“Dadi…!!!” Teriak Raffa tiba-tiba di tengah-tengah kami sekeluarga sedang makan malam bersama.
Raffa langsung berlari menuju pintu.
Semua orang yang sedang duduk mengelilingi meja makan sambil menikmati hidangan makan malam melihat gerakan Raffa yang begitu kilat. Oh, pantas karena melihat dadinya yang ternyata sudah pulang. Aku kira Zein akan pulang tengah malam tapi ternyata pulang lebih awal. Entah karena pekerjaannya memang sudah selesai atau begitu merindukan Raffa.
“Superhero-nya dadi… sedang makan malam ya?” Zein langsung menggendong dan mencium Raffa.
Raffa mengangguk lantas bertanya, “Dadi… Where’s the Robot?”
Entah berapa kali Zein menelpon sewaktu di Dubai dan terakhir kali menelpon tepatnya tadi pagi dia menanyakan pada Raffa oleh-oleh apa yang ia minta, lalu Raffa meminta Robot sedang ditagih sekarang.
“OK, sudah Dadi bawakan. Calmdown!”
Kemudian Zein meminta pak Yono untuk mengambilkan oleh-oleh Raffa di dalam kopernya yang baru saja dibawa masuk oleh pak Yono.“Ini, tuan!” kata pak Yono sopir Zein sembari menyodorkan sebuah bingkisan lumayan besar berisi robot-robotan.
“Ini Robotnya jagoan!” Zein memberikannya langsung pada Raffa.
“Thanks, dad.” Raffa mencium dadinya segera membuka bungkusan itu setelah Zein menurunkannya ke bawah.
“Coba liat, dek!” Alen menghampiri Raffa begitu Raffa mengeluarkan Robotnya dari dalam kardus.
“Temani adekmu maen dan jangan membuatnya menangis.” Titah Zein ke Alen sebelum meninggalkan ruang makan.
“Nggak makan malam, Zein?” tanya papa saat Zein pergi.
“Mau ganti baju.” Zein mengatakan itu seraya berlalu.
“Hei… oleh-oleh buat kami mana?” Teriakan mama membuat langkah Zein yang sedang menaiki tangga terhenti dan menoleh ke arah kami.
“Gak ada waktu buat beli ma… itu saja aku nitip sama temanku.” jelasnya.
“Setidaknya belikan buat isterimu.”
Lho, kenapa jadi aku?
Ucapan mama membuatku kikuk takut Zein salah mengartikan. Dikira aku ngarep oleh-oleh darinya padahal enggak sama sekali. Membelikan oleh-oleh buat Raffa saja aku sudah senang karena selama ini Zein tidak pernah mengecewakannya. Tanpa disuruh kedua mata ini melihat ke arah Zein langsung kujatuhkan pandangan ke bawah saat dia menatapku.
Zein kembali menaiki tangga tidak merespons ucapan mama membuatku tak nyaman akan sikapnya. Sebelum mama memerintahku untuk membuntuti Zein ke atas terlebih dahulu aku mengikutinya barangkali dia butuh bantuan, kalaupun tidak juga tak mengapa.
Zein sedang melepas kemejanya ketika aku masuk ke dalam kamar, langsung mengambil jas yang ia taruh sembarangan di atas tempat tidur lalu mengeluarkan isi kopernya. Ternyata semua pakaiannya sudah bersih dan tertata rapih tinggal memindahnya saja di lemari. Saat sedang membereskan isi kopernya, kedua mataku dikejutkan oleh sebuah gaun yang sangat cantik dan kelihatan mahal terselip di antara tumpukan bajunya di dalam koper. Entah milik siapa sepertinya baru karena masih ada labelnya. Rasa curiga memaksaku untuk bertanya meski sebenarnya mulutku enggan bersuara.
“Ini…?” Aku menunjukkan gaun berwarna merah marun itu ke hadapan Zein yang sedang mengancingkan baju.
Zein tidak menolehku hanya melirikku dari pantulan cermin di hadapannya.
“Oh, itu dari isterinya temanku. Dia seorang fashion desaigner yang kebetulan mengadakan fashion show di sana. Mereka mengundangku karena lokasi fashion shownya dekat dengan hotel tempatku menginap lalu memberiku hadiah gaun itu yang katanya untukmu.” Jelas Zein sudah selesai mengganti pakaiannya bersiap keluar kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perhaps Soulmate (End) ✔
Ficção Geral"Cantik!" Ucapnya tiba-tiba. Darahku berdesir kencang. Belum sempat menstabilkannya tangannya sudah menyentuh pipiku mengelus lembut menggidikkan bulu kuduk. Apa ini? Merasa aneh dengan ketidakwajarannya. Bukan rasa senang mendapatkan pujian darin...