1

27 1 0
                                    

Namanya Jeon Jungkook, ia termasuk salah satu teman kampusku. Kami kenal cukup baik, dari mulai orientasi—dengan senyuman manisnya—ia memperkenalkan diri 'Namaku Jeon Jungkook, aku dari Busan.' Gigi kelincinya terlihat saat ia tersenyum, aku yang sedang beristirahat sendirian membalas salam kenalnya.

Kami semakin akrab ketika tahu bahwa rumah kami dekat, jadi aku dan Jungkook sering kali pulang bersama sehabis kuliah. Jungkook anak yang pintar, namun agak ceroboh karena ia punya kebiasaan tidak fokus pada apa yang ia lakukan. Tapi itu tidak mempengaruhi hal besar,  hanya hal-hal kecil saja.

Hari itu, hari ulang tahunku yang ke-20. Tidak terasa aku sudah 2 tahun menjadi mahasiswa, yang berarti sudah 2 tahun juga aku bersahabat dengan Jungkook.

Sepulangku dari kampus, aku mendapat telepon darinya.

"Kau di mana?" Ia bertanya.

"Aku sedang di jalan, menuju pulang." Sahutku, hari itu ia pulang lebih dulu. "Kenapa?"

"Um, tidak.. aku hanya heran mengapa kau lama sekali membalas pesanku." Jungkook sedang tersenyum, aku tahu itu.

"Tidak biasanya kau menunggu balasan dariku. Aku baru saja selesai latihan, jadi ponselku baru aku nyalakan beberapa menit lalu, dan kau langsung menghubungiku." Aku memegang kuat gagang bus agar tidak terjatuh selagi berdiri.

"Ah ya, baiklah. Sudah dulu ya." Kemudian ia menutup telepon, tidak jelas sekali.

Lima belas menit kemudian aku sampai di halte dekat rumahku. Aku melihat seorang laki-laki memakai kaus biru, celana pendek di bawah lutut dan sendal jepit, sedang duduk di halte bus. Siapa lagi kalau bukan Jungkook? Anak laki-laki tidak jelas itu yang baru saja meneleponku.

"Hei!" Sapanya seraya aku turun dari bus.

"Jungkook? Apa yang kau lakukan di sini?" Tanyaku.

"Um, tidak.. Bisa kah kau ikut aku sebentar?" Ia tersenyum ragu-ragu.

Tanpa basa-basi langsung ku ikuti langkah Jungkook menuju ke sebuah taman.

"Sini!" Jungkook yang sudah berada beberapa meter di depanku, mengajakku masuk beberapa langkah ke hutan kecil di belakang taman.

Bingung? Pastinya. Terus saja aku ikuti langkah Jungkook sambil bertanya-tanya dalam hati. Aku berlari kecil mengejar Jungkook sampai langkah kami sejajar.

Jungkook menarik pergelangan tanganku lembut.

Kami tiba di depan sebuah rumah pohon sederhana. Pohonnya tidak terlalu tinggi, sehingga bisa dicapai hanya dengan beberapa anak tangga. Aku tercengang, sejak kapan ada rumah pohon di hutan belakang taman?

"Hehe, aku membuatkannya untukmu." Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Selamat ulang tahun." Ia tersenyum padaku, namun suaranya lebih pelan, terdengar ragu-ragu.

Aku pernah bercerita pada Jungkook, aku menginginkan sebuah base camp, untukku dan dia berkumpul bersama teman-teman.

Dan aku bilang padanya, aku memebenci keributan. Tapi itu sudah lama sekali, mungkin di semester pertama.

Lalu ia membuatkanku sebuah rumah pohon ini. Aku tidak tahu bagaimana senangnya perasaanku. Aku tidak berhenti tersenyum, wajahku memerah, ingin sekali kupeluk Jungkook.

"Terima kasih." Aku tertawa, air mataku keluar sedikit.

"Um, sama-sama." Jungkook tersenyum memperlihatkan giginya, kemudian mempersilahkanku naik ke atas rumah pohon buatannya itu.

———

Hari sudah sore, matahari sebentar lagi tenggelam. Aku dan jungkook sedang berjalan ke arah rumah kami.

"Jungkook, jika boleh aku bertanya" Aku menatap jalan di depanku. "Kapan kau memikirkan ide itu? Untuk membuatkan rumah pohon. Maksudku.. itu gila!" Aku tertawa, kemudian melihat Jungkook.

"Kau mau aku jawab jujur, atau bohong?"

"Kalau bohong?" Aku menjawab.

"Um, bohong ya." Ia bergumam "Sekitar seminggu lalu." Jungkook tersenyum.

"Baiklah-baiklah, aku ingin jujur." Tawaku pelan. Tidak terasa kami sudah sampai di depan rumahku.

"Setahun yang lalu." Ia tidak menatap mataku. Aku terkejut. "Saat aku memberimu satu album musik dari boyband yang kau suka, ditambah dengan voice note dariku. Yah, saat itu aku sudah berpikir apa kejutan untukmu tahun depan." Ia menatapku, lalu tersenyum.

"Setahun yang lalu?" Gumamku pelan. "Okay, aku tidak menyangka kau melakukan ini padaku. Terima kasih banyak."

"Iya, sama-sama. Kau teman dekatku, mana mungkin aku lupa."

"Seberharga itukah aku?" Candaku.

"Iya." Jawabnya serius.

"Hm, baiklah.. Lalu kau sudah punya rencana untuk tahun depan, hm?" Masih dengan candaku.

Jungkook terdiam sebentar, berpikir.

Matahari sudah hampir sempurna tenggelam, burung-burung hitam satu per satu mulai memasuki sarangnya.

Entah kenapa, jantungku berdegup kencang. Mata Jungkook bertemu dengan mataku, aku bisa mendengar deru napas beratnya. Tidak ada satu dari kami yang ingin ini berakhir.

Lalu satu kata itu muncul dari mulutnya, kata yang membuat malamku terasa panjang karena terus memikirkannya.

"Ehm. Mungkin aku menyatakan perasaanku, bahwa aku menyukaimu." Jungkook tersenyum. Aku tercengang.

Jungkook melambaikan tangannya ke arahku, ia harus pulang.

Matahari sudah turun sempurna. Dunia sudah gelap. Punggung Jungkook menghilang dari penglihatanku, meninggalkan sejuta pertanyaan dan perasaan yang ingin kuutarakan untuknya.

Dalam hati aku bergumam ; Aku juga menyukaimu, Jeon Jungkook. Aku sangat menyukaimu.

–———

Lucu kalau mengingat hal itu. Aku duduk di sofa sambil meminum teh hangatku, ditemani rintik hujan kecil.

Lalu tiba-tiba seseorang memegang pundakku dari belakang dan mengecup kepalaku.

"Rambutmu wangi sekali, apa nama samponya? Aku suka." Katanya seraya menatapku bingung. Aku tercengang, kemudian bangkit dari sofa dan melihat laki-laki itu sedetail mungkin.

"Kalau kau tidak mau beri tau, aku cium." Lanjutnya dengan sebuah ancaman.

Lalu aku tersenyum lebar.

Ia menggendongku saat aku mulai memeluknya. "Kau sudah pulang!! Aku rinduuuuu hahaha." Tawaku, sambil mencubit pipinya saat aku melepas pelukannya.

"Ya, aku pulang. Maaf tidak memberitahumu, sayang." Ia tersenyum, masih sama. Gigi kelinci itu masih ada.

Tidak terasa, sepuluh tahun yang lalu. Aku jatuh cinta dengan temanku yang sekarang resmi menjadi suamiku, ia seseorang dengan senyuman kelinci itu (kau tidak akan tau seberapa besar aku ingin memeluknya saat ia tersenyum lucu).

"Jadi, kau mau aku buatkan apa? Istriku?" Sahut laki-laki itu.

"Hm, aku sudah sarapan Tuan Jeon, tapi aku tidak keberatan jika kau membuatkanku pie madu." Aku mengikuti suamiku menuju dapur.

"Apapun untukmu! Ah, aku terdengar berlebihan bukan? Tidak apa, yang penting istriku senang. Pie madu, here we come!"

Cup.
Ia mencium pipiku sebelum mengambil bahan dari bawah meja.

END

Jatuh cinta dengan sahabat sendiri, tak selalu harus berakhir buruk, bukan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 07, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BTS Jungkook FanFiction (One Shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang