Jason
Colton memaju keluar mobilnya menuju gelapnya malam.
This is so perfect.
Jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari pada biasanya, ditambah keheningan yang tercipta di antara kami membuat suara yang dapat kudengar hanyalah deru mesin mobil dan detak jantungku.
Ini adalah kali pertama aku pergi dengan Colton hingga selarut ini, bukan, ini adalah kali pertama aku pergi dengan cowok hingga selarut ini.
Perasaan aneh ini meliputiku. Perasaan nyaman dan bahagia. Perasaan yang sama yang selalu kurasakan ketika berada di dekatnya.
Oh God, Kau tahu betapa ku ingin dia menjadi milikku.
"Kau ingin berjalan-jalan sebentar?" Dia bertanya.
"Uh...Entahlah. Maksudku ini sudah larut, mungkin lain kali?" Sungguh, aku ingin berkata iya.
Aku dapat melihat kekecewaan pada tatapannya. Itu aneh.
"Bagaimana kalau sekedar menghirup udara malam?" Colton belum menyerah membujukku.
Aku menghela nafas, "okay. But, sebentar saja ya?"
"Deal!"
Perfect. Aku akan menghabiskan waktu sedikit lebih lama dengannya. It must be my lucky day!
Colton membawaku ke sebuah taman di kota, tidak begitu jauh dari mall tempat kami hangout tadi.
Colton parkir di pinggir jalan dan mematikan mesin mobilnya lalu ia membuka pintu dan keluar dari mobil, aku lalu segera mengikutinya keluar dari mobil.
Aku menatap sekeliling dengan ragu, "Uh... jadi apa yang kita lakukan di sini?"
"Mencari udara segar?" Jawabannya lebih terdengar sebagai pertanyaan dari pada pernyataan.
Kami berjalan mengikuti jalan setapak, mengitari taman yang cukup luas ini. Rasanya sangat nyaman berjalan-jalan seperti ini. Keheningan dan udara malam ini sangat nyaman, membuatku merasa relax.
"Nyaman bukan?" Colton seperti dapat membaca apa yang sedang aku pikirkan saat ini.
"Mmhmm..." aku sangat menikmati suasan ini, "bukan ide yang jelek kau mengajakku ke sini,"
Colton memberi reaksi dengan tertawa kecil terhadap apa yang kukatakan, and God itu terdengar seperti nyanyian malaikat di telingaku.
"Ini tempat favoritku nomor dua untuk menenangkan pikiran," katanya.
"Berarti ada nomor satu?" Aku menatapnya heran, aku tidak pernah tahu kalau dia suka berada di tempat seperti ini. Maksudku, sepi, hening, dan nyaman.
"Lain waktu, akan ku bawa kau ke sana. Aku berani jamin kau akan menyukainya." Colton memberikan senyuman kepadaku. Aku suka senyumnya.
Kami kembali berjalan tanpa berbicara. Aku sangat suka suasana ini, ditambah ada cowok ini yang menemaniku. Perasaanku saat ini dapat dikatakan campur aduk antara nyaman dan gelisah. Gelisah? Ya, aku takut akan perasaan nyaman ketika bersamanya, aku takut jika suatu saat dia akan berubah, aku takut jika ternyata dia sama seperti cowok pada umumnya, aku takut jika dia ternyata sama seperti my used to be bestfriend.
"Jason?" Aku tidak sadar ternyata Colton berusaha memanggilku sedari tadi. Aku terlalu dalam menyelami pikiranku sehingga tidak menyadari kalau aku sedang bersama Colton.
"Maaf, ya?"
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Dia menatapku dengan cemas, "ada yang sedang menganggu pikiranmu?"
"Tidak, tidak ada. Hanya beberapa hal sepele saja," aku tersenyum untuk meyakinkannya, namun sepertinya itu tidak berhasil.
Tiba-tiba Colton berhenti. Aku menatapnya, bingung. Lalu sepersekian detik berikutnya Colton menggenggam tanganku. Hangat, nyaman, dan aman. Tangan Colton yang—obviously—lebih besar itu menggenggam tanganku yang kecil, mendekapnya dan memberikan sensasi hangat hingga ke punggungku. Untuk sepersekian detik aku merasa aman sebelum tiba-tiba aku jadi panik.
"Uh, Colton, apa yang kau lakukan?" Aku jadi gelisah dan panik akan tindakannya.
"Jason aku..." aku menunggu jawaban darinya, "kau tahu, kau bisa cerita tentang masalah apa pun yang sedang kau hadapi kepadaku," dia mengganti topik. Aku—sangat—yakin jika dia hendak mengucapkan sesuatu, tapi aku tidak akan memaksanya menyelesaikan kalimat pertamanya.
"T-thanks," aku gugup, "uh...bisa kau lepaskan tanganku sekarang?"
"Ah...ya...maaf,"
Dia melepaskan genggamannya dari tanganku. Seketika, aku merasa kehilangan, aku ingin ia menggenggam tanganku sedikit lebih lama. Seketika, aku dapat merasakan hawa dingin merasuki tubuhku, aku seperti kehilangan hawa hangat itu ketika ia melepaskan genggamannya.
<A/N>
Pertama, aku ingin meminta maaf karena aku baru bisa update lagi sekarang setelah kurang lebih sebulan aku tidak menulis. Akhir-akhir ini aku jadi sibuk dengan sekolah dan hidupku, aku janji akan berusaha update lebih cepat kedepannya.
Kedua, aku ingin meminta maaf lagi karena chapter ini sangat pendek. Aku harus melakukannya untuk kebaikan dari ceritaku haha. Kalian tentu dapat merasakan that love feeling is on the air antara Colton dan Jason *smirk*.
Chapter selanjutnya akan jauh berbeda karena aku akan merubah point of view karakternya!!!
Semoga kalian menikmati chapter ini.
Don't forget to Vote, Comment, and Share ;)XOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
The One Who Saved Me (boyxboy)
Jugendliteratur"Kau tidak akan pernah tahu bagaimana kehidupan seseorang berjalan atau cerita apa yang ia simpan selama ini. You only know his name and not his story." ------- Jason Easton, cowok pendiam yang tidak senang bersosialisasi. Terlalu senang menyendiri...