Jilid 86

309 11 0
                                    

Lekas sekali disaat hatinya kebingungan, situasi pertempuran sudah berubah, Mendadak Huhansia balas merangsak dengan sengit tiba2 kedua lengan terpentang seraya melompat tinggi setombak laksana burung garuda mematuk mangsanya dari tengah udara.

"Byyaaarr^" dua kekuatan pukulan beradu, Badan Bu-limthian-kiau tergeliat sedikit limbung lekas dia berputar sekali menghilangkan daya tekanan pukulan lawan. Tapi cepat sekali Huhansia sudah menubruk maju seraya mencecar lebih gencar lagi.

Agaknya Huhansia menjadi sengit dan nekad, dia harap dari kalah dia bisa merebut kemenangan tubrukan keras dengan pentang kedua tangan Huhansia ini, memang ingin paksa Bu-lim-thian-kiau adu kekuatan dengan dia.

Memang disadari adu kekuatan amat ber-bahaya, namun dia yakin dirinya akan kuat bertahan cukup lama, kalau Wanyan Tiang-ci takut menghadapi akibatnya, tentu orang akan bertindak memisah dan sekaligus menolong jiwanya pula.

Adu kekuatan berarti dia mencegah Bu-lim-thian-kiau menggunakan ilmu tutuknya yang lihay, karena disadarinya bahwa ilmu ini merupakan ancaman bagi jiwanya.

sayang sekali Bu-lim-thian-kiau cukup cerdik pandai, bukan

dia takut adu kekuatan, soalnya sebelum dia tahu sampai dimana kekuatan lawan, dia tidak akan bertindak secara gegabah secara sia2.

Dengan ilmu meminjam tenaga punahkan kekuatan tingkat tinggi, diluar tahu lawan dia menyembunyikan beberapa bagian tenaganya, tidak mau adu kekerasan, setelah dicoba dan dipancingnya beberapa kali, dirasakan walau kekuatan pukulan Huhansia teramat keras dan ganas namun sudah menunjukan gejala2 yang terasakan bahwa kekuatannya itu tidak akan kuat bertahan lama, setelah tahu keadaan lawan yang sesungguhnya, kalau adu kekuatan jelas dirinya bakal menang, namun dia menggunakan cara lain.

Tiba2Bu lim-thian-kiau merubah permainannya, dengan Lok-eng-ciang-hoat yang enteng lincah laksana mega mengembang air mengalir, betapapun deras dan hebat gempuran pukulan lawan, dia tetap melayani dengan enteng, mantap dan tenang. Agaknya sengaja dia gunakan permainan lunak melawan kekerasan.

Semakin tempur keduanya semakin bernafsu dan sengit panggung seluas itu yang kentara hanya bayangan Bulimthian-kiau melulu. Huhansia menyerang sembari membentak2, gerakan kaki tangannya membawa deru angin kencang, pertempuran yang seru ini membuat penonton di bawah panggung menjadi kabur pandangan dan menahan napas.

Suasana menjadi sepi lengan sampai jarum pun jatuh ke tanahpun bisa didengar. Disaat kedua orang ganti serangan dengan gerakan indah baru penonton bersorak.

Bu su-tun dan Tiong sau-hu menonton mencampurkan diri diantara orang banyak, lama kelamaan merekapUn kesima sampai lupa diri, Penonton dibelakang saling berdesakan ingin menonton lebih dekat, sehingga tanpa terasa Tiong siau-hu ikut terdesak pergi datang mengikuti arus manusia yang berjejal2 itu sehingga dia berpisah dengan Bu su-tun. Iwekang Bu su-tun kuat dan tinggi, dia berdiri sekokoh gunung, orang2 yang mendesaknya malah tersingkir kesamping, sebaliknya Tiong siau-hu laksana batu kecil yang keterjang arus ikut bergelundungan pergi datang.

Setelah beberapa langkah dia keterjang kian kemari baru tiba2 sadar, begitu dia berpaling bayangan Bu su-tun sudah tidak kelihatan lagi, karena gugup lekas dia gunakan tenaga Jian-kin-tui supaya dirinya tidak keterjang pula, teriaknya:

"Bu-pangcu. Bu-pangcu," kebetulan penonton bersorak sorai, sehingga suara panggilannya tertelan.

Tiba2 seseorang entah sengaja atau tidak dengan kuat menumbuk Tiong siau-hu, walau sudah kerahkan Jian-kin-tui, tak urung Tiong siau-bu masih keterjang sempoyongan, dari samping seseorang memegang bahunya seraya berkata: "Engkoh cilik, berdirilah yang tegak."

Waktu Tiong siau-hu berpaling, dilihatnya orang yang menahan badannya berpakaian pelajar, bermuka cakap halus, sikapnya lemah lembut.

"Terima kasih-" kata Tiong siau-hu ter-sipu2, namun dalam hati dia merasa keheranan.

Pendekar Latah (Tiao Deng Kan Jian Lu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang