Jilid 37

413 11 0
                                    

Akan tetapi karena kobaran emosinya, gerakan tipu2 silahnyapun dilancarkan demikian gencar dan aneh, semakin tempur semakin gagah dan kuat, serangan Hoa Kok-ham yang membadai ternyata kandas ditengah jalan, selalu mendapat rangsakan balasan yang tak kalah hebatnya pula.

Bahwa Tang-hay-liong sendiri belum berani menempatkan dirinya pada salah satu pihak, apalagi Hong-lay-mo-li yang tersangkut didalam persoalan ini, sudah tentu hatinya semakin hambar dan mendelu, apalagi setelah mendengar omongan Bu-lim-thian-kiau yang blak2an, seketika dia terlongong, siapa lagi perempuan yang dimaksud Bu-lun-thian-kiau kalau bukan dirinya? malu, senang dan serba susah sanubari Hong-lay-moli, malu karena Bu-lim-thian-kiau membongkar persoalan secara terbuka.

Senang karena kedua tokoh puncak tinggi ini sama2 jatuh hati dan naksir kepada dirinya, Serba susah karena menghadapi peristiwa yang terjadi didepan matanya, dia sendiri bingung dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan ?

Meski perasaan tidak tentram, namun Hong-lay-mo-Ii berempat tetap beranjak naik dan tiba diatas puncak. Sudah tentu Bu-lim-thian-kiau dan Siau-go-kan-kun sama2 melihat kedatangannya, pertempuran sedang memuncak adu jiwa, sudah tentu kehadirannya amat menggetar sanubari mereka, namun tiada yang berani pecah perhatian untuk menyapa kepadanya.

Dalam keadaan demikian, kedua orang ini sama2 kikuk dan malu, meski ada kesempatan bicara, merekapun tidak akan leluasa buka mulut.

Tanpa bersuara langsung Hong-lay-mo-li mendekati Tanghay-liong, dari sorot mata orang, Tan-hay-liong sudah melihat kepiluan hatinya, orang ingin minta penjelasan duduk persoalannya kepada dirinya. Maka dengan suara lirih Tanghay-liong berkata: "Ai, aku sendiripun tidak tahu bagaimana seluk beluk persoalannya? Aku tidak berani bilang Bu-limthian-kiau adalah utusan rahasia negeri Kim yang punya tujuan jahat dan merugikan kepentingan negeri Song kita, tapi aku percaya Siau-go-kan-kiin sekali tidak akan memfitnah orang se-mena2."

Hong-lay-mo-li punya pikiran yang sama, cuma kepercayaannya terhadap Bu-lim-thian-kiau lebih besar dari Tang-hay-liong. Maka dalam keadaan yang serba runyam ini, terpaksa dia tinggal diam, ikut peluk tangan menonton saja.

Kedua tokoh kosen ini sama keluarkan kepandaian sakti masing2, keduanya unjuk ketrampilan, kelincahan dan gemblengan ilmu silat yang tiada taranya.

Pukulan angin Siau-go-kan-kun berderai keempat penjuru, menderu kencang menerbangkan batu dan pasir, enam tujuh tombak sekitarnya angin masih bergelombang tinggi, sebaliknya hawa murni yang tertiup keluar dari seruling Bulim-thian-kiau tidak bersuara, namun perbawanya bisa mencapai beberapa tombak pula, kulit badan yang tersentuh terasa panas seperti menyentuh bara, amat mengejutkan.

Khing Ciau yang menyingkir jauh diluar gelanggang tidak tahu pertikaian apa yang terjadi, dilembari kesetiaannya terhadap nusa dan bangsa, melihat Siau-go-kan-kun mundur ber-ulang2 seperti terdesak di bawah angin, segera dia berseru:" Liu Lihiap, lekas kau turun tangan saja! Menghadapi anjing Kim buat apa harus pegang peraturan Kangouw segala?"

Namun Hong-lay-mo-li berdiri kaku seperti patung, se-olah2 tidak mendengar seruan Khing Ciau, bahwasanya hatinya sedang kalut dan gundah, tidak tahu apa yang harus dia lakukan, sesaat kemudian baru dia menarik napas, namun tetap diam saja.

Messki sedang bertempur sengit, namun panca indra Siaugo-kan-kun amat tajam dan selalu memperhatikan situasi sekelilingnya, sudah tentu helaan napas Hong-lay-mo-li didengarnya juga, serasa ribuan kati yang membenam kedalam relung hatinya. Tak urung hatinya membatin:

"Agaknya Liu Jing-yau memang kepincut terhadap Tatcu ini, tidak bantu aku, dia malah menghela napas gegetun!" saking kecewa, tiba2 dia gelak tawa lagi, permainan silatnya serempak berubah, seperti orang gila dengan kalap dia merabu dengan gencar.

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang