Gladys menyapu pandangan di setiap kata pada bukunya. Mulutnya sibuk melafalkan materi ulangan hari ini.
Kegiatan sama juga dilakukan Leslie. Menutup buku, ia menghela napas. "Thesis, pernyataan pendapat penulis akan sesuatu kasus atau fenomena."
Dari ekor mata Gladys, dapat ia lihat Leslie yang tak kalah serius menghafal.
"Leslie?" panggil Gladys meski suaranya tak terdengar.
Jelas tidak ada respon. Jujur, Gladys sebenarnya tak sampai hati untuk memberi tahu Leslie perihal Zidan dan Cindy. Cewek berkacamata itu kembali mengalihkan fokusnya ke arah buku.
Kali ini Leslie memejamkan matanya, dahinya sedikit berkerut lantaran berusaha mengingat apa yang baru saja ia baca. "Argument, terdiri dari inti masalah yang menjadi concern--"
"Social function, to persuade the reader or ...." Terdengar suara lantang Axel, membuat materi yang ada di otak Leslie memudar secara tiba-tiba.
Leslie menoleh ke arah Axel, "Axel."
Melepas earphone di salah satu telinganya, Axel menoleh, "Apa?"
Leslie memutar bola matanya jengkel. "Suara lo pelanin, ganggu!"
Axel tersenyum menang. Ia kembali memasang earphone di telinganya. "Social function, to persuade the reader or listener that something is the case," lanjutnya dengan suara lantang dan aksen baratnya yang sangat fasih. Tak heran jika bahasa Inggris Axel sangat lancar. Jordan, Papa Axel, adalah warga asli Australia.
22 tahun yang lalu, Jordan merupakan turis asing yang berkunjung ke Candi Borobudur kemudian jatuh cinta pada pandangan pertama dengan wisatawan lokal berparas cantik bernama Sekar, yang di kemudian hari menjadi istrinya sekaligus Ibu dari Axel Tri Bagaskara.
Leslie mengambil stabilo di kotak pensilnya, kemudian dilemparnya benda tersebut ke arah Axel.
"AW!" Axel mengaduh seraya mengelus-elus dahinya yang sakit.
Seringaian puas nampak pada wajah Lesile. "Sakit, 'kan?" ia kemudian terbahak melihat ekspresi Axel yang jelas kesakitan, "iyalah sakit!"
"Parah lo, Les. Masa gitu sama calon pacar?" kata Axel percaya diri.
Leslie menatap Axel datar, ia membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu.
"Hai Axel," sapa Anna, sembari mendudukkan dirinya di samping kanan bangku Axel.
Axel menoleh, lalu tersenyum kecut. Ia jauh lebih senang menggoda cewek ngambekan seperti Leslie, ketimbang berdekatan dengan Anna yang notabenenya anggota geng Snow. Geng yang isinya cewek semua tapi sembrono-nya minta ampun.
"Apa?" tanya Axel. "jangan ngajak ngomong dulu, gue lagi dengerin lagu."
"Dengerin apa, sih?" Anna melepas earphone di telinga kanan Axel, lalu memasangnya di telinga kirinya.
Kepedean memang, Anna pikir dengan paras cantik, dan dirinya yang merupakan anggota geng cewek populer di sekolah, banyak cowok yang akan tertarik atau setidaknya mudah ia dekati. Sayangnya tidak, Axel sudah bosan berpacaran dengan cewek-cewek yang gayanya selangit seperti Anna.
Axel berdecak kesal, "Ngapain sih, duduk di sini?"
Anna menoleh, lalu tersenyum lembut, "Kan ini bangku gue."
Cowok itu seketika tersentak. Axel jadi ingat, ia memang duduk di sembarang bangku supaya bisa mendekati Leslie, dan mengganggu cewek yang kelihatannya sedang stres karena menjelang ulangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Change
Teen FictionBanyak orang yang berasumsi bahwa harta kekayaan berbanding lurus dengan kebahagiaan. Tapi tidak menurut Regitta Gladys. Gadis yang jelas-jelas berasal dari keluarga kaya, namun kekurangan bumbu kebahagiaan dalam hidupnya. Sifat pemurung yang memben...