Badai merasa malas. Gerah. Harus menggunakan baju rapi. Kemeja di tambah dengan jas hitam. Pakaian kebesaran kalau harus bertandang ke rumahnya Opa Langit. Tapi mau bagaimana pun juga dia sangat menyayangi dan mengagumi papa dari papanya itu. Meski dia juga sudah tahu cerita yang sebenarnya kalau opa Langit hanya papa tiri. Tapi hal itu malah membuat Badai semakin kagum dengan Opa Langit.
Badai melepas kancing teratas yang menyiksa lehernya. Selama ini dia tidak pernah memakai kemeja. Pakaiannya sehari-hari hanya kaos oblong dan jins belel. Itu sudah nyaman untuknya.
"Assalammualaikum." Badai mengucapkan salam saat akhirnya sudah sampai di ambang pintu rumah keluarga besar Dirgantara itu. Dengan menyandang silsilah keluarga Dirgantara dia memang sebenarnya bangga.
"Waalaikumsalam. Eh cucu paling ganteng Oma udah datang."
Badai langsung tersenyum mendengar ucapan Omanya. Yang meski sudah setengah baya masih terlihat awet muda. Pantas saja opanya sangat memuja Oma Bumi.
"Sehat kan Oma?" Badai langsung mengecup pipi Omanya dan mencium telapak tangan Omanya itu. Kebiasaannya sejak kecil.
"Alhamdulillah. Tumben kamu ke sini. Biasanya juga jadwal kamu padat merayap."
Badai langsung menyeringai mendengar ucapan Omanya. Sambil membuka satu kancing lagi dia langsung memberi tahu Oma kalau dia ke sini atas panggilan Opa Langit.
"Dapat panggilan urgent ini katanya."
Tentu saja sang Oma langsung tersenyum maklum.
"Iya bandel sih kamu. Nih rambut masih aja panjang kayak gini."Omanya menyentuh rambut Badai yang kali ini di kuncir kuda. Badai kembali menyeringai.
"Keren kan Oma? Keren dong cucu siapa dulu. Opa Langit."
Omanya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu menepuk bahunya dan menunjuk ruangan yang sejak dulu di peruntukkan sebagai ruang kerja opanya itu.
"Oma tapi Badai nerveous nih. Opa gak akan cincang Badai kan?"
Sang Oma kembali tertawa.
"Paling juga bakalan motong rambut kamu yang panjang ini."Badai langsung memegang rambutnya.
"Wah kejem ini."
Oma Bumi langsung mendorongnya untuk melangkah menuju ruangan itu.
"Udah sana. Kamu sudah di tunggu."
Badai hanya kembali menganggukkan kepalanya.
"Doain Badai ya Oma."
Omanya hanya kembali tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
Badai berdoa dalam hati sebelum akhirnya melangkah untuk masuk ke dalam ruangan itu. Sungguh, dia takut sebenarnya dengan opanya itu.
"Morning opaku yang ganteng."
KAMU SEDANG MEMBACA
BADAI
RomanceSUDAH PINDAH KE DREAME jangan pernah berharap ada ketenangan saat Badai datang .. Dia memporak porandakan semuanya.. suatu saat Jiwanya sendiri yang terguncang dengan kehadiran seorang wanita yang akan membuatnya membenci sekaligus mencinta... simak...