Nathan menatap nanar keluar jendela apartemennya sebuah pandangan yang jatuh ke pada indahnya lampu kota yang gemerlap, seperti taburan bintang. Ia mendesah menghembuskan seluruh udara yang tertahan di dadanya, kemudian meminum segelas anggur yang berada di genggamannya. Ia tersenyum sinis menatap wine yang tinggal sedikit itu. "Ini gelas ke 8, tapi ini benar-benar tidak bekerja. Aku masih saja mengingatnya." Ia mulai menggerutu. Ia tampak mabuk, ia juga mengomel tidak jelas sebelum akhirnya ia benar-benar tertidur di sofa. Ini tidak seperti biasanya. Lelaki tampan dan penuh pesona itu benar- benar merasa kesepian saat ini. Entah apa yang mengganggu pikirannya sehingga ia memutuskan untuk minum sampai akhirnya mabuk.
Keesokan paginya ia terbangun ia mengernyitkan dahinya dan sedikit memijat keningnya. Ia benar-benar merasa pusing. Kepalanya terasa berat. Ia mencoba berjalan keluar meraih telphone genggamnya yang tergeletak di atas meja yang ia letakkan sembarangan semalam. Ia menekan beberapa tombol dan kemudian tersambung, terdengar suara seorang laki-laki paruh baya dari seberang sana "Hallo Demian mungkin hari ini aku tidak bisa pergi ke restoran kepalaku sangat pusing." Dari ujung telphone suara Demian terdengar begitu khawatir. "Apa kau baik-baik saja, kau harus pergi ke dokter. " "Aku baik2 saja, kau tidak perlu hawatir, aku hanya ingin tidur." "Baiklah beristirahatlah" semenit kemudian sambungan telephone itu terputus.
Wajahnya yang begitu tampan dan sempurna masih terlihat kuyu ia berjalan agak sedikit sempoyongan masih merasakan sakit di kepalanya. Sesampainya di kamar ia kembali menghamburkan tubuhnya ke atas tempat tidur.
Tubuhnya mulai menggeliat saat sang fajar mulai redup, merasakan sengatan kecil di kepalanya karena efek minuman dan juga jam tidur yang kacau. Isakan kecil lolos dari bibir pria tampan itu terdengar tersendat sendat namun cukup memilukan. "Sial kenapa harus sesakit ini mencintai seseorang." Nathan mulai bangun membawa tubuhnya ke kamar mandi paling tidak ia harus terlihat segar, tidak seperti zombie seperti saat ini.
Setelah cukup segar, langkahnya kembali terdengar menuju sebuah dapur yang lumayan luas dengan segala perabot yang tesusun manis di sana. Nathan mulai membuka kulkas berusaha mencari sesuatu yang mungkin bisa dia olah, namun nihil hanya ada air mineral di suana. " Shit! Bagaimana bisa aku menjadi seorang chef jika di lemari pendingin ku saja aku tidak menemukan apapun." Ia kembali berjalan melewati ruang tengah sebelum tangannya meraih sebuah dompet dan kunci mobil yang tergeletak di nakas samping televisi.
"Baiklah makan diluar tidak terlalu buruk."
Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang sambil melihat beberapa restoran yang mungkin membuatnya tertarik untuk makan di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
PASTA...
RomansaMengisahkan kisah cinta seorang chef yang begitu sempurna dengan segudang bakatnya yang luar biasa mampu menjadikan setiap masakannya menjadi mahakarya yang luar biasa, yang jatuh cinta dengan seorang siswa dari salah satu sekolah memasak. Menghadir...