Chapter 1

143 6 3
                                    

"Kamu mungkin bisa hapus nama Aku dalam hidup Kamu, tapi tidak dengan kenangannya."

-Tissa Liviana-


Mata Tissa menatap lekat sosok yang sedang duduk dihadapannya, Derran.
Kini mereka tengah berada disebuah kafe yang selalu mereka kunjungi setiap akhir pekan, hanya untuk sekedar berbincang-bincang sambil menikmati secangkir cokelat panas

"Jangan ngeliatin gue kayak gitu, nanti kalo lho suka sama gue berabe urusannya." ucap Derran dengan senyum lebar, Tissa menyunggingkan senyum kecil

"Sa, gue pengen ngomongin sesuatu boleh?" tanya Derran dengan nada serius

Kontan, mata Tissa pun membulat apa ini akhir dari penantiannya selama ini, pikirnya.

"Boleh, ngomong aja!" titah Tissa tak sabar

"Ini soal Kak Devin Sa."

Gubrak, mendengar pernyataan itu kini suasana hatinya kian berbalik namun ia mencoba menetralisir pikirannya 

"Gimana, ada perkembangan?" tanya Tissa yang dibalas raut wajah menandakan kekecewaan

"Lho yang sabar ya." Tissa menepuk pundak Derran

"Gue nggak tau harus gimana lagi, nyokap sering banget nangis sendirian, dia sering nanya kapan Devin pulang. Hati gue sakit Sa ngeliat orang yang gue sayang kayak gitu, gue sayang banget sama mereka, mereka bagian hidup gue tapi gue bego Sa, gue nggak tau harus ngapain."

Andai lho tau Der, gue juga pengen jadi bagian di hidup lho, biar lho sayang sama gue

Derran menjentikkan jari tepat di depan wajah Tissa "Lho kenapa?" Tissa menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil terkekeh

Tissa Liviana, sahabat yang selalu ada untuknya dan tak pernah lelah menemaninya. Semua berawal saat Ayah Derran dipindah tugaskan ke Jakarta sampai takdir mempertemukan keduanya. Saat itu Tissa merupakan sosok yang selalu menutup diri dan sepertinya tidak pernah bergaul dengan siapapun terkecuali dengan keluarganya sendiri. Hal itu membuat Derran merasa penasaran di umurnya yang saat itu masih menginjak 6 tahun tak sulit baginya untuk memulai pertemanan, apalagi begitu ia tau bahwa kamar mereka berdua bersebelahan membuatnya semakin mudah untuk mengawasi gadis cantik itu. Perlahan, Derran pun mencoba berkenalan dan mengenalnya lebih jauh lagi sampai akhirnya Tissa pun mulai luluh dan menyenangi pertemanannya dengan Derran, walaupun sepertinya Derran lah satu-satunya orang yang ingin berteman dengan seorang gadis seperti dirinya. Suatu fakta pun terkuak bahwa dahulu Tissa merupakan seorang gadis kecil yang sangat manja, periang dan disukai banyak orang, sampai suatu hari disaat umurnya yang masih sangat kecil ia pun harus melihat orang yang begitu ia sayang pergi untuk selamanya, Ayahnya terkena serangan jantung saat menemaninya bermain sepeda disebuah taman dekat komplek tempat tinggalnya, sejak saat itulah ia pun mulai mengurung diri dan membenci dunia luar, ia merasa tidak ada lagi orang yang akan selalu mengerti dirinya, mengerti segala keinginannya karena ia tidak terlalu dekat dengan Ibunya dan lagi ia merupakan anak tunggal. Bahkan saat itu ia belum sempat menunjukkan sebuah lukisan sebagai kado di hari ulang tahun Ayahnya, selain menjadi seorang arsitek Ayahnya pun merupakan seorang seniman lukis, maka tak heran bakatnya tersebut dapat ia turunkan kepada anak kesayangannya itu. Bakat itu terlihat sejak saat Ayahnya tengah melukis didalam kamar lukisnya, Tissa selalu memperhatikannya bahkan ia pun selalu ingin mencoba melakukan hal serupa seperti yang tengah dilakukan sang Ayah, walau pada akhirnya Tissa malah menghancurkan karya lukis Ayahnya, namun Ayahnya selalu sabar ia pun mencoba mengajari anak satu-satunya itu perlahan walau selalu nihil. Disaat ia mulai membuktikan kemampuannya, Tissa pun ingin memberikan karya lukisannya sebagai kado ulang tahun Ayahnya yang masih 1 bulan lagi ia begitu yakin bahwa Ayahnya akan senang menerimanya, namun sepertinya usaha itu sia-sia takdir telah merubah segalanya. Kini semuanya mulai berubah semenjak Derran hinggap dikehidupannya memberi warna dan semangat baru untuknya, bahkan Derran berkata

IntuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang