Mengenalmu membuatku sadar satu hal, bahwa kamu adalah aku. Karena kamu membuatku menjadi diriku sendiri. - TDM.
Ruangan yang terlihat dingin tapi misterius seperti pemiliknya.
Itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan ruang perpustakaan sekaligus ruang pertemuan itu. Pria hampir setengah baya itu hanya tersenyum remeh.
Ruangan terbuka beberapa menit kemudian dan terdengar langkah kaki yang mendekat.
Suara yang ditimbulkan dari sepatu mahalnya menggema ke seluruh ruangan itu. Langkah tegap dan aura dingin mengelilingi disekira pria muda nan tampan itu.
"Sir Mor, " sapa pria itu lalu melanjutkan, " .. Apakah ada sesuatu yang penting sehingga kau datang disaat yang tidak tepat seperti ini?"
Laki-laki bertubuh tegap yang dipanggil Sir Mor itu hanya tersenyum kecil. "Tidak tepat, huh?"
"Ya. Tidak tepat." balas Steve to the point. Saat ini ia sungguh tidak ingin berbasa-basi disaat gadis itu berada di dalam ruang kerjanya.
"Kenapa? Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku? " tatapan pria ini sungguh mengintimidasi tapi tidak membuat Steve gentar sedikit pun.
"Tidak. Hanya sekarang aku sedang mengerjakan sesuatu yang penting." beritahu Steve dengan wajah kaku.
Sir Mor menopang dagu dengan sebelah tangannya. "Hmm.. Apakah hal itu seorang wanita?" tanyanya usil.
Steve mengangkat sebelah alisnya, seolah menyiratkan 'apakah anda sedang bercanda, Sir!' tanpa suara.
Sir Mor hanya tertawa pelan lalu bangkit berdiri, "Baiklah aku akan langsung ke inti pembicaraan kita saja. Aku mau kau melakukan secepatnya pada gadis itu, kita sudah tak bisa mengulur waktu lagi..."
Pria itu sudah kembali serius apalagi jika menyangkut tentang gadis yang sekarang sedang ada di rumahnya tepatnya ruang kerjanya.
Pikiran Steve terbayang kegiatan panas yang baru saja dilakukan mereka berdua di dalam ruang kerjanya dan membuat sesuatu di bawah sana menjadi tidak nyaman.
Arghhh.. sejak kapan ia tidak bisa mengendalikan gairahnya dan membuatnya menjadi pria mesum.
Steve harus bisa membangun pertahanan dirinya lagi terutama di depan gadis itu. Ia tidak mau terulang lagi, ia tidak mau mempercayai, lalu diabaikan begitu saja karena rasanya sangat menyakitkan dan Steve tak mau jatuh pada perasaan menyakitkan itu lagi. Ia hanya mencegah bukan berarti ia penakut apalagi pengecut. Ia yakin semua orang akan melakukan seperti yang Steve lakukan jika itu terjadi pada mereka.
"... Jadi kita boleh membuang waktu. Kau mengerti Mr. Alberald?"
"Ap.. Apa.. Ah.. Y-Ya saya mengerti, Sir!" jawab Steve sedikit terbata-bata karena tadi sesaat pikirannya berada di tempat lain.
Sir Mor mengerutkan keningnya, "Apakah anda baik-baik saja, Alberald?" tanyanya karena melihat sikap aneh Steve.
"Ya.. Sa-"
"Aku mau bertemu dengan Tuan Mudamu sekarang, Alice, dan tak ada yang bisa melarangku!"
Jawaban Steve terpotong karena terdengar sayup-sayup suara yang ia kenali dan mendadak tubuhnya menegang. Matanya melirik pada tamunya. Menunggu reaksinya tapu Wajah pria itu datar dan tidak menunjukkan reaksi apapun.
"Steve!" seru Vee sambil memandangnya sedikit kesal setela berhasil membuka pintu ruang perpustakaan itu. Seolah mengerti Steve hanya menatapnya lalu berkata, " Alice, kau boleh pergi sekarang."
Alice segera mengangguk hormat dan meninggalkan mereka bertiga. Gadis cantik itu masih memberenggut di depan pintu membuat Steve berusaha menahan gelinya.
Steve menghampiri Vee dan berdiri di hadapannya. Posisinya membelakangi tamunya saat ini.
Steve menaikan sebelah alis tebalnya membuat Vee sempat terpana melihat tampannya wajah pria itu.
"Aku mau pulang, sekarang!" ucapnya pada penekanan kata sekarang.
"Tapi aku masih memiliki tamu dan kau harus menunggu, " balas Steve tenang.
Mata Vee melebar. "Aku tak peduli dan aku juga tidak memintamu agar kau mengantarkanku!" jawab Vee tak mau kalah sambil bersidekap.
"Kalau begitu aku tak akan mengizinkanmu untuk pulang." ancam Steve sambil menaikkan kedua bahunya acuh.
"Kau in-.. "
"Ehm!"
"..."
Mendengar dehaman yang disengaja itu membuat mereka berdua tersadar bahwa ada orang lain disini selain mereka. Steve membalikkan tubuhnya dan Vee mengarahkan tatapannya kebelakang tubuh Steve. Vee memandang tidak enak pada pria setengah baya itu. Steve hanya menghela napas dan merutuki dirinya karena seorang Vee bisa membuat kehilangan kendali emosi. Ini sungguh bukan dirinya. Seolah image dingin dan tertutupnya itu luntur jika sudah berhadapan dengan Vee.
"Mr. Abelard, siapa gadis cantik ini? Apa ini yang disebut dengan mengerjakan sesuatu yang penting?" sindir Sir Mor.
Ia menatap mereka berdua dengan tatapan yang sulit diartikan lalu tersenyum misterius. Tatapan mengejek ia berikan kepada Steve dan tatapan tertarik pada ekspresi gadis cantik nan muda itu. Ya, tentu saja ia mengenalinya.
"Ah ya.. Ehm.. Sir Mor kenalkan ini Veena dan Vee ini Sir Andreas Moretz atau kau bisa memanggilnya Sir Mor." ucap Steve berusaha santai walaupun gerak tubuhnya sedikit kaku dan menegang.
"Senang berkenalan denganmu, Sir Mor!"
Veena mengulurkan tangannya untuk berjabatan dengan pria itu. Entah mengapa rasa hangat menjalar keseluruh tubuhnya ketika menatap mata berwarna cokelat emas itu seperti matanya. Ia seperti sudah mengenal lama pria ramah itu."Ya. Senang berkenalan denganmu juga, Vee. Kau terlihat... " seperti wanita itu wanitanya yang sangat cantik. Sesaat mata tua itu terlihat sendu dan menyimpan kesedihan serta kerinduan.
Sir Mor berusaha menahan kata-kata itu dalam hatinya. Vee menaikan kedua alisnya menunggu kelanjutannya. ".. Kau terlihat sangat cantik dan manis. " puji Sir Mor.
"Terima Kasih, Sir! " balas Vee dengan memberikan senyuman cantiknya sampai-sampai membuat Steve terpana ikut tersenyum.
Sir Mor menatapnya sekilas dan membuat Steve tersadar bahwa ikut tersenyum adalah pilihan yang salah.
"Baiklah Mr. Abelard urusan kita sudah selesai dan aku akan segera pergi." pamit Sir Mor sambil merapatkan mantelnya. Ia memakai topinya. Lalu berjalan pelan melewati mereka berdua setelah mereka mengangguk setuju tapi baru beberapa langkah pria baya itu berhenti lalu berkata. "Mr. Abelard, semoga berhasil." pesannya sambil tersenyum misterius lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi.
Kalimat itu menimbulkan pemikiran yang berbeda bagi Vee ataupun Steve. Dan tentunya hanya Sir Mor yang mengetahui makna sebenarnya di balik kalimat itu.
Tbc.
23 juli 2017
Multimedia : Ekspresi Steve kalau lagi nahan senyum geli (tapi jadinya manis hehe)Sorry baru update.. Maafkan jika cerita ini slow update dan makin gaje haha.. Aku merasa cerita ini kurang feel dan agak datar, benarkah aku? Btw, happy reading dan untuk voment seikhlas kalian aja ya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dark Man
RomanceElveena Laurent Anderson. Nama yang cantik untuk gadis berparas Indah tetapi sepertinya hal tersebut berbanding terbalik dengan kehidupannya. Veena, selalu berpikir hidupnya akan biasa-biasa saja untuk gadis biasa sepertinya. Tetapi perjalanan masa...