Jilid 27

454 11 0
                                    

"Dengan menyeret istri menggendong anak, sepanjang jalan selalu aku mengalami sergapan musuh dan dikejar2, kubunuh serombongan datang pula rombongan yang lain, kira2 setengah bulan lamanya, aku baru sampai diperbatasan Soatang, sebelum tiba di Thaysan, ibumu sudah terluka sekujur badannya, terserang penyakit demam lagi, dia tidak tega membebani aku, pada suatu hari kami tiba di pinggir sungai, mendadak dia lantas terjun ke air bunuh diri!"

Mendengar sampai disini tak tertahan lagi pecah tangis Hong-lay-mo-Ii dengan sesambatan pilu: "Bu, sengsara benar kau ini, putrimuIah yang membuatmu menemui ajalnya!"

Melihat orang nangis Liu Goan-ka tertegun malah, mendadak iapun sadar dan ingat, dirinyapun perlu perlihatkan rasa sedih, lekas ia usap2 mata memeras beberapa titik air mata, begitulah mereka ayah beranak sama bertangisan sekian lamanya.

Sesaat lamanya baru Liu Goan-ka bicara lagi: "Untunglah hari ini kami ayah beranak jumpa kembali, dialam baka ibumu tentu bisa meram dengan tentram."

---------------------

Apakah Hong-lay-mo-Ii termakan oleh cerita bohong Liu Goan-ka dan benar2 tunduk akan perintahnya?

Tugas apa pula dibalik kunjungan Bu-Iim-thian-kiau dengan gadis bergaman seruling dirumah Liu Goan-ka? Dapatkah Bun Yat-hoan menandingi Bu-Iim-thian-kiau?

  ---------------------  

Hong lay-mo-li ingin tahu kelanjutan peristiwa itu, segera ia menyeka air mata, mendengar penuturan ayahnya,

Liu Goan-ka mengeringkan air mata, tuturnya lebih lanjut: "Seumpama orang jatuh ketiban tangga lagi, malam itu setelah ibumu meninggal, musuh yang mengejar dengan menunggang kuda menyusul tiba pula, kali ini yang datang empat jago kosen dari negeri Kim, lihay luar biasa, dengan sebelah tangan membopong kau, sebelah tangan yang lain aku lawan keroyokan mereka, setelah pertempuran seru berlangsung, dua diantara keempat jago negeri Kim itu dapat kubunuh, dua yang lain terluka parah, badankupun terluka tujuh tempat, boleh dikata seluruh badanku sudah berlepotan darah, untung kau sendiri sedikitpun tidak sampai cidra, musuh2 tangguh akhirnya berhasil kupukul mundur.

"Tapi luka2ku sendiri teramat parah, takkan mampu melindungi kau lagi, jikalau musuh mengejar datang lagi, kami ayah beranak bakal gugur bersama, setelah kupikir pulang pergi, terpaksa kutempuh cara pasrah nasib kepada takdir, malam itu gelap gulita, secara diam2 kutinggalkan kau dipinggir jalan, semoga besok pagi ada orang lewat dan menemukan kau, kemungkinan kalau orang itu seorang baik bisa memelihara dan mengasuh kau. Kebetulan tak jauh dari tempat itu ada sebuah kelenteng bobrok yang tak ter-urus, dari sana kutemukan alat tulis kucantumkan nama dan tanggal lahirmu, serta sepatah dua patah permohonan supaya orang yang menemukan kau suka memeliharamu, setelah itu kutanggalkan jubanku untuk membungkus badanmu dipinggir jalan, Waktu itu kau tidur dengan nyenyak, sudah tentu tidak kau sadari bahwa ayahmu yang kejam ini tega meninggalmu demikian saja, Yau-ji, kau tidak salahkan perbuatan ayah yang tercela itu bukan?"

Tak tertahan Hong-lay-mo-li menangis sedih pula, katanya: "Ayah, demi melindungi aku, begitu besar pula kasih sayangmu kepadaku, memang cara yang kau tempuh cukup berbahaya, tapi demi kehidupan jiwa kami berdua terpaksa kau menggunakan cara ini, kenyataan sampai sekarang aku masih hidup, belum lagi aku nyatakan terima kasihku kepadamu, mana aku berani salahkan kau orang tua?"

Liu Goan-ka menghela napas, ujarnya: "Waktu itu akupun berpikir demikian, namun demikian, waktu aku meninggalkan kau, betapa pilu hatiku serasa ditusuk sembilu." kali ini dia sudah bersedih, sampai disini ia benar2 mencucurkan air mata dan sesenggukan sampai tak bisa bicara.

Kembali mereka bertangisan sekian lamanya, kini Hong-laymo-li malah yang keluarkan sapu tangan menyeka air mata Liu Goan-ka, tanyanya: "Belakangan bagaimana? Cara bagaimana akhirnya kau bisa lolos sampai di Kanglam?"

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang