16. Usaha

2.2K 118 0
                                    

Hai readers tercintah...
Gimana kabar kalian?
Pasti baik lah ya...
Nggak kayak aku yang sedang gundah gulana inii...

Fiuh. Sudahlah.
Selamat membaca...
Maaf bila ada kesalahan dalam penulisan.
Mungkin lagi error pas ngetik, atau jempol aku yang kesleyot.

Haha...
Dadahhh...

~Firda~

----------------------------------------

Pagi menyongsong. Siska mematut dirinya di depan cermin. Bukan, bukan untuk berdandan. Dia hanya merapikan sedikit penampilannya. Seorang wanita memang tidak bisa dipisahkan dari yang namanya cermin bukan?

Baiklah. Sudah siap. Dengan memakai kaos ungu polkadot bergambar terong besar di depannya membuat Siska terlihat imut. Ya, itu selera baju Sinta. Ini hari minggu, artinya jatah Sinta yang memegang kendali untuk memutuskan baju apa yang akan dipakai si kembar.

Mereka memang punya cara sendiri untuk menghindari pertengkaran soal baju. Jadi begini, mereka menentukannya dengan hari. Dan karena jumlah hari ada tujuh, Sabtu sampai senin adalah wewenang Sinta untuk memilih baju. Sedangkan rabu sampai jumat adalah wewenang Siska. Sementara hari selasa, itu menjadi hari bebas pendapat.

Kalau masih ada debat, mereka akan melakukan suit untuk keputusan akhir. Ya, tentu saja semua ini berlaku jika orang tua mereka sedang ada di rumah.

Siska menuruni anak tangga dengan bibir manyun satu senti. Taukah apa yang membuatnya kesal? Itu karena gaya pakaian yang sekarang dikenakannya.

Untuk kaos unyu-unyu itu dia masih bisa mentolelir. Tapi untuk rok? Siska tidak suka itu. Tidak sama sekali. Menurutnya rok itu ribet. Sangat ribet.

Lalu, saat tepat dirinya menuruni anak tangga terakhir, terdengar suara yang menurut Siska sangat horror.

"Selamat pagi, princess-nya Alno"

Oh astaga. Siska dibuat cengo oleh makhluk astral tampan yang sekarang sedang duduk di sofa ruang tamu rumahnya. Perlahan Siska menarik napas lalu menghembuskannya. Semoga stok sabarnya hari ini tidak terkuras habis hanya karena sosok gila itu.

Siska mengangkat tangan kiri kemudian melirik jam tangan ungu yang melingkar manis di pergelangan tangannya. Memastikan bahwa dirinya tidak salah kira kalau ini masih pagi. Tapi ternyata benar, ini masih jam tujuh pagi. Masih terbilang pagi buta khusus untuk hari minggu seperti ini.

"Ngapain lo di sini pagi-pagi?", kesal Siska. Dia berdiri tepat di samping sofa tempat Alno duduk.

"Ya mau ngapelin elo lah. Masa iya gue ngapelin bi Asih?"

"Lo bener-bener gila ya, Al? Heran gue sama kelakuan lo"

Alno hanya mengedikkan bahunya sekali, tak lupa senyum andalannya yang tak pernah luntur.

"Loh, Sinta mana, sayang? Belum bangun juga?", Yuni datang dari arah dapur dengan senyum hangatnya. Wanita paruh baya itu benar-benar cantik, bahkan diumurnya yang sekarang.

"Udah kok, Ma. Bentar lagi juga turun dia"

Sekali lagi Yuni tersenyum. Mengelus pelan rambut Siska yang tumben sekali pagi ini digerai.

Kembar yang Dikembar-kembarkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang