Jilid 52

365 12 0
                                    

Mendengar dorongan semangat Hong-Iay-mo-Ii, bangkit lagi gairah tempur Bu-lim-thian-kiau, kini bersama Jilian Cengsia mereka mendekat dan beradu punggung pula menjadi segitiga, musuh tidak diberi kesempatan untuk menerjang maju, mereka melawan terang tak kalah sengitnya.

Wanyan Liang angkat seruling itu lalu ditiupnya.

"Trilili..." suaranya nyaring tinggi, suara gaduh dari pertempuran dan bentrokan senjatapun tidak bisa menelannya Wanyan Liang gelak2: "Dua musuh berhadapan mengadu jiwa, siapa mati susah diramalkan Loh Bun-ing, hayolah kau kemari!"

Tiba2 terdengar sesorang berseru heran, tergetar hati Bulim-lhian-kiau, dalam repotnya dia sempat berpaling kesana, tampak dua perwira sedang berlari2 menuju arah Wanyan Liang, Bayangan perwira disebelah depan, naga2nya seperti seorang yang sudah amat dikenalnya.

Kepala barisan Bayangkari yang selalu berada disamping Wanyan Liang yaitu Tam To-hiong segera membentak:

"Siapa? Berhenti!"

Perwira yang didepan segera berseru: "Ada berita penting perlu dilaporkan kepada Baginda" suaranya merdu nyaring seperti suara perempuan, Tam To-

hiong curiga, bentaknya: "Laporkan dengan berlutut!"

Perwira itu mengiakan, badannya setengah membungkuk tiba2 kakinya mendepak, seorang Wisu yang bertombak didepannya dibikin terguling2. begitu melompat sekaligus dia lolos pedang, bagai anak panah "sret" pedangnya menusuk kedada Wanyan Liang.

Wanyan Liang memiliki tenaga pembawaan yang besar, terancam bahaya serta merta dia angkat seruling ditangannya, seruling ini benda pusaka, "tang" kembang api berpijar, Ceng kong-kiam yang digunakan perwira itu gumpil sedikit sebaliknya seruling itu tidak kurang suatu apa, betapapun tenaga pembawaan Wanyan Liang bukan tandingan tenaga dalam si perwira, kontan seruling ditahannya tergetar lepas mencelat ketengah udara.

Sekali lompat dan raih perwira muda itu berhasil menangkapnya, dengan jurus Ya-can-pal-hong (bertempur delapan penjuru dimalam hari) pedangnya diobat-abitkan menyapu seluruh tombak, golok yang merabu kearah badannya, berbareng seruling ditangan kirinya gunakan ilmu tutuk, dia incar Han-ki-hiat didada Wanyan Liang.

Sayang sekali serangan pertama gagal, siperwira sudah kalah cepat, Wanyan Liang sempat menyelinap kebelakang, Tam To-hiong lekas lolos golok merebut maju kedepan junjungannya, sebagai paman dekat Bu-lim-thian-kiau sudah tentu ilmu silat Tam To-hiong tidak lemah, dimana goloknya membacok, meski tidak berhasil bikin seruling ditanam perwira itu jatuh, namun telapak tangannya tergetar linu kemeng.

Cepat sekali Kiu-lo Siangjin juga memburu datang terus menggempur dengan sepasang kecernya, ilmu silat Kiu-lo lebih tinggi, seorang diri tak mungkin perwira ini melawan keroyokan musuh, terang begitu sepasang kecer lawan terangkap, kalau tidak mampus tentu terluka berat.

Se-konyong2 sesosok bayangan menerjang tiba, secepat ingin lesus, dia dorong perwira muda itu. sebuah benda hitam tahu2 menerjang kearah Kiu-lo Siangjin. Orang ini adalah teman perwira muda itu, dia mengenakan mantel lebar dari kepala membalut mukanya.

Mantel selebar itu sebetulnya kurang leluasa dipakai dalam pertempuran, tapi orang ini justru teramat lincah.

Begitu mengenai tempat kosong, kedua kecer Kiu-lo Siangjin beradu dengan keras, semua orang merasa pekak kupingnya Dalam seribu kesibukannya dia berusaha berkelit dari serangan benda hitam itu, namun tahu2 pundaknya sudah kena, meski Lwekangnya tinggi, sakitnya toh bukan kepalang, pakaian pundaknya malah hancur beterbangan seperti bekas tersapu oleh ruyung.

Kiranya perwira muda yang satu ini bersenjata kebut, di bawah tekanan tenaga dalamnya, benang2 kebut itu perbawanya lebih hebat dari ruyung lemas.

Dengan ayun goloknya Tam Tio-hiong merangsak maju, Kiu-lo Siangjin lekas tancap kaki dan menempati posisi bergabung melawan musuh, kedua perwira muda itupun tertahan tak mampu maju lagi, Para Bu-su yang lain segera memburu maju ikut menyerang dan mengepung.

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang