Gone

1.2K 156 22
                                    

Emosi Krystal malam itu meledak setelah mendengar fakta palsu yang diungkapkan Irene. Ia menghampiri mejanya tadi, meraih ice coffe yang ia pesan dan langsung menyiramkannya pada Irene hingga seluruh pengunjung cafe melihat ke arah mereka.

Krystal langsung meninggalkan Irene yang basah kuyup itu tanpa sepatah katapun.

"Dia bohong. Jangan percaya padanya!" gumam Krystal dengan langkah yang terhuyung saat meninggalkan cafe tadi.

Langkah Krystal terhenti, ia tak menangis ataupun tersenyum. Ekspresinya datar, memikirkan hal tak menyenangkan dalam diam di trotoar jalan seorang diri malam itu.

"Tidak seharusnya aku main-main dengan hidupku. Sejak awal ini adalah salahku membiarkan dia masuk dan merubah segala pandanganku tentang semuanya. Hidupku sudah susah, dan aku harus bekerja keras untuk merubah nasibku, bukan malah bermain dengannya."

Krystal melanjutkan langkahnya yang goyah itu menuju rumah. Tangisnya tak terbendung sesaat setelah ia masuk ke dalam kamarnya. Yoona yang berpapasan dengan Krystal di ruang tamu hanya berdiam diri, membiarkan anaknya mengeluarkan semua tangis yang telah ia tahan sedari tadi.

Ditempat lain Irene kesal bukan main atas aksi Krystal tadi. Ia masuk ke mobilnya dan terus menggerutu. Sedetik kemudian memorinya kembali pada pertemuan pertamanya dengan Victoria siang tadi.

*fb*

Irene bingung saat mendapati ada wanita asing memanggil namanya di depan kampus tadi. Ia langsung membungkuk ketika wanita paruh baya itu memperkenalkan dirinya.

"Saya senang bertemu anda." Irene membungkuk penuh hormat pada Victoria yang duduk di depannya.

"Bersikap biasa saja, minum kopimu."

Irene pun mulai meminum kopi yang ia pesan tadi.

"Aku ingin minta maaf." Irene tersedak saat mendengar ucapan Victoria. Ia bingung, ini adalah pertemuan pertama mereka tapi Victoria malah meminta maaf padanya.

"Ini salahku, tidak bisa mendidik anakku dengan baik. Aku sudah mendengarnya dari Amber. Dan aku datang untuk meminta maaf padamu." Victoria sedikit menundukkan kepala saat mengucapkan kalimat terakhirnya.

Irene hanya diam dalam bingung. Entah kenapa ia merasa bersalah pada Victoria.

"Saya minta maaf." Lirih Irene.

"Apa kau tahu alasan aku bercerai dengan ayahnya?"

"Ne??"

"Aku memaksa ayahnya untuk menikah denganku. Meskipun aku tahu dia menyukai wanita lain. Awalnya, kupikir hidupku akan bahagia dengan mengikatnya disisiku. Namun ternyata selama aku menikah dengannya tak pernah seharipun aku merasa bahagia. Haha, lucu sekali." Irene bingung melihat Victoria yang tertawa saat menceritakan masalah pribadi nan kelam itu padanya.

Victoria diam, dan ekspresinya berubah serius setelah tertawa beberapa saat.

"Jangan ulangi kesalahanku, apa yang kau perhitungkan dan lihat saat ini bukanlah masa depan yang kau inginkan. Orang bilang ekspektasi dan realita itu berbeda, dan itulah yang kurasakan. Ayah Amber dulu adalah orang yang baik, ramah dan penyayang. Namun aku sudah membuatnya menjadi monster yang mengerikan. Aku mohon, jangan ubah Amber menjadi seperti itu."

Tatapan Irene kosong, ia mencoba mencerna setiap kata yang Victoria ungkapkan.

"T-tapi, seperti yang anda tahu. Aku sedang hamil anaknya." Ucap Irene ragu, saat mencoba membenarkan pemikirannya.

"Apa kau benar sedang hamil? Aku dengar ia bahkan tak ingat sedetikpun tentang kejadian itu." Irene merasa terintimidasi dengan ucapan dingin Victoria hingga ia tak mampu menjawabnya.

My Lovely TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang