Malam berjalan seperti biasa, tetap terang meski tanpa bintang. Pijar lampu-lampulah penerang di kala dunia ditelan kegelapan. Entah untuk hari yang keberapa, satu-persatu salju tak lelah turun dari langit.
Dia… tak seorangpun bertanya siapa namanya. Tak mengabaikan. Tak pula peduli terlalu dalam. Meski mereka memandang wajah lelah nya, berjalan melewatinya, kini tak lagi menjatuhkan pandangan pada papan dalam genggaman tangannya.
Satu-dua insan menggelengkan kepala. Ada pula yang berdecak tak suka. Bergumam betapa bodohnya sosok itu berdiri bak orang gila dipinggir jalan raya. Mereka tahu dengan benar, hafal kebiasaannya yang diluar nalar, tentang kegilaan, kebodohan, dan pencarian yang tak lelah ia lakukan. Cerita dimana asal mula kisah itu berawal. Pembuktian cinta yang melawan tajamnya takdir manusia.
[ Seoul, 2 years ago ]
Woohyun, eksekutif muda dengan paras menawan, tergesa membawa jenjang kakinya, memburu waktu. Tahu benar satu kesalahan kembali ia lakukan.
“Gyuie!” panggilnya terengah.
Tanpa mengatur nafas bergegas menghampiri sang namja yang menjadi pemilik hatinya.
“Mianhaeyo…” sambungnya, mendudukkan diri pada kursi tepat dihadapan Sunggyu.
“Tidak apa-apa, ini bukan masalah bagiku. Lagipula aku hanya menunggumu dua jam. Kau dengar itu? Dua jam tuan Nam yang terhormat!”
Kalimat sarkatis yang terlontar dari bibir Sunggyu membuat Woohyun menghela nafas, melepas kaitan kancing teratas kemeja kerja yang terasa mencekik lehernya.
“Meeting mendadak itu tak kusangka akan menyita waktu seperti ini, kau mau mengerti kan?” pemuda dengan posisi penting dalam perusahaannya itu kembali merendahkan diri.
Mengulas senyum meski tak membuahkan arti bagi sang kekasih detik ini.
Sunggyu justru mengalihkan pandangan. Menarik perlahan tangannya dari genggaman jemari sang kekasih yang tengah memohon padanya.
“Aku bahkan sekarang tak tahu seberapa besar cintamu padaku. Kau menomor satukan pekerjaan, lebih memilih bergelut dengan teman-teman kantormu daripada bertemu denganku. Apa kau ingat kapan terakhir kali kita menghabiskan waktu?”
“Aku melakukannya juga untuk masa depan kita. Aku ingin nantinya kita hidup berkecukupan, tak perlu menahan diri membeli apa yang kau mau, aku ingin membahagiakanmu”
“Demi Tuhan! Berapa kali harus kukatakan, kau tak perlu membelikanku berlian hanya untuk menyenangkanku! Kupikir selama ini kau mengerti, tapi ternyata…” Sunggyu tak dapat meneruskan kalimatnya, lengannya bergerak cepat menghapus butiran airmata yang membobol pertahanannya.
Pelan, ia kembali memandang sang kekasih. Menyelami tatapan dalam yang sang kekasih tunjukkan.
“Apa kau masih mencintaiku?” ia justru kembali melemparkan pertanyaan.
“Pertanyaan macam apa itu? kau bahkan meragukan perasaanku?” Woohyun menggeleng frustasi, lelah dengan keadaan yang tengah membelitnya saat ini.
“Aku lelah Gyu… kumohon mengertilah…”
Hening…
Tatap mata mereka tak mengubah keadaan, kehilangan kepercayaan, membuat jatuh dalam kebungkaman.
“Aku jauh lebih lelah darimu…” hanya itu kalimat yang Sunggyu lontarkan setelah tatap mata mereka tak lagi bertemu.
Ia berdiri dari kursi yang diduduki, “Kurasa sebaiknya kita berpisah untuk sementara waktu…”
“Apa?” Woohyum tak percaya pada apa yang didengarnya. Turut berdiri menghampiri Sunggyu yang tengah memunggunginya.
“Berpisah? Berapa tahun kita bersama Gyu… kau tak bisa menjatuhkan keputusan begitu saja”
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Ending
Romance"Kurasa sebaiknya kita berpisah untuk sementara waktu..." - Sunggyu "Aku lelah Gyu... kumohon mengertilah..." - Woohyun