Kedatangan Gilang ke rumah nya adalah keajaiban yang pernah terjadi di dalam hidup Grafisa, juga keajaiban yang tidak pernah ia harapkan karena sangat tidak mungkin. Tapi detik ini, setelah pintu rumah nya di ketuk beberapa kali, keajaiban itu benar datang.
Grafisa buru-buru berlari kembali menuju kamar nya, mengganti celana ketat pendek nya menjadi celana panjang yang lebih pantas di lihat. Sumpah, kalau tadi ia tahu kalau Gilang yang datang, tentu ia akan membenarkan sedikit penampilan nya terlebih dahulu.
Beberapa kali gadis itu memegang dada sebelah kiri nya yang bergemuruh dari dalam. Ada perasaan aneh menjalar karena tadi ia tidak sengaja mengekspos paha nya kepada laki-laki--hal yang sangat dilarang oleh Revan, dan dari diri nya sendiri juga yang tidak mau.
"Ngapain kesini?" Grafisa keluar dari rumah nya, duduk di kursi kayu yang ada di teras rumah nya--sekaligus di samping Gilang.
"Mau pastiin pacar gue baik-baik aja atau engga."
"Kenapa omongan lo kayak cowok-cowok labil si? Basi banget," walaupun kesan nya Grafisa baru saja mengatai Gilang, laki-laki itu malah tertawa kecil. Tertawa sewajar nya.
Menurut Gilang itu lucu, bagaimana otak bertolak belakang dengan hati. Karena fakta nya, rona merah malah muncul di pipi gadis itu ketika ia berbicara demikian.
"Ada siapa di rumah?"
"Gue doang, sama lo sekarang."
"Lain kali gerbang di gembok, masih untung gue yang masuk bukan orang jahat," ujar Gilang, yang reflek membuat Grafisa menepuk dahi nya sendiri.
"Ya nama nya juga lupa," jawab Grafisa, setengah jengkel.
"Pasti lo lupa makan juga 'kan?" Tsah! Benar sekali, Grafisa bahkan lupa kalau ia belum makan dari pagi tadi.
Tanpa perlu menunggu jawaban gadis nya, Gilang mengeluarkan kotak kardus putih yang berisi nasi dan ayam yang ia beli di restoran cepat saji sebelum sampai kesini. "Nih makan."
"Engga ah, ga laper."
"Yakin?" Ledek Gilang yang kemudian membuka kotak tersebut, memperlihatkan bagian sayap ayam yang kulit nya berwarna keemasan, juga harum yang sangat menggoda penciuman.
"Oke, oke, gue laper." Grafisa memang keras kepala, tapi kalau menyangkut makanan, ia tidak bisa menahan nya lebih lama lagi.
"Makasih, Lang!" Ujar nya girang ketika suapan pertama masuk.
Gilang mengangguk, selagi menunggu gadis nya makan, laki-laki itu mengambil ponsel Grafisa yang tergeletak di meja pemisah antara tempat duduk nya dengan Grafisa. "Password line nya apa?"
"2201."
Setelah mengusap pada titik angka yang di beri tahu Grafisa tadi, line nya langsung terbuka. Menampilkan empat chat yang di kirimkan oleh laki-laki bernama Farabi.
Farabi: ca
Farabi: lo gapapa?
Farabi: tadi papa lo bilang ke gue kalo lo di rumah sendirian
Farabi: gue boleh kesana ga?
Chat tersebut baru sampai sepuluh menit yang lalu, tidak sabaran akhirnya Gilang memutuskan men-free call laki-laki itu yang pada detik kelima di angkat.
"Gausah kesini, Grafisa udah sama pacar nya," ujar Gilang langsung, sangat datar dan dingin. Tanpa menunggu jawaban Farabi, laki-laki itu segera memutuskan sambungan dan menaruh ponsel Grafisa ke tempat semula.
Lo telfon Farabi ya?" Tanya Grafisa, lalu menaruh makanan nya ke meja. "Apa-apaan si Lang?!"
Gilang masih diam. Sudah tiga kali ia di buat cemburu dengan Farabi, dan Gilang tidak bisa lagi bertindak seolah-olah ia tidak merasakan hal itu. "Kok apa-apaan si Ca?"
"Ya lo apa-apaan! Farabi tuh temen gue, emang salah dia mau main ke rumah gue?!"
"Salah lah! Lo tuh punya pacar sekarang," nada bicara Gilang naik, tapi tetap tidak membentak.
"Pacar?! Lo nganggep gue pacar lo? Terus tadi apa yang lo bilang ke Erisca di tangga? Bilang ke mantan sendiri kalo dia masih sayang sama mantan nya dalam posisi udah punya pacar." Grafisa hampir meneteskan air mata nya, tapi ia bisa menahan. Kenapa rasa nya sakit bila di ungkit kembali? "Apa itu benar?!"
"Tapi Farabi suka sama lo Ca, gue bisa liat."
"Ya terus masalah lo apa? Karena lo pacar gue?!" Bentak Grafisa. "Asal lo tahu ya, kalo emang gue suka sama dia dari dulu gue udah jadian kali! Ya kalo dia suka sama gue, biarin lah, yang penting gue engga."
"Maafin gue Ca, soal Erisca tadi lo salah paham," ujar Gilang, memohon.
"Apa lagi si Lang? Kalo lo emang ga suka sama gue yaudah tinggal putus! Apa susah nya si tinggal balikan doang sama mantan lo itu?!" Akhirnya kalimat itu keluar juga.
"Gue gamau!" Jawab Gilang setengah berteriak. "Ca, gue tau lo lagi ada masalah sekarang, jadi tolong jangan sangkut pautkan tentang hubungan kita. Kalo lo emang mau marah-marahin gue, silahkan. Tapi jangan minta putus."
Grafisa tidak menjawab, menarik nafas sedalam-dalam nya sebelum mengeluarkan sumpah serapah dengan nama Gilang sebagai tumbal. Hampir sepuluh kata kotor keluar dari mulut perempuan itu, tanpa henti.
"Better?" Tanya Gilang, memiringkan kepala nya agar lebih jelas menatap wajah Grafisa dari samping.
Berat di akui oleh Grafisa kalau sekarang ia seperti kehilangan beberapa beban yang tadi di pikul sendiri. Grafisa kemudian mengangguk singkat, menjawab pertanyaan nya tadi.
"Kalo mau lebih baik teriak aj---"
"GILANG KAMPRET!"
"Ya jangan gede banget bego, nanti tetangga lo malah dateng kesini semua," tegur Gilang sambil terkekeh kecil.
Grafisa lantas nyengir tanpa dosa, membuat mata nya menyipit dan wajah nya beribu-ribu kali lebih imut dari biasa nya. Akhirnya rasa lega itu muncul di dalam diri Gilang. Se-sederhana itu, hanya melihat Grafisa tersenyum.
***
Apakah ada yang pernah ngerasain kayak Gilang tadi?
Gue sih iya soalnya kemaren liat doi jalan mau masuk kelas nya sambil ketawa, terus gue kayak ngerasa hati kayak nya adem gitu wkwkwk
DEA EMANG LEBAY FIX WKWKWKKW
See ya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Nunca
Novela Juvenil[SEBAGIAN PART DI PRIVATE] Apakah takdir selalu seperti ini? Menyakitkan? Grafisa tidak mengerti, mengapa semua nya harus sementara, ketika kita mau hal itu untuk selamanya? Tidak, Grafisa sama sekali tidak mengerti. Takdir selalu selucu itu, membua...