suram

484 75 0
                                    

"Lo,"

Kepalan tangan Jisoo yang mengeras itu seakan menegaskan bahwa seseorang yang ia temui berhasil membuat dirinya gusar, membuat dada Jisoo diserang sesak. Ia menangis dalam hati, bukan ini yang ia harapkan.

"Dunia sesempit ini ya" cibir Jisoo masih menatap tajam lelaki tua yang berada dihadapannya.

"Karena Ayah gak akan mau kemana-mana" lelaki itu tersenyum-koreksi, lebih tepatnya menyeringai.

"Lagi-lagi gue harus berbagi oksigen dengan manusia brengsek kaya lo" Jisoo menunjuk lelaki itu dengan geram.

"Ko anak Ayah sudah pandai berkata kasar" belum sempat berbicara lebih lanjut, Jisoo sudah memotong ucapan lelaki tua itu.

"GUE BUKAN ANAK LO SIALAN"

Jisoo melemparkan uang yang telah menjadi lecak karena kepalan tangannya, "setelah ini jangan muncul di hadapan gue lagi".

Tak lama seorang lelaki muda keluar, ia mengerutkan dahinya menatap kedua orang yang sedang berada di hadapannya secara bergantian. Pandangan lelaki itu berhenti, bertemu dengan bola mata cantik milik Jisoo.

Cukup lama sampai Jisoo membuang pandangannya ke arah lain, "bajingan" lirihnya lalu berlari menuju pintu keluar.

Sungguh, memang candaan semesta tak main-main. Begitu suram yang ia rasakan ketika takdir ternyata sengaja membuat skenario jika Jisoo diharuskan bertemu lagi dengan lelaki yang bertahun-tahun sudah ia hindari itu.

Dengan langkah kakinya yang lemah, ia berusaha berlari secepat mungkin ia bisa. Tak peduli dengan kakinya yang ia yakini sudah lecet berdarah-darah karena dibiarkan telanjang.

Pikirannya hanya mengarah ke satu hal, si lelaki tua yang tadi ia temui. Padahal sudah bertahun-tahun kenangan itu berusaha ia kubur.

Tanpa ia sadari air mata yang sudah terbendung dari kedus bola matanya turun tanpa diminta, Jisoo mendecak dan mengusapnya dengan kasar.

"Ah!"

Jisoo terjatuh, tersandung batu yang berada tepat di hadapannya. Ia tersungkur lemas.

Jisoo menangis sejadi-jadinya, bukan karena rasa sakit akibat ia terjatuh. Melainkan karena hatinya yang serasa kembali tergores.

"Jahat"

"Jahat jahat jahat jahat jahat" ia menggila, layaknya orang yang kehilangan akal.

Ucapan tersebut ia lontarkan berkali-kali dengan genggaman tangan yang terus-terusan memukuli tanah.

Tes,
Tes,
Tes,

Akhirnya hujan turun, menemani tangisnya yang penuh dengan luka. Seolah semesta sepaham dengan apa yang Jisoo rasakan.

"Bodoh"

"Gue bodoh,"

"Lo ga bodoh"

Seseorang itu menepuk bahu Jisoo pelan, mengulurkan tangannya untuk menawarkan bantuan.

"Sini, gue bantu lo berdiri"

Jisoo tak menggubris, seolah menuli.

"Dasar cengeng" cibir orang tersebut.

"Ck"

"Gue tadi liat lo, ko langsung pergi aja?" laki-laki itu memegang kedua bahu Jisoo, berusaha memindahkannya ke sebuah kursi di depan warung yang sudah tutup.

"Lo siapa?" Jisoo beralih menatap wajah lelaki itu, memerhatikannya lekat lekat. Dan sial, ia tak bisa melihat dengan jelas wajahnya karena faktor gelapnya malam.

Stay -bp ikonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang