"Iya-iyaa, hahahah. Happy b'day ya, Iyell."
-----------------
AIDAN menatap langit-langit kamarnya. Cowok itu terdiam di sofa. Ada beberapa hal yang ia pikirkan.
Pertama, soal Nabila. Kedua, soal Rahiel. Ketiga, soal Ibunya. Oke, dijelaskan lebih rinci lagi. Soal Nabila, Aidan sama sekali tidak mengerti jalan pikiran Nabila, bahkan cewek itu menelepon dirinya tiba-tiba, seakan tidak ada apapun yang terjadi. Soal Rahiel, besok Rahiel ulang tahun, Aidan bingung soal hadiah. bahkan ia baru kepikiran soal ini tadi, saat dirinya mengantar Rahiel pulang ke rumahnya.
Terakhir, soal Ibunya. Barusan, Aidan ditelepon oleh Dokter Hilmi, Dokter yang menangani Ibunya di rumah sakit. Kondisi Ibunya menurun, makannya besok Aidan diminta untuk menengok ke rumah sakit.
Handphone Aidan berdering lagi. Dan Aidan langsung memutar bola matanya setelah melihat layar ponselnya.
"Halo?!" Aidan menjawab telepon dengan nada ketus.
"Aidan? Kenapa kok ... "
"Gak apa-apa. Kenapa nelepon?"
"Kangen, eh? Lagian lo 'kan yang bilang tadi, teleponnya nanti aja, yaudah sekarang jadinya."
Aidan terdiam, ia mengaktifkan loud speaker mode, lalu melempar handphone-nya dengan sembarangan ke kasur.
"Aidan?" Nabila membeo.
Aidan menarik nafas sebelum menjawab. "Apa?"
"Lo gak kangen gue juga? Umm ... "
"Eng-enggak," Aidan menjawab asal. Ia mengambil fidget spinner miliknya, lalu memainkannya dengan asal pula.
"Besok lo mau gak, keliling festival sama gue? Besok gue juga lomba nih, nonton ya!" Nabila berseru manja. Membuat Aidan gemas setengah mati, ada apa sih dengan Nabila?
"Sorry banget, Nab. Gue besok sibuk."
Nabila menarik nafas. "Aidan lupa sama temen lama, gue ngambek."
ingin sekali Aidan membalasnya dengan kalimat, "Loh, lo gak ngaca?" namun tidak.
"Oh gitu ya, yaudah. Bye," Aidan berjalan ke arah kasurnya lalu memutuskan telepon. Aidan menarik nafas. Nabila seperti orang yang tidak tahu malu. Beberapa tahun lalu, jelas sekali ia marah dan kecewa, sampai menghilang begitu saja. Sekarang muncul tiba-tiba.
Itu membuat Aidan kesal. Kesal sekali.
---
Hari ini bisa dibilang hari terburuk Rahiel. Padahal ini hari ulang tahunnya, tepat yang ke delapan belas tahun. Pertama, mulai dari Vanya dan Ibunya, salah satu dari mereka pun tidak ada yang mengucapkan, atau mungkin belum.
Kedua, Sahabat-sahabatnya, Fina, Anya, Tasya, Caca, dan Lisa. Entah kemana. Juga Rivzy, Aidan maupun Dimas. Bahkan teman sekelas Rahiel yang tahu bahkan kenal Rahiel secara dekat pun tidak ada yang memberi ucapan, jangankan hadiah.
Hanya Felicia yang ingat. Jelas itu membuatnya kesal, bahkan anggota dan pengurus OSIS yang lain juga lupa. Padahal OSIS SMA Pancasila sangat kompak. Rahiel juga selalu hadir saat teman-teman dari OSIS merayakan ulang tahun atau acara lain, walaupun yah .. mereka tidak terlalu mengenal satu sama lain.
"Yaudah, Yell. Gak usah dipikirin," Felicia menyabarkan Rahiel. "Lo fokus aja, ikut lomba lari, 'kan lo?"
Rahiel mengangguk. "Iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
[RGS 1] To, Aidan.
Teen Fiction[JUDUL SEBELUMNYA ; NERD] Ini kisah tentang Rahiel. Rahiel dilanda dilema. Antara menerima kenyataan, atau mempertahankan harapan? Belum sempat dia memilih, muncul Aidan. Rahiel makin bingung. Ini juga kisah tentang Aidan. Aidan menyimpan semua mem...