Jilid 58

404 12 2
                                    

Setelah menyalakan sebuah lilin Hong-lay-mo-li membuka pintu kamar yang dulu dia tinggali, tampak segala sesuatunya tetap tidak perubah, disapu bersih dan selalu terawat baik, malah kasur dan sprei baru saja diganti yang baru, agaknya suhunya sudah tahu bahwa dirinya hendak pulang, maka sudah dipersiapkan lebih dulu.

Legalah hati Hong-lay-mo-li, maka dia rebahkan Ji-lian Ceng-hun diatas ranjang, kembali Liu Goan-cong memeriksa keadaannya setelah ganti obat, dia berkata: "Keadaanmu lebih baik, dalam tiga hari ini kau boleh turun ranjang, Nona Jilian, sekarang jangan kau banyak pikiran, rebahlah istirahat dengan hati tentram, tidurlah."

Tujuh tahun sudah Hong-lay-mo-li meninggalkan kamar tidurnya ini, namun semuanya serasa serba baru dan bersih dan lengkap, tiada satu apapun yang kelihatan janggal. Seakan2 baru kemaren dia keluar dan hari ini kembali.

Akhirnya dia bercermin duduk didepan toilet, terbayang akan kehidupan masa lalu, pelan2 tangannya menarik laci, tiba2 sorot matanya tertuju kepada sebuah benda, tanpa terasa dia menjublek seketika.

itulah sebuah kotak ukiran yang terbuat dari kayu kuning,

kotak mainan hasil karyanya sendiri diwaktu kecil, didalam kotak ini tersimpan dua butir kacang merah, diatas kacang merah itu masih ada bekas goresan kuku jarinya, malah dia sendiri yang memetik kacang merah ini dari atas pohon.

Entah mengapa suatu ketika kedua butir kacang merah ini tiba2 hilang bersama kotak ini, hal ini tidak menjadi perhatiannya lagi.

Tahu2 dua tahun yang lalu setelah dia berkecimpung didunia persilatan dan menjabat Bulim Bengcu, Siau-go-kankun mengutus anak buahnya mengantar kotak ini, waktu itu dia sudah ber-tanya2, kenapa barang miliknya yang hilang kok terjatuh ketangan Siau-go-kan-kun dan sekarang dia kembalikan sebagai kado.

Beberapa kali setiap berhadapan dengan Hoa Kok-ham selalu tak sempat dia menanyakan persoalan kecil ini. Kini Hong-lay-mo-li keluarkan kotak mas berisi kacang merah pemberian Hoa Kok-ham dulu, dia kembalikan kacang merah pada tempatnya semula, dengan termenung dia pegangi kotak dan kacang merah itu, entah apa yang sedang dilamunkan.

Disaat dia melamun itulah tiba2 didengarnya gelak tawa panjang orang dari kejauhan, gelak tawa kumandang dan berirama, Hong-lay-mo-li tersentak berdiri dan berteriak kegirangan: "Ayah, coba dengar, bukankah itu gelak tawa Hoa Kok-ham?" belum habis dia bicara didengarnya pula irama seruling yang merdu mengalun tinggi laksana musik dewata yang kumandang ditengah angkasa, gelak tawa dan seruling sama berpadu dan senada.

Semula Jilian Ceng-hun sudah pejamkan mata dan layap2 hampir pulas. begitu mendengar seruling kontan dia tersentak bangun, katanya berduduk dengan mata bersinar girang: "Cici, bukankah itu suara seruling Bu-lim-thian-kiau?"

Liu Goan-cong cegah Jilian Ceng-hun turun ranjang, lalu dengan menarik tangan putrinya mereka berlari keluar, setiba diruang tamu berkerut alis Liu Goan cong, katanya berbisik:

"Kukira mereka sudah akur, kenapa masih adu Lwekang? Memangnya bentrok lagi?"

Hong-lay-mo-li juga merasakan gelak tawa dan irama seruling memang sedang adu kekuatan Lwekang, kedua pihak setanding sama kuat.

Tengah hatinya was-was. tahu2 gelak tawa dan irama seruling berhenti di-depan pintu, Tampak Siau-go-kan-kun dan Bu-lim-thian-kiau beranjak masuk sambil bergandengan tangan, dari sikap mereka yang intim dan tersenyum simpul seperti kakak beradik saja, tiada tanda2 bermusuhan? Legalah hati Hong-lay-mo-li. Sekian lamanya dia berdiri menjublek, tak tahu apa yang harus dia bicarakan

Ternyata begitu melihat Hong-lay-mo-li, Siau-go-kan-kun dan Bu-lim-thian-kiau sama2 melengak, namun kedatangan Hong-lay-mo-li memang sudah dalam rabaan mereka, lekas sekali mereka sudah berseru girang: "Ah, Jing-yau, kau sudah tiba!" dan seorang berkata:

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang