1784. (I)

7 2 0
                                    


Udara masih begitu segar, suasana gaduh dari beberapa rumah penduduk mewarnai pagi hari ini.

Tak terkecuali untuk rumah yang dihuni keluarga Rahmat. Rumah yang terlihat rapi dan nyaman itu merupakan rumah dari keluarga Rahmat.

Pintu masuk terbuka sangat lebar sehingga suara apapun yang timbul dari dalam rumah akan terdengar juga di luar rumah.

" Bu, mas Rahmat kenapa lama sekali ?, saya sudah tidak kuat bu... ," keluh seorang wanita yang tengah hamil dan terbaring di atas ranjang di suatu kamar dalam rumah tersebut.

" Tunggu sebentar ya nak, suamimu masih menjemput dukun beranak. Biar ibu kipas ya nak, keringatmu banyak sekali, " ujar seorang wanita paruh baya yang merupakan mertua dari wanita tersebut.

Setengah jam sudah berlalu, akhirnya seorang pria berambut hitam legam nan klimis memasuki kediaman Rahmat.

Pria yang juga berkulit sawo matang itu datang bersama seorang dukun beranak. Mereka berlarian memasuki kamar yang di gunakan oleh wanita yang tengah hamil dan wanita paruh baya tersebut.

"Rahmat !!!, Aduhhhh ,istrimu sudah bukaan ke tujuh!. Mana dukun beranaknya ?!?!?!?!," ucap wanita paruh baya itu sambil mengipas - ngipas seorang wanita yang tengah hamil dengan kipas tangannya.

" Saya disini bu, pak Rahmat, tolong bantu saya siapkan air pak, " ucap si dukun beranak.

Setelah membantu mempersiapkan proses melahirkan, pak rahmat diminta untuk keluar dari kamar. Ia begitu gelisah mendengar erangan dan teriakan istrinya yang sedang berjuang demi melahirkan buah hati mereka. Ia tak tega, namun tidak ada yang dapat ia lakukan selain berdo'a kepada tuhan.

Selang beberapa waktu, akhirnya terdengar suara tangisan khas seorang bayi. Ucapan syukur dan terima kasih pak Rahmat begitu saja keluar dari mulutnya.

Si dukun beranak langsung keluar dari kamar sambil menggendong seorang bayi yang masih berwarna merah.

Dengan bangga pak Rahmat menyambut bayi yang telah diperjuangkan oleh istri tercintanya, Rahayu.

Bayi yang telah lahir itu terus menerus menangis, air mata pak Rahmat pun tak terbendung lagi. Bayi laki-laki yang sehat dan rupawan berada dalam rengkuhannya.

Bangga dan terharu yang ia rasakan saat ini, ia lalu berlari mencari istrinya yang masih berada di dalam kamar.

Ia melihat istrinya yang terbaring tak berdaya dengan keringat yang memenuhi sekujur tubuhnya. Ia langsung berlutut disamping ranjang tempat istrinya terbaring.

Ternyata, ibunya yang duduk di samping nya pun ikut menangis dan menatap terharu kepada Rahayu.

" Terima kasih Rahayu, kamu berhasil. Ini, anak kita. Berilah ia nama sesuai keinginanmu. Saya tak berhak untuk memberi nama, " kata Rahmat kepada istrinya.

Rahayu hanya tersenyum sambil memandangi anak yang telah ia kandung selama sembilan bulan lamanya. Perlahan air matanya pun jatuh membasahi kembali pipinya yang telah basah oleh keringat.

" Adnan, saya ingin anak kita menjadi laki-laki yang gagah, berwibawa dan baik perilakunya maupun wataknya, " kata Rahayu dengan suara yang lemah dan parau. Rahmat dan ibunya setuju atas nama yang diberikan oleh Rahayu.

Keluarga itu pun mengawali hari pertama mereka bersama buah hati kebanggaan mereka, Adnan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 24, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Fall For You, Twice. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang