Chapter 30 : Ending

5.8K 540 20
                                    

Chapter 30

----------

Emily's Point of View

Pelayan itu benar-benar membawakan apa yang diminta oleh Harry. Dalam waktu lima belas menit.

"Kau memang gila."

Harry tersenyum tipis, lalu ia menutup matanya. "Anything for you, Em."

Aku tersenyum kecil, lalu mengambil pakaianku dan berjalan menuju kamar mandi Harry. Aroma tubuh Harry langsung menyeruak begitu aku masuk.

Harry Styles. Terkadang ia begitu menyebalkan, tapi di saat tertentu ia dapat berubah menjadi begitu manis. Tapi entahlah, aku tetap menyukainya. Aku sendiri juga tidak mengerti seperti apakah rasa suka terhadap seseorang. Aku merasa nyaman di dekat Harry. Aku ingin selalu bersamanya, dan aku peduli terhadapnya. Terkadang jika dia sedang bersikap manis padaku, jantungku langsung berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Dan kuambil kesimpulan, bahwa rasa suka adalah perasaan dimana kita mengalami hal-hal yang kusebutkan tadi.

Setelah aku selesai mandi, aku kembali ke kamar Harry dan mendapatinya sedang memperbaiki posisi duduknya. Wajahnya kian memucat, tapi ia tetap berusaha untuk tersenyum. Berusaha agar ia tetap terlihat baik-baik saja dihadapanku, meski dia sendiri mengerti bahwa itu percuma.

Aku berjalan mendekatinya, lalu duduk di lantai dekat dengannya. "Jangan sok kuat. Aku tau kau merasa lebih buruk dibandingkan tadi sore."

Ia tersenyum pucat padaku, matanya menatapku hangat dan teduh. Padahal dia sedang sakit begini, tapi masih sempat-sempatnya untuk tersenyum seperti itu.

"Emily.." Ucapnya serak, dengan mata yang tertutup namun masih mempertahankan senyumannya. "Would you-" Tangannya mengeluarkan sebuah kotak, lalu membukanya dan memberikannya padaku.

"Be my.. girlfriend..?"

Mataku terbelalak. Aku menutup kotak tersebut, lalu memberikannya kembali. "Dasar bodoh. Bisa-bisanya kau mengatakan hal itu disaat kau sedang sakit begini?"

Ia terkekeh. "Aku adalah Harry Styles, Em. Seorang Harry Styles adalah seorang yang kuat."

Aku menghela nafas panjang, menatapnya penuh simpati. "Seriously, Harry. Aku akan menelfon dokter sekarang juga. Aku tidak ingin kau bertambah parah."

Ia menggeleng. "Don't you dare, Emily. Aku sudah bilang, kan? Aku akan bertambah baik jika kau yang merawatku. Bukan orang lain. Percayalah, besok aku pasti sudah membaik."

Aku menghela nafas, kembali teringat apa yang dikatakan Harry tadi. Benar-benar bodoh.

"Em.. jawab aku."

Aku mendongak, lagi-lagi menghela nafas. "Jawaban apa yang akan membuatmu merasa lebih baik?"

"Tentu saja jawaban iya." Ucapnya, tersenyum.

"Kalau begitu, aku akan menjawab iya."

Ia menggeleng. "Jika kau menjawab iya hanya agar aku bertambah baik, kau salah. Aku ingin kau menjawabnya sesuai dengan keputusan dirimu sendiri.."

Aku menutup mataku, menopang kepalaku diatas tepi kasur. "Kau ingin jawaban yang sebenarnya?"

"M-hm."

"Kalau begitu.." Tatapanku menerawang ke langit-langit kamar Harry, memastikan perasaanku sendiri. Bagaimana perasaanku terhadapnya?

"Aku masih belum mengerti dengan jelas perasaanku sendiri, Harry. Tapi satu hal yang kuketahui. Dan mungkin ini bisa menjelaskan semuanya. Sejujurnya, aku merasa begitu nyaman ketika bersamamu. Dan aku peduli terhadapmu."

Ia terkekeh pelan, jari-jari tangannya mulai memainkan rambutku. "Apa kau menyukainya saat aku bersikap manis padamu?"

Pipiku terasa hangat ketika mendengarnya. Oh, ayolah. Haruskah aku menjawabnya?

"Sepertinya iya." Ucapku dengan volume suara yang begitu kecil.

"So I'll take that as a yes?"

Aku menunduk malu. "Um-hm."

Harry terdiam, namun sesaat setelahnya kurasakan pelukan hangat Harry yang melingkar di tubuhku. "I love you, babe." Gumamnya, sebelum akhirnya aku mendengar dengkuran pulas dari celah bibirnya.

Aku tersenyum, lalu memperbaiki posisi tidurnya. "Dasar bodoh. Menyatakan perasaan di saat sakit itu sama sekali tidak keren, tau?"

Aku yang duduk di lantai tepi kasur pun perlahan ikut tertidur, sambil menatap Harry lega. Bahkan senyuman itu masih bertahan di wajahnya.

***

Jade's Point of View

Badai pasti berlalu. Itulah yang sering dikatakan oleh orang-orang, dan hal itu memang benar. Aku tau, setiap orang pasti memiliki akhir cerita yang berbeda-beda. Mereka pasti akan menemukan akhir cerita mereka masing-masing, begitupun denganku. Meski terkadang badai yang datang ternyata lebih besar dari yang kita bayangkan, badai itu pasti berlalu. Seberapa banyak masalah yang datang dalam sebuah cerita hidup seseorang, pasti bisa dipecahkan jika kita menyelesaikannya dengan cara yang benar juga.

Bahagia atau tidak, jangan pernah membenci akhir cerita yang telah ditentukan untuk kita. Karena mungkin itulah yang terbaik, sebab Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik untuk kita semua.

Aku sudah menceritakan bagaimana kisahku dan beberapa kisah teman-temanku yang lainnya sejauh ini. Dan tidak semuanya memiliki akhir yang bagus, sebab mungkin itulah yang terbaik.

Karena setiap orang pasti memiliki akhir cerita yang berbeda-beda, bukan?

-----------------------

Yay! You just reached the end of story! xx

Makasih buat yang udah baca dari awal sampe akhir. Makasih juga buat yang udah vote dan komentar dalem chapter-chapter cerita ini. Makasih bangett :*:*:* karena kalian bikin aku sendiri semangat buat lanjutinnyaaa hehe. Maaf kalo ceritanya nggak menarik, atau endingnya nggak jelas. Menulis emang udah jadi hobi tersendiri, dan mungkin bisa bertambah baik kalo ada kritik dan saran.

Makasih banyakk kalo udah baca sampe akhir ini. Sampai ketemu di cerita selanjutnyaaaa! I love you to infinity and beyondd <3<3
(Masih ada extra chapter habis ini ya. Jangan pergi dulu❤️)

The Story Of Us (One Direction Fan Fiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang