"Yeobo!" teriak Park Hyeri memanggil-manggil suaminya yang masih sibuk mengurusi berkas-berkas entah apa di ruang kerjanya.
"Ada apa? Kenapa teriak-teriak begitu?" tanya Choi Kang Joon, sang suami. "Apa Hyojin berulah lagi?"
"Bukan begitu. Coba kau lihat ini!" Eomma Hyojin mengulurkan amplop berwarna coklat yang dialamatkan kepada suaminya itu.
Choi Kang Joon—Appa Hyojin—menerimanya dengan agak ragu, kemudian membukanya. Seketika pula ia terbelalak.
"Bagaimana bisa? Padahal kita sudah menyembunyikan keberadaannya."
"Sekarang kita harus bagaimana? Keberadaannya sudah diketahui. Kita tidak bisa membiarkan hal ini membahayakan nyawanya!" lanjut Eomma Hyojin dengan nada cemas yang amat kentara.
Namun, suaminya sama sekali tak merespon. Ia masih memandangi selembar foto yang merupakan isi dari amplop coklat yang diberikan oleh istrinya itu. Foto seorang gadis yang sedang duduk termenung sendirian di halte bus. Berambut hitam panjang dengan wajah yang sangat ia kenal. Foto putrinya sendiri, Choi Hyojin.
"Kita tidak mungkin menyuruhnya kabur ke Negara lain lagi," gumam Eomma Hyojin. "Dia sudah susah-susah kupaksa agar mau pulang ke Korea. Kalau sekarang kita memintanya pindah lagi, dia pasti curiga."
"Minta Sekretaris Jang untuk memperketat penjagaan di sekitar Hyojin. Tapi jangan sampai dia merasa diawasi. Anak itu pasti akan kabur," ujar Appa Hyojin.
Tangannya sibuk meremas selembar kertas yang merupakan surat ancaman bagi keluarganya itu.
"Keparat kau, Hudson! Akan kubunuh kau dengan tanganku sendiri!" geramnya.
Eomma Hyojin masih sibuk menghubungi seseorang dengan ponselnya. Tepat saat itu ponsel milik suaminya bergetar. Menandakan ada panggilan masuk.
"Apa maumu?" tanya Appa Hyojin begitu ia menempelkan ponsel hitam itu ke telinganya.
Lamat-lamat terdengar suara balasan di ujung sana. Kemudian diiringi tawa membahana yang mengerikan. Appa Hyojin mengusap wajahnya frustasi.
"Kenapa kau bawa-bawa putriku dalam masalah ini? Bangsat!"
Eomma Hyojin menghampiri suaminya kemudian menepuk-nepuk bahu suaminya dengan gestur menenangkan. Ia bahkan dapat merasakan emosi yang berusaha diredam oleh suaminya itu.
"KAU SAMA SEKALI TIDAK BERHAK MENYURUHKU MELAKUKAN INI!!"
"Tenanglah Yeobo...."
Choi Kang Joon melempar ponselnya ke sembarang arah. "BRENGSEK! KEPARAT SIALAN!"
Pria itu mengobrak-abrik segala barang yang tertata apik diatas meja. Tidak peduli puluhan lembar berkas penting miliknya berhamburan ke segala arah, tidak peduli bahwa ruangan yang tadinya rapi itu kini mulai tampak seperti ruangan yang baru saja dijarah perampok.
"Beritahu Sekretaris Jang! Pastikan ia menyuruh orang kita untuk mengawasi Hyojin dua puluh empat jam!"
.
.
.
.
Bambam termenung menunggu Hyojin yang sedang memberesi buku dan peralatan tulisnya kedalam tas. Ia terkadang bingung, kenapa perempuan suka sekali menyertakan barang tidak penting ke dalam tas sekolahnya.Tidak seperti dirinya yang hanya bermodal satu buku catatan dan dua alat tulis yang hanya terdiri dari pensil dan bolpoin saja.
Bambam meninggalkan semua modulnya di loker karena malas membawanya pulang. Meja belajarnya yang mendadak jadi meja belajar bersama dengan Youngae tidak akan bisa digunakan untuk belajar jika buku-bukunya ikut menumpuk disana.
"Mwo?" tanya Hyojin saat melihat raut wajah bosan yang terpeta di muka Bambam.
"Sadar tidak sih kalau aku sedang menunggumu?" tanya Bambam balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET NIGHTMARE (a GOT7 FANFICTION)
FanfictionChoi Hyo Jin. Gadis tujuh belas tahun yang merasa hidupnya baik-baik saja dan bahagia, sampai suatu ketika kedua orang tuanya memindahkannya ke Negeri Ginseng tempat kelahirannya. Memaksanya tinggal di apartemen butut tempat tinggal saudara sepupun...