Shani ingin hari ini cepat berakhir. Itu saja.
Dosen yang bertugas untuk mengecek skripsinya hari ini sepertinya tidak berada dalam moodnya yang paling baik. Bukannya dengan sabar membimbing dan memperbaiki kesalahannya, Shani malah mendapat bentakan.
Ditambah lagi, hari ini dia bangun telat. Shani mengira tiga jam waktu tidur cukup baginya, tetapi suara alarm bahkan tidak bisa membangunkannya. Dengan keadaan setengah tidur, ia berangkat ke kampus.
Belum berakhir disitu, dompetnya juga tertinggal di tempat kosnya karena terburu-buru. Akhirnya dia harus meminjam dari Seunghee, teman sejurusannya.
Dengan kesal, Shani berjalan keluar dari ruangan dosennya setelah mengucapkan terimakasih kepadanya. Ia tidak sabar untuk pulang kembali ke kosannya dan mengejar kekurangan waktu tidurnya.
"Nini sayaaangg."
Ah, orang favoritnya datang pada waktu yang tepat.
Ia merasakan rasa kesalnya hilang sedikit demi sedikit ketika berjalan mendekat kepada pemilik dari suara itu.
"Hey." Woojin melebarkan kedua tangannya sambil tersenyum lebar dan tanpa menunggu lama, Shania langsung menyambutnya dengan pelukan.
Ia menyembunyikan wajahnya di leher Woojin, menikmati kenyamanan yang diberikan oleh kedua tangan di pinggangnya.
"Tau aja aku lagi pengen dipeluk."
Woojin tertawa kecil. "Tau lah. Dari jauh aja udah keliatan cemberutnya. Maunya kan liat kamu senyum."
Ah, curang. Pacarnya selama satu tahun itu masih saja dengan mudahnya bisa membuat hatinya berdebar.
Mereka berdua melepaskan pelukannya. "Chatime yok. Lagi pengen milk tea," kata Shani.
"Siap nona." Woojin memberikan salut lalu menggandeng tangannya dan mengayun-ayunkannya sambil berjalan.
-
Woojin menaruh kedua pearl milk tea yang dipesannya di atas meja. Dengan segera, Shani mencolok sedotannya dan meminum minuman kesukaannya itu.
Mengetahui Shani sedang kesal, Woojin bertanya kepadanya, "jadi kamu kenapa dari tadi mukanya kusut gini?"
Shani mendengus. "Ya biasalah. Dosen lagi sensi, kena deh korbannya aku."
Woojin hanya bisa tertawa melihat betapa kesalnya pacarnya itu. "Udah mau lulus aja masih belom biasa jadi korban dosen sensi."
"Masalahnya aku kemaren cuma tidur tiga jem, gabisa namanya ngeladenin dosen sensi. Telat bangun pula jadi tadi buru-buru banget. Terus sempet panik dompetku ketinggalan di kos."
"Tuh kan makanya kerjain skripsi jangan deket-deket deadline, gimana sih. Nanti kamu sakit gimana? Udah beberapa hari ini kamu begadang terus," ucap Woojin dengan nada khawatir.
"Iya hari ini yang terakhir kok--"
Jawaban Shani terpotong oleh suara panggilan yang masuk di telepon Woojin.
Shani melirik nama yang tertera layar itu. Seketika moodnya yang membaik kembali down melihatnya.
Woojin menolak panggilan itu dan mengantungkan teleponnya ke dalam saku celananya.
"Cewek itu masih aja deketin kamu terus?" tanya Shani dengan muka masam.
Woojin menggenggam tangan Shani yang terkepal di atas meja. "Kan aku udah bilang kamu gausah khawatir. Dia udah tau aku punya kamu, bentar lagi juga dia nyerah. Aku gak pernah ngeladenin dia, Ni."
"Aku tau kamu gak ngeladenin dia. Tapi kamu juga gak straight up nolak dia kan?" balas Shani dengan nada yang mulai meninggi. "Ya, kalau kamu ga teges ke dia, mana nangkep dia red lightnya."