Pergi Tidur

22 3 0
                                    

Hari ini kamu terlihat buru-buru sekali. Berusaha menembus kemacetan. Ah, ternyata sial benar bensin motormu habis. Dan juga, lihat antrian itu! Mengular. Tapi kamu tetap optimis bisa bertemu anak-anak yang akan kamu ajari. Bermain lagi, tertawa dengan mereka. Lihat saja, kau menahan sakit yang terus melilit.

"Duh, ini perut kenapa nggak jelas banget sih." gumammu demikian.

Sesekali kamu khawatir takut menabrak, karena motor yang kamu lajukan itu begitu cepat. Banyak jalanan rusak. Kendaraan yang menyalip hampir menyerempetmu.

Tapi sampai di sana, kamu terlambat. Jelaslah terlambat. Ini semua salahmu, terima saja. Sudah tahu kota ini sangat macet, kenapa pula tidak berangkat lebih pagi?

Kamu hanya memperhatikan guru lain yang mengajar duluan. Sesekali meledek anak-anak yang mencuri pandang padamu. Mereka tersenyum malu padamu. Ingin menyapa, tapi harus mendengarkan guru.

Akhirnya kamu merasa tak punya pekerjaan. Kamu ambil jam dinding yang diberikan teman. Mengotak-atiknya agar berjalan. Dua kali ganti baterai, detiknya hanya maju-mundur cantik.

"Itu masalah di mesin sepertinya, Ci." kata Seorang Pekerja padamu.

"Harus dibawa ke tukang servis dong."

"Iya."

Berusaha bermenit-menit tak membuahkan hasil. Kamu letakkan lagi jam dinding itu. Lalu menunggu.
Anak-anak sudah pulang. Beberapa dari mereka tak mau melewatkanmu untuk 'hi five'. Tos. Denganmu. Lalu berpamitan pulang.
Yap anak-anak sudah pulang. Maka kesempatanmu untuk memperbaiki dinding berjamur di kelas.

Waktu menunjukkan pukul 10.45 pagi. Kamu mengamati jam dinding, menghitung waktu yang harus kamu habiskan untuk mengeruki cat dinding berjamur. Menghitung berapa lama kamu sempat mampir ke Bank dan segera pulang untuk memenuhi janji. Sepertinya kamu senang sekali dengan janji itu? Entahlah. Aku tak bisa baca pikiranmu lebih dalam.

Kamu menggarisi batas dinding yang akan di-cat, lalu  mengerik cat lamanya. Dengan tekun dan fokus kamu mengerik cat-cat berjamur itu. Penggaris besi dan kape cat menjadi alatnya. Orang mengajak obrol kamu jawab sepatah dua kata, saking fokusnya, ingin segera cepat selesai. Jarimu terluka saja tak kaupedulikan lebih lama. Yang penting cepat selesai. Beberapa menit sekali kamu melihat jam. Berharap bisa cepat menyelesaikan pada waktunya.

Pukul 12 pun tiba. Belum semua sisi terkerik. Kamu sudah amat kelelahan. Apalagi saat mengerik, perutmu itu benar-benar tidak jelas maunya apa.

"Kak, aku sudah kelelahan."

"Yaudah, Ci. Dihentikan dulu saja."

Kamu berhenti, membersihkan semua remahan cat. Mencuci tangan, kembali ke ruangan kemudian.

"Itu lho ada cakwe, Ci. Dimakan dulu, kan dibelikan buat kamu."

"Pedas gak?"

"Enggak kok. Nggak ada rasanya."

Lalu kamu makan cakwe dengan sedikit bumbu.

"Aduh pedas banget ini."

"Ah, masa sih?"

"Iya, aku lagi nggak tahan pedas."

Kamu pun berhenti makan cakwe, lalu mengambil persediaan roti yang dibawa. Memakannya, berharap perutmu baik-baik saja.

"Kak, aku pulang dulu ya."

"Lho, kok udah pulang?"

"Iya mau ke Bank, nabungin uang mama. Sama ada janji sama orang."

"Oh, iya. Hati-hati ya Ci."

Kamu segera melewati jalan pintas yang kamu ketahui kemarin. Yes! Jalanannya sepi! Begitu bukan pikirmu? Kau menyalip kendaraan, ingin cepat segera sampai. Sesuai prediksimu, pukul 12.30 Bank yang kamu tuju masih sepi. Segera saja kamu mengisi formulir, menyetorkan ke Teller. Lalu bergegas pulang ke rumah. Sebelum pulang, kamu membeli makanan karena tadi pagi masakanmu habis semua, bukan?

Sampai di rumah, kamu tiba pukul 12.55. Kamu kabari orang yang diberikan janji. Kamu bilang akan makan cepat, maksudnya agar dia tidak menunggu lama bukan? Kamu menghabiskan makananmu terburu-buru, dan itu membuat perutmu semakin sakit saja. Kamu ini bodoh atau apa sih. Sudah tau sakit perut, makananmu tidak dikunyah dengan baik.

Kamu kembali menghubunginya. Kamu curiga dia lupa. Dan benar saja, saat kamu tanyakan dia benar-benar lupa. Sepertinya kamu terlalu lelah untuk marah. Kamu pun bilang mau tidur. Walau berharap sekali 'kan janji yang kamu berikan itu terlaksana. Lihat saja, kamu masih menggunakan hijab saat memilih tidur. Perasaanmu tambah campur-aduk. Ingin tertawa dan menangis dalam waktu yang sama. Menertawakan kebodohan diri seharian ini, menangisi janji yang tak jadi ditepati.

"Ah, yasudahlah!" katamu.

Kamu pun memilih tidur untuk mengubur semua yang kau rasakan.
Lalu kau terbangun. Perutmu masih sakit melilit.

Ah, tabahkan dirimu ya. Sepertinya semesta sedang tak berpihak padamu. Tetap tenang dan berusaha berpikir. Lalu lapang dadalah. Semua sudah terjadi hari ini.

Kamu masih punya beberapa jam lagi untuk kembali bekerja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang