Waiting

567 44 4
                                    

Menunggu.
Apakah menunggu itu menyenangkan?
Ataukah begitu menyakitkan sampai kau merasa sesak yang begitu dalam?

"Huft."

Mouri Ran, seorang gadis cantik yang masih memakai seragam sekolah menengah itu menghembuskan napas. Matanya menatap jalanan di bawah yang masih dibasahi rintik air hujan, dari jendela rumahnya.

Ia memejamkan mata sebelum kemudian berbalik dan berjalan dengan langkah gontai menuju sofa yang berada di sudut ruang keluarga.

Hujan kecil itu mengingatkannya pada sosok yang sangat ia rindukan. Sosok teman masa kecil sekaligus cinta pertamanya yang saat ini bahkan tidak tahu berada dimana.

Kudo Shinichi.

Satu nama itulah yang selalu ada di pikirannya.

Ran masih mengingat jelas saat masih di sekolah dasar sore itu. Hujan juga turun walaupun lebih lebat.

Ia tidak bawa payung. Tadinya Ran lebih memilih menunggu sampai hujan berhenti, tapi pemikiran itu berubah ketika matanya menangkap sosok Shinichi berjalan ke arahnya.

"Ayo pulang," ajaknya sembari membuka payung.

Setelah siap, ia kembali menoleh pada gadis kecil di sampingnya, "Kau tak mau pulang?"

Ran memandangi Shinichi dan payung berwarna abu-abu itu bergantian, membuat anak keluarga Kudo di sampingnya itu mengerutkan dahi.

Beberapa detik, senyum jahil terpatri di wajah Ran. Ia mengambil payung tersebut dan menutupnya. Kemudian menarik Shinichi untuk ikut menerobos hujan.

"O-oi, apa yang kau lakukan?" tanya Shinichi mengeraskan suaranya. Ia menoleh ke belakang dimana semua mata masih menatap mereka.

"Ayo kita menikmati hujan ini, Shinichi."

Shinichi kembali menghadap ke depan setelah mendengar teriakan dari Ran. Gadis kecil itu tersenyum sangat manis. Ran melepaskan genggaman tangannya dan menengadahkannya pada air hujan.

Ia terus berlari sambil sesekali memutarkan tubuhnya. Membuat Shinichi mau tak mau ikut berlari dengan menunduk, menyembunyikan wajahnya yang ikut tersenyum.

"Kau bisa sakit, Ran!" teriaknya kemudian.

Yang disebutkan namanya hanya menoleh dan kembali tersenyum, "Selama ada Shinichi, tidak apa untukku."

Dan keesokan harinya, keduanya tidak bisa masuk sekolah karena demam, setelah kemarin dimarahi sang ibu masing-masing.

Ran tersenyum miris. Membayangkan betapa senangnya ia ketika pemuda maniak misteri itu masih ada di sini. Bersamanya.

Gadis itu kembali menghembuskan napas berat. Rasa sesak pun memenuhi dadanya lagi.

Kapan pemuda mengesalkan itu kembali?
Haruskah ia menunggu lebih lama lagi?

Lalu, bagaimana dengan perasaannya?
Akankah ia bisa menjaganya sampai akhir? Sampai Shinichi kembali?

Bagaimana jika yang didapatnya hanya kekecewaan?
Bagaimana jika Shinichi tidak memiliki perasaan yang sama sepertinya?

Ran membaringkan tubuhnya di sofa dalam posisi miring. Menutup matanya selama beberapa saat. Sampai dirasakannya sesuatu menyelimuti tubuhnya.

Ran membuka matanya perlahan. Sosok yang sejak tadi di pikirkannya ada di hadapannya sekarang, menutupi tubuhnya dengan selimut dan tersenyum.

"Tidurlah, Ran. Kau pasti lelah. Tenang saja. Aku berjanji kembali suatu hari nanti. Tunggulah aku."

"Shinichi."

Ran tersenyum sebelum kemudian menutup matanya kembali. Sesak di dadanya seketika menghilang.

"Jika itu yang kau mau, Shinichi," batinnya.

Dug

"Akh."

Ran segera membuka matanya ketika pekikan kecil itu terdengar. Ia mendudukkan dirinya setelah melihat Conan terduduk di lantai di depannya.

"Conan, kau tak apa?"

Anak kecil berkacamata yang mengusap-usap lengannya itu mendongak. Kemudian tersenyum memperlihatkan deretan giginya.

"Tidak apa, hanya terbentur meja sedikit. Kak Ran lebih baik tidur lagi. Sepertinya kak Ran kurang sehat."

"Sekarang aku sudah mendingan," jawabnya tersenyum, "Oh apa Shinichi tadi ada di sini?"

Conan gelagapan, "A.. itu.. aku.. tidak tahu, kak Ran."

Gadis Mouri itu menghembuskan napas sebal, "Mungkin hanya imajinasiku saja."

"Apa kau lapar, Conan? Aku akan membuatkan makanan untukmu," lanjutnya dengan raut wajah yang sudah kembali tersenyum.

"Iya, kak Ran."

"Baiklah, kau tunggu di sini ya."

Ran bangkit menuju dapur dan dibalas anggukan mantap oleh Conan.

Tak lama, Shinichi yang menyusut itu menunduk. Menatap nanar punggung sang gadis yang menjauh.

Maafkan aku, Ran.
Aku tahu kau sakit. Karena itulah aku pasti kembali.

FIN.

^^

Halo semua👋
Kayaknya judulnya kurang pas (?) harap dimaklumi yaa😁
Thanks yang udah baca ^^

Just Waiting YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang