Jilid 50

395 8 1
                                    

Setelah memberikan pesan2 yang dianggap perlu, dengan mencucurkan air mata, Wanyen Tiang-ci pura2 bersedih, katanya sambil memegangi layon: "Yalu-ciangkun, maaf karena tugas lebih penting, aku tidak bisa mengantar keberangkatanmu." setelah pura2 menangis, ala kadarnya dia menyulut dupa berdoa dan ambil berpisah, Bergegas bersama Cutilo dan Kiu-lo Hoatsu minta diri.

Setelah ketiga orang ini pergi, baru semua orang merasa lega, Tak tertahan Jilian Ceng-sia tertawa cekikikan, katanya: "Di-ko memper benar kau berpura2. Hampir saja tak tertahan aku gelak2 tawa."

"Adik Sia, jangan kau kira dia tadi benar2 memberi hormat kepada Hi-komu? Agaknya kau tidak tahu betapa licik dan telengas hati Wanyen Tiang-ci! Coba kau buka peti mati dan periksa isinya."

"Lho ada keanehan apa lagi2 Ih-ko, baunya terlalu busuk, coba kau saja yang membukanya."

Yalu Hoan-ih ketarik juga, dengan kekuatan Kim-kong-ci-lat dia cabut paku dan membuka tutup peti mati, tampak patung kayu itu masih rebah utuh didalamnya.

Hong-lay-mo-li segera berkata: "Coba kau sentuh patung kayu itu."

Yalu Hoan-ih menurut, begitu jarinya menyentuh patung itu, laksana meraba kayu keropos dan lapuk, kayu sekeras itu ternyata sudah lebur.

Yalu Hoan-ih meleletkan lidah, katanya: "Kalau aku yang rebah disini, bukankah badanku sudah hancur lebur!"

Peti mati ini dibuat dari kayu jati yang paling baik kwalitetnya, diwaktu memberi hormat perpisahan tadi, tangannya pernah meraba peti, tak nyana gerak geriknya itu hanya menutupi perbuatan jahatnya, Tapi peti mati sedikitpun tidak kurang suatu apa, patung didalamnya justru sudah pecah, kepandaian Kek-san-bak-gu (memukul kerbau teraling gunung) sungguh amat mengejutkan.

"Liu-cici dari mana kau tahu?"

"Dua kali aku pernah gebrak melawan dia, waktu kulihat dia meraba peti, lantas aku tahu akan maksud kejinya, Kukira dia kuatir kami sengaja mengatur tipu daya, maka secara diam2 dia hancurkan mayat didalam untuk menjaga segala kemungkinan."

"Kejadian ini sungguh celaka!"

"Tapi, ada manfaatnya dan ada ruginya."

"Apa manfaat dan rugi yang kau maksud Liu-cici? Aku tidak mengerti," tanya Jilian Ceng-sia.

"Sia2lah Ih-komu pura2 mati, tanpa berhasil memancing Wanyen liang datang, Kini badannya sudah lebur, selanjutnya tidak bisa muncul dimuka umum, cara bagaimana dia bisa menolong Bu-lim-thian-kiau? Bukanlah mau untung malah buntung?"

"Untungnya setelah kejadian ini, mereka lebih yakin bahwa aku sudah mati! Maka keselamatanku tidak perlu dikuatirkan lagi." demikian timbrung Yalu Hoan-ih.

"Meski tidak curiga, tapi mereka hendak utus penasehat segala kemari, yang terang hendak mengawasi gerak gerik kita."

Yalu Hoan-ih tertawa dingin: "Tujuan Wanyen Liang hanya merangkul kita untuk menjual jiwa bagi kepentingannya, kapan dia pernah percaya kepada bangsa Liau kita?"

"Begitu penasehat tiba, setiap gerak gerik kita menjadi kurang bebas, Yalu-ciangkun tidak boleh tampil kedepan umum lagi, lalu bagaimana baiknya?"

Para panglima dan perwira lain beramai2 saling melimpahkan isi hatinya, ada puia yang berseru: "Lebih baik berontak saja!"

"Memang cepat atau lambat kita harus berontak, tapi sekarang belum tiba saatnya, Dengan kejadian hari ini, masakah Wanyen Liang tidak akan hati2 terhadap gerak gerik kita? Memangnya gampang tiga laksa pasukan kita hendak terjang keluar dari kelompok laksaan pasukan besarnya?"

"Kita boleh membarengi besok malam kentongan ketiga waktu penyerangan keselatan dimulai, angkat senjata berontak dari dalam."

"Tapi rencana kita hendak menawan Wanyen Liang hidup2, bergabung pasukan Song menggempurnya dari luar dan dalam. jadi rencana kita sendiri menjadi gagal. Apalagi masih ada Tam kongcu yang harus kita tolong?"

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang