Bab 9

3.6K 354 53
                                    

"Merelakan itu memang sulit. Tapi kalau merelakanmu untuk seseorang yang lebih baik dariku, aku ikhlas."

※※※※※

Afreen berjalan di sebuah lorong rumah sakit. Kedua matanya bergerak liar ke kanan dan ke kiri mencari ruangan yang diberitahu oleh Diego. Tak butuh waktu lama hingga ia akhirnya tiba di depan sebuah ruangan yang ia yakini sebagai ruangan Davka.

Secara perlahan ia memasuki ruangan itu dan mendapati Davka yang hanya memakai celana panjang yang tertutup oleh selimut. Tubuh bagian atasnya dibiarkan terbuka begitu saja karena sedang dimandikan oleh Dinar dengan menggunakan waslap.

Sontak saja Afreen memekik kaget serta menutup wajahnya dengan kedua matanya hingga semua berkas yang ia pegang terjatuh begitu saja.

Davka yang melihat hal itu tak kalah histeris dari Afreen hingga ia terlonjak kaget dan pergerakan 'brutal' nya itu berdampak pada selang infus yang bergeser. Davka meringis kesakitan hingga setetes air mata terlihat mengalir dari matanya.

Raehan yang tadinya duduk tenang-tenang saja di atas sofa segera berlari menekan tombol bel yang terletak di atas kepala brankar Davka. Tak membutuhkan waktu lama hingga seorang suster datang dan segera membenarkan posisi jarum infusnya.

Dinar sebenarnya merasa kasihan. Terlebih melihat Davka yang sampai mengeluarkan air mata. Tentu saja pasti ia benar-benar kesakitan. Namun ia juga tidak bisa menyembunyikan tawanya saat melihat Afreen yang masih pada posisinya. Berdiri di dekat pintu dengan wajah yang memerah serta kedua tangannya yang masih menutupi wajahnya.

Dinar melirik anak bungsunya yang masih menahan sakit ketika suster sedang membenahi jarum infusnya. Setelah memastikan bahwa anaknya telah ditangani dengan baik, ia segera berjalan dan menyentuh kedua bahu Afreen dengan lembut membuat cewek berambut panjang yang saat ini terurai itu melirik ke arah Dinar.

"Hey, kamu temannya Davka?" tanya Dinar lembut.

"Eh..i..iya tante. Saya Afreen. Temen sekelasnya Davka," ujarnya gugup seraya mencium punggung tangan Dinar kemudian mengambil berkas yang tadi terjatuh.

"Ayo sini, masuk. Maafin yang tadi, ya. Davkanya lagi tante mandiin." Dinar menarik pergelangan tangan Afreen dengan lembut dan membawanya mendekat ke arah Davka yang sudah selesai ditangani oleh suster dan telah mengenakan pakaian lengkap.

"Hay, Af!" Seperti biasa. Cengiran lebar khas seorang Davka terlihat serta gerakan lambaian tangan—bebas dari selang infus— yang terlalu heboh. "Ada apa, Af kesini?"

Tanpa berniat menjawab pertanyaan Davka, Afreen menyerahkan berkas yang ia pegang kepada Davka.

Davka menatap berkas dan Afreen bergantian beberapa kali hingga tatapannya berakhir pada wajah Afreen yang masih belum menunjukkan ekspresi apapun.

Afreen yang malas bicara ditambah dengan Davka yang mendadak lola membuat Raehan yang sejak tadi duduk di sofa merasa gemas dan segera berjalan menuju salah satu sisi lain brankar Davka. Kemudian dengan sekuat tenaga ia menjitak kepala adiknya yang sepertinya tertinggal di jalan dimana ia menemukan Davka pingsan tadi.

"Lo Ketua OSIS. Kerjaannya emang ngecek berkas-berkas ginian. Kalo lo dikasih berkas, itu tandanya lo harus baca. Trus acc, bodoh!"

Seharusnya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang