"Lo nggak harus nembak dia. Tapi kalau dia nembak lo, lo harus jujur. Seandainya dia nanya perasaan lo, lo juga harus jujur. Karena lo gak bisa mendasari suatu hubungan dengan kebohongan."
--------------------------
"GIMANA booth lo, sukses?" Rahiel membuka percakapan. Sedari tadi, Rahiel maupun Aidan sama-sama diam.
"Eum, lumayan sih, Yell. Banyak yang mampir ke booth kita. Kita juga bikin semacam kontes, nanti yang menang dapet hadiah."
Rahiel tertawa kecil. "Wah, seru tuh pasti. Sayang gue gak ikut, ya." Rahiel membenarkan posisi kepangan rambutnya. "Mau jajan gak? Gue laper."
"Boleh, lo mau apa? Biar gue yang beliin," tawar Aidan.
Rahiel berfikir sejenak sebelum menjawab. "Takoyaki deh, kalau enggak ... burger aja."
Aidan tersenyum. "Oke-oke, lo tunggu disini aja, ya? Nanti gue balik, 'kok."
Rahiel mengangguk. Lalu ia duduk di kursi yang ada di dekatnya. Hari sudah semakin sore, namun festival malah semakin ramai. Entah mengapa, dirinya merasa puas. Ia sudah menyelesaikan tugas akhirnya dengan baik, sebagai panitia dan OSIS. Ia juga sudah berbaikan dengan Rivzy. Bagi Rahiel, sekarang itu sudah cukup.
Flashback on.
"Lo beneran suka sama Aidan?" Rivzy membelo. Masih antara percaya dan tidak percaya
"Gue ... gue gak tahu. Gue sendiri gak ngerti kenapa tadi gue bisa ngomong kayak gitu," Rahiel menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Itu berarti ... lo jujur," Rivzy menelan ludah. "Gak usah kayak gitu sama diri lo sendiri."
"Tapi ... gue 'tuh gak yakin," Rahiel menatap Rivzy dengan pandangan yang tidak biasa. "Gue gak yakin. Apa Aidan tertarik sama gue juga? Atau apa gue beneran suka sama dia? Lo tahu dia, 'kan?"
Rivzy menarik nafas. "Gue emang tahu. Tapi lo lebih tahu," ucapnya dengan nada datar. "Menurut gue ya, dia juga suka, sama lo."
Rahiel terdiam.
"Yell, lo harus tau. Sebelum orang lain menghargai perasaan lo, lo harus menghargai perasaan lo sendiri, Yell."
Menghargai perasaan gue? Rahiel membatin. Untuk beberapa menit yang lalu, ia merasa kacau. Tapi sekarang? Ia merasa tenang. Apa itu artinya Rahiel sudah mulai menghargai perasaanya sendiri?
"Lo nggak harus nembak dia. Tapi kalau dia nembak lo, lo harus jujur. Seandainya dia nanya perasaan lo, lo juga harus jujur. Karena lo gak bisa mendasari suatu hubungan dengan kebohongan."
Flashback Off.
Rivzy, kata-kata yang sulit ia percaya, keluar dari lisan seseorang yang sulit ia percaya juga. Rahiel bersyukur sekali, hari ini Rivzy dan ia berbaikan. Seperti sahabat pada umumnya, yang pernah bertengkar, namun akan berbaikan lagi. Rahiel kira Rivzy akan benar-benar menjauh, seperti Dimas yang sekarang entah kemana.
Sebenarnya, Rahiel sudah memaafkan Dimas dari sejak lama. Namun, yang Rahiel tidak suka adalah, Dimas memaksanya berbalikan, Dimas tidak bisa menerima kalau Rahiel butuh waktu untuk memaafkannya.
Rahiel tidak tahu, kapan JJK akan kembali seperti layaknya Rivzy dan dirinya sekarang. Rasa sedihnya melebihi rasa kecewa.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
[RGS 1] To, Aidan.
Teen Fiction[JUDUL SEBELUMNYA ; NERD] Ini kisah tentang Rahiel. Rahiel dilanda dilema. Antara menerima kenyataan, atau mempertahankan harapan? Belum sempat dia memilih, muncul Aidan. Rahiel makin bingung. Ini juga kisah tentang Aidan. Aidan menyimpan semua mem...