu Edsel yang keluar membawa sekeranjang pakaian yang akan di jemur di taman depan rumahnya menyahuti perbincangan kedua orang di depannya.

"Iya bapak ini loh bu hehehe. Edselnya mana? masih molor bu?."

"Iya kamu bangunin sana Dai. ibu minta tolong."

Kedua orang tua Edsel sudah menganggap Daisha sebagai anak gadisnya sendiri. bagaimana tidak Edsel dan Daisha sudah seperti perangko dan amplopnya sejak di TK yah beginilah kebiasaan Daisha. dan tak jauh beda dengan perlakuan Ayah Bunda Daisha pada Edsel.

"Kebooo bangun lo!" Daisha tanpa permisi masuk ke kamar Edsel dan langsung melompat lompat diatas kasur Edsel yang empuknya bukan main.

"Daisha! lo bener bener ya kurang ajar banget sumpah." suara serak khas orang bangun tidur keluar dari bibir tipis Edsel. sambil mengusap iler yang tergambar dipipinya.

"Udah bangun cepet dari pada gue kasih upil nih...nih.." jari telunjuknya berpura pura membawa kotoran hidungnya kedepan wajah Edsel.

Grep

Edsel dengan cepat menangkap tubuh Daisha membenamkannya dalam pelukan. wajahnya dan Daisha hanya sebatas angin.

Edsel memejamkan kembali matanya menggunakan Daisha sebagai pengganti guling. yang dirasakan Daisha saat ini seakan oksigen telah dirampas dari sekitarnya hingga ia sukar bernafas. wajahnya merah padam menahan debar jantungnya tak karuan, berharap posisi ini tak akan berakhir namun tetap khawatir jika Edsel bisa merasakan detak jantungnya yang seperti akan meloncat keluar ini.

"Wajah lo kenapa?." serak Edsel membuka sebelah matanya. tetap memeluk erat Daisha.

Gelagapan otak Daisha mencari alasan yang pas "Gue ga bisa nafas bego.! lepasin" berusaha memberontak dari kukungan lengan Edsel walau sebenarnya tak diinginkannya.

"No!. ini anget banget, nyaman bikin gue ngantuk lagi." alih alih melepaskan pelukannya Edsel malah bertambah menelusupkan tubuhnya lebih dalam kearah Daisha.

Sudahlah, Daisha kalah telak oleh hatinya. hatinya sudah seutuhnya kembali dimiliki orang yang saat ini memeluknya erat. Daisha hanya sanggup tersenyum getir dalam hangatnya pelukan ini.

***

Jam digital pada handphone Daisha mencetak angka 12.40 PM. yang berarti 50 menit lagi kelasnya akan dimulai, ia dengan cepat beranjak dari samping Edsel yang tengah serius menyimak film horror comedi dari thailand di laptopnya.

"Mau kemana lo?." tegur Edsel tanpa mengalihkan pandangannya dari film yang berlangsung.

"Kuliah lah!" 'sayang' tambahnya dalam hati. membuat Daisha tersenyum sendiri.

Daisha hampir keluar dari pintu rumah Edsel namun berhenti saat tasnya di gelayuti dengan tidak sopannya oleh pemilik rumah yang kilatnya meloncat dari sofa ruang tamu.

"Make Me Shudder gue belum kelar Dai..." manja Edsel

"Lo bukan cowok penakut Ed jangan lebay!." Daisha berusaha melepas cengkraman tangan Edsel dari ranselnya.

"Emang," pemuda itu melepas cengkramannya "gue bosen sendiri dirumah, gue ikut lo kuliah." putusnya sepihak membuat Daisha cengo dengan pernyataan yang tiba tiba itu

"Eh tapi...." gantung Daisha saat melihat Edsel meluncur kekamarnya yang diyakini gadis itu tengah berganti kostum.

5 menit

14 menit

20 menit

"Eeeeed lama bener kayak cewek lo!. tinggal nih!." tanpa bantuan toa pun suara Daisha sudah memenuhi rumah besar Edsel.

Tersangka pun turun dengan gopoh sambil membenarkan letak pinggang celannya.

"Gak sabaran banget jadi cewek!."

"Gue telat koplak!."

"Boker...gue boker dulu tadi mules nih."

Gadis itu pun acuh dan langsung keluar menuju mobilnya. dia bisa telat jika terus berdebat dengan yang dicintainya itu.

lima menit lagi kelas dimulai. Pak Sukron dosen yang tersohor killer akan membunuhnya jika ia telat. Daisha bergidik ngeri membayangkan wajah suram dosen tersebut. dengan cepat ia memarkirkan Rubiconnya.

"Kelas gue kelar 2 jam lagi. serah lo mau ngapain, kalo kesasar WA gue aja.!" setelah itu Daisha berlari kilat meninggalkan Edsel yang masih berdiri di parkiran.

"Let's get lost, let's gooooo" gumam Edsel seperti jargon acara tv.

Edsel berjalan hanya dituntun oleh nalurinya tanpa tau apa apa. sudah jauh dari tempat asalnya, kakinya panas.
ia duduk di kursi panjang dibawah pohon yang langsung menghadap gedung megah bewarna abu cerah itu.

"Edsel?."

"Hanum..." Lelahnya hilang saat senyum gadis ini masuk ke dalam pupilnya.

"Kok kamu disini?."

"Gue ikut Daisha tadi. coba keliling eh kesasar." mata Edsel lekat pada senyum Hanum di depannya

Hanum mengangkat lembar tugasnya membuat gerakan naik turun. berinisiatif mengipasi Edsel saat ia melihat tubuh sahabatnya di penuhi peluh.

"Biar gak panas hehehe."

"Gausah repot repot Han nanti kamu capek." Edsel merebut kertas itu dari tangan putih Hanum.

"Kamu udah makan belum?," pemuda disampingnya hanya menggeleng "kamu mau? aku buat sendiri."

sebuah kotak berwarna mocca berisi brownies dengan taburan kacang almond terlihat menggiurkan disana. jelas perut Edsel bereaksi dengan suara suara memalukan.

"Aaaaaa'.." Edsel membuka lebar mulutnya dan jari telunjuknya menunjuk kesana. memberi isyarat agar disuapi, Hanum tersipu sambil menganguk paham.

dipotongnya kecil kue tersebut dan mengantarkan ke dalam mulut Edsel. nyam nyam nyam... Edsel lahap menguyah potongan tersebut.

Edsel merasa ada yang berbeda dengan dirinya, bahagia berlebih dan rasa nyaman teramat sangat ia rasakan kali ini.

'Apa itu karena senyumnya?.'

to be continued....

PendambaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang