07. Gus Alim

21.9K 930 5
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

.
.
.

Suasana  pesantren berjalan seperti biasa, Santri dan santriwati lalu lalang dengan kesibukan masing-masing. Ada yang sedang menghafal di pojokan masjid, bergotong royong membersihkan area pesantren, ada yang sibuk bersih-bersih di area tempat makan. Dan ada yang sedang sibuk leha-leha menikmati pemandangan sibuk disekitarnya. Siapa lagi kalau bukan Ghazy Alfian Rajendra.

"Woi Ghaz, bantuin kita sini!" Seru Reza yang kini tengah sibuk memilah sampah plastik dan daun-daunan.

"Ogah. Lu aja sana," jawabnya acuh.

"Yaelah, terus apa gunanya lo berdiri disitu? Cosplay jadi patung pancoran?" Kadang Reza kesal juga jika Ghazy sudah berulah. Terhitung sudah sekitar seminggu Ghazy tinggal di tempat ini. Tapi, jika sudah menyangkut bersih-bersih anak itu selalu kabur.

Alasannya banyak, takut kotorlah, banyak kuman sama viruslah, tangannya gatal-gatal hingga alasan yang paling sering ia gunakan untuk kabur dari tugas membersihkan itu sakit perut. Entah kenapa, disaat semua orang sibuk membersihkan ia selalu mengeluh sakit perut pada pengurus pesantren.

"Bos dong, masa bos kerja. Yang kerja itu karyawan alias bawahan."

"Dih, lagaknya bersama bos besar. Kita semua disini itu sama Ghaz. Lo liat sono si Raka, sekelas Raden Mas aja rajin bersih-bersih. Gue yakin nih kalau dirumahnya si Raka itu pasti dilayanin sama pelayan di rumahnya. Mau apapun tinggal nyuruh. Lah lo, orang biasa aja lagaknya masya Allah." Ghazy menengok kearah Raka yang memang sangat sibuk bersih-bersih, bahkan bangun salat malam saja yang lain belum bangun ia sudah merapikan tempat tidurnya. Lemari di kamar mereka juga isinya yang paling rapi itu milik Raka.

"Ya terserah gue dong, itukan Raka. Ini gue Ghazy."

"Kebersihan itu sebagian dari iman, walau hadist ini daif atau sangat lemah. Tapi menurut gue nggak salah juga. Kalau kita hidup bersih ya berarti kita suci dari hadas apapun. Kalau kita bersih badan kita juga sehat. Jadi ayo bersih-bersih." Ajak Reza lagi, entah dengan cara apa ia bisa membujuk si kepala baru itu.

"Nggak ah, mending gue ke Ndalem. Cari makan, Nyai pasti punya makanan." Tuh kan, walau dibujuk seperti apapun Ghazy ini sangat malas membersihkan.

"Eh, Ghaz!" Teriakan Reza tak dihiraukan oleh Ghazy.

"Selamat membersihkan kalean!" balasnya berteriak sebelum menghilang di perbatasan.

"Kabur lagi?"

"Iya Al, pusing juga gue lama-lama ladenin sifat Ghazy ini. Berkat dia yang selalu kabur kita kena hukuman mulu, lah dianya malah kesenangan dihukum."

"Biarin aja, nanti dia juga sadar sendiri kok. Lo nggak inget gimana kita waktu awal-awal disini? Untung itu anak belum lompat pagar buat kabur, lah kita berapa kali percobaan dulu tuh?" Alka tertawa jika mengingat bagaimana ia dan Reza yang bisa dibilang sangat bandel. Tak terhitung berapa kali mencoba melarikan diri dari penjara suci ini.

"Iya juga ya, dan selalu berakhir diruang kedisiplinan gara-gara Raka ngadu ke Ustadz Mahmud. Emang tuh sih Raka biang kerok, mana kalau kita dihukum dia enak-enakan tidur lagi." Reza ikut tertawa. Remaja lima belas tahun dulu itu memang bisa terbilang nakal, kerjanya saat masih menduduki bangku SMP kalau bukan tawuran ya berkelahi dengan teman sekolahnya atau sekolah lain.

Crazy Ghazy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang