Kalau dihitung-hitung sudah hampir tiga bulan aku akrab dengan idolaku ini. Dia tidak memiliki kekasih, banyak pesan yang kita saling kirim, banyak cerita, dan aku masih tetap dengan perasaan yang sama, menggaguminya saja. Terkadang aku berfikir mengapa tidak ku rubah saja perasaan ini? Namun aku tersadar, aku bukanlah siapa-siapa.
Percakapan kita tanpa arah, apapun dibahas dan terkadang jika pembahasannya sudah habis aku masih mencari-cari topik pembicaraan.Annisa Amalia
Twitternya kakak apa?Pesan itu ku kirimkan lewat pesan facebook.
Rama Pratama
rama_pratamaAnnisa Amalia
Aku udah follow, kakak follback ya. Hehe.Rama Pratama
Haha iya, namanya apa?Annisa Amalia
Udah aku mention kok.Aku langsung membuka akun twitterku. Dan tak lama ada notif masuk kalau Kak Rama sudah mengikuti akun twitterku. Ku pandangi fotonya itu, wajahnya yang terlihat bahagia seolah menyihirku untuk sedikit tersenyum sesaat. Aduh, lama-lama bisa gila aku ini.
----------------------------0-----------------------------
Entahlah, semakin hari semakin bertambah perasaan kagumku ini. Sampai-sampai aku mencantumkan inisial nama Kak Rama - RP - sebagai nama di twitter. Akupun tak mengerti apa yang terjadi, apa yang aku fikirkan, dan apa yang telah ku lakukan ini.
Ku lihat ada notif masuk di twitterku. Safira Amelia? Siapa dia? Seperti ada yang aneh dan membuatku berfikir sangat keras. Dia me-retweet beberapa tweet milikku.
Drrt...drrt.
Getaran ponselku memecahkan konsentrasiku. Ada nomor tanpa nama yang mengirimiku sebuah pesan.Tanpa Nama
RP tuh inisial Rama Pratama ya?Aku mengerutkan dahi, bagaimana bisa orang ini tau?
Annisa Amalia
Rama Pratama? Haha. Bukan, RP itu Raditya Pangestu.Entah nama siapa yang ku pakai untuk menghindari suatu kenyataan ini.
Tanpa Nama
Duh, ga usah bohong deh, Dek. Ada orang lain juga pasang inisial Rama gitu, tapi ku tanya orangnya biasa aja ga bohong kaya kamu.Annisa Amalia
Iya kok, saya ga bohong.Tanpa Nama
Oh ya udah, ga usah hubungin Rama lagi ya. Aku pacarnya Rama.Deg. Rasanya jantungku berdegup sangat cepat.
Annisa Amalia
Iya, Kak. Aku paham. Maaf.Hari ini terasa pedih. Tidak terlalu sakit dari penolakan Oka, namun sama-sama menusuk tepat di hati. Bukan patah hati, namun aku merasakan kekecewaan. Aku benar-benar tak mengerti apa maksud Kak Rama dulu tidak berkata sejujurnya. Tiba-tiba tanpa aku harapkan ada orang yang mengaku dia pacar Kak Rama. Mereka baru saja menjalin hubungan atau sudah lama aku pun tak tau.
Drrt...drrt.
Ku lihat ada notif masuk di facebookku.Rama Pratama
Safira sms kamu ya, Dek?Huff.
Aku hanya bisa menghela nafas. Aku langsung menghapus semua pesan Kak Rama, termasuk menghapus nomornya dan memutuskan pertemanan di akun facebooknya. Rasanya aku benci sekali sudah ditipu seperti ini. Aku mungkin tidak mengharapkan apa-apa darinya namun aku juga tidak mengharapkan mudah ditipu seperti ini. Tubuhku lemas, dadaku sesak. Air mataku mulai berjatuhan. Ku tutup buku tugasku, aku beranjak dari kursi dan pindah ke tempat tidurku. Aku berharap tangis ini bisa menenangkan hati. Orang yang paling ku kagumi di sekolah adalah orang yang paling melukai hatiku. Dia yang kemarin ku kagumi, kini aku benci.
-----------------------------0----------------------------
Sekolah hari ini rasanya tidak ada semangatnya sama sekali. Setelah kemarin seharian aku melihat-lihat akun twitter kekasih Kak Rama yang foto profilnya berubah menjadi foto mereka berdua seolah pertunjukkan drama ini telah berhasil sesuai rencana.
"Hei, kamu tuh kenapa, Nis?"
Aku terkejut. "Ah, ga kenapa-kenapa, Bel." Seakan semuanya memang baik-baik saja.
Bela menopangkan tangannya ke dagu. Menatapku beberapa saat.
"Udah lah. Lupain Kak Rama, ada yang lebih baik kok dari dia. Apaan sih dia itu, ga bersyukur banget ada anak baik yang kagum sama dia malah dibohongin gini,"
Aku hanya menggelengkan kepalaku. "Gitu, ya?" gumamku kemudian.
"Ke kantin aja, yuk. Haus nih, pingin yang seger-seger." Ku anggukkan kepala dan berjalan beriringan dengan Bela.
Tak jauh dari kelas ku, terlihat segerombol perempuan yang berjalan berlawanan arah dengan ku dan Bela. Salah satu diantaranya tertawa dan berbicara dengan nada yang tinggi, seperti sedang menyinggung seseorang.
"Lah ya sok bohong gitu anaknya. Ngakunya kalo RP itu Raditya Pangestu... "
Glek
Sontak aku sangat terkejut. Aku tidak melihat siapa yang berbicara tadi. Itu pacarnya Kak Rama? Nyindir aku? Dan lanjutan dari perbincangan mereka itu tidak bisa lagi aku dengar. Sepertinya Bela tidak mendengarnya. Aku tak tau apa yang akan terjadi kalau Bela mendengar sindiran senior itu. Aku berusaha biasa saja dan bersikap tenang agar Bela tidak curiga.
-----------------------------0----------------------------
Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa senior tertua akan meninggalkan sekolah ini. Kami pengurus OSIS sebagai panitia wisuda dan perpisahan angkatan mereka sedang diberi gambaran oleh senior kelas sebelas bagaimana acara wisuda dan perpisahan tahun kemarin.
Di sebuah ruang kelas, kami diberi arahan dan diputarkan video wisuda dan perpisahan tahun kemarin. Kami melihat dengan jelas dan sambil mencari ide bagaimana konsep tahun ini. Video dokumenter itu terlihat cukup menarik untuk disaksikan. Banyak adegan-adegan yang diambil dengan cara diam-diam. Termasuk saat judul romance tayang terlihat orang-orang yang tertangkap kamera tak menyadarinya.
Deg..deg.
Rasanya jantungku berdegup sangat cepat saat itu juga. Entah itu di menit ke berapa aku tak tau, namun jelas sekali di video itu ada Kak Rama dan seorang perempuan sedang duduk berdua di kantin sekolah. Kak Rama terlihat sedang memainkan gitarnya, dan perempuan itu tidak jelas sedang apa karena tidak menghadap kamera.
Kalo ini video perpisahan tahun kemarin artinya mereka masih kelas sebelas? Oh, jadi mereka udah lama pacaran? Tapi kenapa Kak Rama waktu itu bilang gitu? Hatiku rasanya kembali sakit jika mengingat kejadian itu. Bodoh, Nis.
Ingin sekali segera berdiri dari bangku dan berjalan pulang. Dadaku rasanya sesak merasakan sakit seperti ini lagi.
Semenjak kejadian itu aku lebih sering saat jam istirahat di kelas saja daripada harus bertemu Kak Rama atau kekasihnya itu. Akhirnya Bela juga menemaniku di kelas, bahkan dia rela memakan bekalnya di kelas. Bela mulai membawa bekal semenjak aku bercerita tentang kejadian itu dan aku lebih suka mengurung diri di kelas saat jam istirahat. Bela begitu mengerti keadaanku, dia selalu saja membujukku untuk keluar kelas dan untuk melupakan kak Rama. Namun tetap saja rasanya tak semudah membalikkan telapak tangan.
-----------------------------0----------------------------
Bela Arumi
Semangat ya Kakak panitia, semoga sukses!Aku tersenyum melihat pesan masuk dari Bela. Dia sungguh teman yang baik bagiku. Tanpa membuang waktu aku langsung membalas pesan darinya.
Annisa Amalia
Makasih Kakak tamu.Bela Arumi
Ehm, nanti jadi minta foto ga sama Kak Rama?Annisa Amalia
Pinginnya sih gitu, tapi barangkali ga sempet atau malah ketemunya pas dia lagi sama cewenya kan ribet. Haha.Bela Arumi
Oke deh, apapun nanti tetep tegar ya Kakak!Annisa Amalia
Nanti dateng loh pas perpisahan kelas 12 ya, jangan bolos. Haha.Bela Arumi
Ya dateng lah, kan mau fotoin kamu sama Kak Rama nanti. Haha.Annisa Amalia
Haha. Apaan sih kamu. Ya udah, aku mau briefing dulu ya.Bela Arumi
Oke deh, semangat!Annisa Amalia
Siap!Aku berjalan menuju ruang briefing. Sudah banyak teman-teman dan kakak kelas sebelas yang datang. Ketua panitia memulai briefing dan menanyakan kembali bagaimana persiapan hingga saat ini. Tugasku di acara wisuda mengantarkan orang tua wali murid ke tempat duduk bagian IPA atau IPS dan di acara perpisahan nanti sebagai penanggung jawab salah satu pengisi hiburan.
"Oke, sebelum kita mulai laksanain tugas masing-masing alangkah baikknya kita berdoa untuk meminta kelancaran dan kesuksesan acara pada hari ini. Berdoa menurut kepercayaan masing-masing, mulai," Ketua panitia memimpin doa. "Selesai."
Kami mulai melingkar dan menjulurkan tangan kanan ke depan dan bersorak "Sukses!"
Acara demi acara berjalan dengan lancar. Aku sangat lega melihat acara ini terbilang sukses sampai detik ini terlebih setelah diumumkannya sekolahku menjadi sekolah yang meraih juara satu ujian nasional IPA maupun IPS.
Ketua Panitia terlihat berjalan menghampiriku. "Nis, nanti kamu gantian sama Kak Lia ya."
"Gantiin apa?" tanyaku yang memang tidak tau mau disuruh apa.
"Bawa samir, yang dikalungin itu loh ke wisudawan."
"Oh iya, Kak." Aku mengangguk saja.
Aku menerobos masuk dari samping panggung dan memberi isyarat kepada Kak Lia untuk bertukar posisi. Pftt. Gagal bisa foto bareng Kak Rama, orangnya udah di luar tapi aku malah di sini. Aku pun masih bingung dengan diriku, merasa benci namun tetap saja ada keinginan untuk berfoto dengan dia.
----------------------------0-----------------------------
Acara perpisahan rasanya menjadi puncak mendekati aku akan menjadi senior kelas sebelas. Bagaimanapun juga lebih baik seperti ini, aku tidak melihat Kak Rama lagi di sekolah. Aku bahkan sudah tidak pernah menghubunginya lagi semenjak kejadian itu. Semua ku hapus dan facebooknya belum ku tambahkan menjadi teman lagi. Aku merasa belum siap saja untuk berdamai dengan perasaanku ini.
Tak terasa, hari ini aku resmi menjadi senior yang akan menyambut para siswa baru di sekolahku ini.
Aku keluar dari ruang OSIS dan berjalan menuju ruang kelas bagianku. Ku rapikan seragamku dan bersiap untuk memasuki ruang kelas itu. Bismillah.
Tok..tok..tok.
Aku mengetuk pintu dan masuk ke dalam kelas. Wajah mereka terlihat begitu tegang terlihat seperti menahan suatu perasaan takut saat melihat aku dan temanku masuk. Sama saja seperti suasana kelasku dulu sewaktu aku MOS.
"Selamat pagi adik-adik semua."
Mendengar temanku menyapa mereka, sepertinya membuat suasanya di kelas menjadi tidak canggung dan mereka terlihat bersemangat untuk menjawabnya "Pagi, Kak."
Dia mulai menyebutkan satu persatu nama yang ada di lembar absen. Aku berjalan menuju pintu dan menutupnya. Ku pandangi setiap sudut ruang dan melihat wajah para siswa baru yang ada di ruang kelas ini. Tidak asing rasanya. Ini seperti tahun kemarin. Hanya saja bedanya ya tanpa Kak Rama.
Pfft. Mengenang masa lalu lagi.
Tok..tok..tok.
"Permisi, Kak. Izin masuk."
"Duh, kok kamu hari pertama udah telat sih?" tanyaku dengan tegas dan sedikit jutek. Rasanya kok aku malah bersikap seperti seniorku waktu dulu aku masih menjadi siswa baru. Yang lain juga begitu sih. Tegas, agar adik-adik kelas ini disiplin.
"Maaf, Kak. Rumah saya jauh. Tadi juga saya kesiangan."
"Ya udah, sana duduk. Besok jangan telat lagi."
Selanjutnya aku dan temanku mulai memeriksa perlengkapan yang mereka bawa. Perlengkapan yang seperti tahun lalu, rasanya seperti tradisi yang harus disudahi namun belum bisa untuk saat ini. Pastinya ya sama seperti aku dulu. Banyak salah-salahnya. Sekali lagi dengan tegas aku minta mereka untuk membetulkan apa yang salah dan besok sudah harus benar sesuai intruksi. Lalu aku meminta mereka untuk mengeluarkan buku tulis dan mencatat apa yang akan aku bacakan nanti.
"Struktur pengurus OSIS SMA Wijaya 17 tahun pelajaran 2014/2015."
Adik-adik siswa baru mulai menulis apa yang aku bacakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua
Teen FictionAnnisa Amalia, seorang remaja yang masih duduk di bangku SMA. Jantungnya kembali berdegup cepat setiap mendengar nama laki-laki itu. Dia adalah sosok yang membuat perjalanan rasa kagum menuju rasa cinta bagaikan jalan yang penuh liku. Ini akan men...