LBA 3

637K 38.2K 1.4K
                                    

"Aku menyerah. Customer itu, meskipun tampan, tapi kebawelannya mengalahkan Kakekku." Seorang pramusaji masuk kedalam dapur sambil meletakkan kasar piring berisi makanan yang masih penuh -bahkan tidak tersentuh itu ke atas meja.

"Kali ini apa lagi?" Tanya Gerald yang merupakan koki kepala di restoran ini dengan kening berkerut menghampiri pramusaji bernana Deborah yang sedang bersedekap.

"Ia meminta Makanan tanpa bawang putih, tapi bagaimana dia memesan Aglio Olio kalau dia tidak mau bawang putih? Lalu sekarang dia bilang pasta ini terlalu berminyak. Dia sudah gila? Aglio Olio memang seharusnya seperti ini!" Debora mengadu dengan kalimat menggebu saat Gerald berada di dekatnya.

Natalie yang penasaran dengan keributan yang dihasilkan Debora, berjalan mendekat dan mengintip makanan yang di protes oleh customer dan mengernyit. "Itu memang terlalu berminyak," Gumamnya pelan namun bisa di dengar semua orang.

Ia kembali di hujani tatapan.

"Kau mencuci saja. Orang yang hanya bisa membuat keributan sepertimu, tidak mengerti masalah ini!" Omel Debora mengabaikan Natalie.

Natalie mencibir dan bergumam semakin kecil, "kalau aku jadi dia, aku juga tidak akan mau makan makanan itu!" Lalu Natalie memutuskan untuk kembali ke tempat cucinya.

Mencuci sehari ini seperti neraka untuk Natalie. Ia ingin menyentuh tepung dan telur lalu membuat sebuah makanan manis. Bukan bermainan sabun seperti ini.

Ia bahkan tidak tahan untuk tidak menyambar kalau ada berita atau gosip seperti tadi.

Sepertinya Natalie memang harus mencari pekerjaan lain secepatnya, karena impiannya menikahi pemuda kaya tentu saja akan lebih sulit terkabul dari pada mendapatkan pekerjaan layak.

Tapi bagaimana Natalie bisa mencari pekerjaan kalau ia saja harus bekerja sampai matahari terbenam dan bulan sudah membayang tinggi di atas?

"Little Mr.Handsome, aku harus mencari pekerjaan kemana lagi?" Tanya Natalie berbisik sambil menatap perutnya yang berbalut apron putih.

***

"Bagaimana Meetingmu siang tadi, Son?" Alexis mengadah saat sosok yang merupakan cerminan dirinya sedang berdiri di ambang pintu ruang kerjanya.

"Lancar, Dad." Jawab Alexis sambil tersenyum. Untuk beberapa alasan, Alexis merasa tidak bisa menatap mata ayahnya beberapa hari ini. Mungkin dikarenakan beban tanggung jawab yang ia abaikan.

"Kau tidak terlihat bersemangat." Ayahnya berjalan mendekat dan duduk di kursi yang berada di hadapan Alexis. "Ada masalah?"

Alexis serta merta menggeleng.

"Karena Kelly akan menikah sebentar lagi?" Tanya Ayahnya lagi dan kali ini Alexis kembali menggeleng. Ia bahkan tidak lagi memikirkan masalah itu belakangan ini.

"Dad, sebenarnya..." Alexis melipat kedua tangannya di atas meja dan menatap ayahnya lurus. "Alexis ingin membeli sebuah rumah. Sepertinya ini sudah saatnya Alexis tinggal terpisah." Alexis mencari alasan.

Ayahnya mengernyit dan ikut mencondongkan tubuhnya. "Kenapa tiba-tiba? Kau tahu Daddy tidak setuju dengan ide itu setelah melihat apa yang terjadi pada anak-anak paman Peter yang memutuskan untuk tinggal terpisah, kan?"

Alexis meneguk ludahnya dengan susah payah. Ia tidak sanggup mengakui kesalahannya sebelum ia tahu yakin kalau ia benar-benar telah melakukan kesalahan itu atau tidak.

Menanggapi keterdiaman Alexis, ayahnya berdeham dan memutuskan untuk mempertimbangkan permintaan sang anak secara garis besar. "Kalau itu yang kau pikirkan, Daddy akan mempertimbangkannya."

Love by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang