Jilid 18

626 14 1
                                    

Hong-lay-mo-li tidak menyangka orang bicara blak2an secara jujur terhadap dirinya, sekilas melengak, lantas tertawa: "Sepak terjangmu memang aneh dan susah dijajaki?"

"Kau maksudkan peristiwa dipuncak Thaysan tem-po hari? Bahwasanya kejadian itu tidak perlu dibuat heran, aku menentang dia jadi raja adalah persoalan lain, tapi raja negeri Kim kita se-kali2 pantang terbunuh oleh kau! Dulu salah seorang raja negeri Song kalian pernah tertawan oleh negeri Kim kita, kalian bangsa Song anggap merupakan suatu penghinaan yang terbesar, jikalau raja kita sampai terbunuh olehmu, betapa aku tak kan merasa suatu penghinaan?"

"Bangsa Nuchen menjajah negeri Song kita, membantai rakyat negeri Song kita pula, sebaliknya kita tak pernah menjajah dan main agresi terhadap negeri Kim kalian."

"Disitulah letak dari titik tolak kenapa aku menentang Wanyan Liang menjadi raja, Dia bukan saja bertujuan mencaplok teri, malah hendak melalap kakap sekalian, dia sudah bertekad pada musim rontok tahun ini, hendak merayakan musim semi di kota raja negeri Song kalian, yaitu

Ling-an, hal ini kaupun sudah tahu."

Hong-lay-mo-li merasa diluar dugaan, katanya: "Tak nyana dalam menghadapi persoalan ini, kami mempunyai maksud tujuan yang sama, sama2 menentang raja negerimu."

Bu-lim-thian-kiau menghela napas, katanya rawan:

"Wanyan Liang mengerahkan pasukan besar2an, rakyat negeri Song secara langsung yang mengalami penindasan dan penderitaan, memangnya manfaat apa pula yang dirasakan oleh rakyat negeri Kim kita? Bukankah mereka sama saja mengalami perpisahan keluargaan, sawah ladang terlantar?" Kejut, heran dan tak terduga sama sekali oleh Hong-laymo-li mendengar uraian Bu-lim-thian-kiau yang mencurahkan isi hatinya secara lapang dada. Baru sekarang pula dia betul2 menyelami dan memperoleh pengertian yang mendalam tentang pribadi, watak dan pambek Bu-lim-thian-kiau.

Bu-lim-thian-kiau sendiripun ber-kaca2 matanya, tiba2 ia terloroh tawa keras, katanya: "Ah, betapa ceroboh aku ini, belum lagi aku tanya maksud kedatanganmu lantas, nerocos soal politik, soal kenegaraan yang merisaukan ini, Baiklah, sekarang giliranku tanya kau apa maksud kedatanganmu?"

Sebentar Hong-lay-mo-li memenangkan pikiran, katanya kemudian: "Terima kasih kau sudi membeber isi hatimu kepadaku, memang itulah persoalan yang selalu mengganjel dalam relung hatiku dan tak enak kuajukan, Kalau tidak kau jelaskan, mungkin selamanya aku tetap pandang kau sebagai musuh."

Setelah tertawa geli, dia menyambung: "Sekarang aku ingin tanya persoalan pribadimu, entah sudikah kau beritaku kepadaku?"

"Silakan berkata."

"Apakah kau sudah kenal baik dengan Susoku? Dimana dia sekarang?"

"Malam itu aku muncul di Siang-keh-po, kebetulan menolong Susomu, tentu kau merasa heran, benar tidak? suhengmu jahat dan punya tujuan keji, kukira karena malu menjadi gusar, tentu dihadapanmu dia memfitnah orang semena2?"

Bu-lim-thian-kiau dapat menduga kejadian dengan tepat, Hong-lay-mo-li benar2 tunduk lahir batin, tapi keburukan rumah tangga tak enak dibeber dihadapan orang luar, terpaksa dia tidak bisa memberi penjelasan merah jengah mukanya.

Bu-lim-thian-kiau berkata: "Tentang rahasia ini boleh kuberitahu kepada kau, Dengan Susomu selamanya aku belum pernah kenal, tapi dia terhitung Su-ciku, ada dua tujuan aku pergi ke Siang-keh-po, satu diantaranya adalah hendak menemui Suciku yang belum pernah kulihat ini."

Hong-lay-mo-li tertegun, tanyanya: "Jadi kau inipun murid dari Siang-Kian-thian si gembong iblis itu?"

"Bukan, Siang Kian-thian adalah Susiokku."

Hong-lay-mo-li melengak heran, gurunya menjadi musuh kebuyutan Siang Kian-thian, tapi selamanya belum tahu bahwa Siang Kian-thian punya seorang Su-heng.

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang