Letak lapangan basket berada di belakang sekolah, berdekatan dengan tempat parkir motor para siswa. Jam tangan digital berwarna putih milik Kaya menunjukkan angka 16.13 WIB. Dua jam setelah bel pulang sekolah berbunyi, rupanya masih banyak siswa yang bermain di lapangan basket. Kaya sendiri baru pulang karena baru selesai mengerjakan tugas kelompok bersama Putri dan teman lainnya.
Mata Kaya dan Putri sama-sama tertuju ke arah lapangan. Beberapa orang sedang bermain, beberapa orang sedang melingkar membicarakan sesuatu, dan beberapa orang lagi sedang menonton saja.
Kaya yang baru saja mengalihkan pandangannya langsung menoleh kembali karena dipanggil oleh Putri. Gadis yang berjalan di sebelah kanannya itu bertanya, "Mau ke sana sebentar gak, Kay?"
Kaya mengerutkan kening. "Ngapain?"
Putri menatapnya dengan mata berbinar-binar. Tanpa menjawab, ia menarik lengan Kaya dan membawanya ke arah lapangan. Kaya sempat menahan diri dan berjalan kembali. Namun, usahanya digagalkan oleh Putri yang kembali menarik dan memohon kepadanya.
"Ngapain sih, Puuuut. Udah sore nih," celetuk Kaya yang akhirnya pasrah saja.
"Lha siapa yang bilang ini malem?"
Mereka berdiri di pinggir lapangan bersama perempuan lainnya. Mata mereka menatap ke setiap sudut lapangan. Berharap menemukan penjelasan terhadap situasi. Namun, sepertinya masih nihil. Putri pun menepuk salah satu perempuan yang sekiranya ia kenal.
"Eh. Eh. Itu mereka lagi pada ngapain sih?" tanya Putri, sok kenal sok dekat.
Perempuan berkerudung menggunakan kacamata itu menoleh dan langsung menjawabnya. "Tim basket yang cowok habis pada latihan. Yang cewek udah sih duluan tadi."
"Lha terus ini kok masih pada di sini?"
"Diskusi buat strategi sparing basket besok," jawab perempuan itu.
Kaya dan Putri sama-sama mengerutkan kening. Kenapa Juna dan Dandi tidak bilang apa-apa soal sparing besok?
"Lawan SMA mana?" tanya Putri.
"Lawan SMA C. Besok jangan lupa nonton ya."
Selagi Putri dan perempuan berkacamata itu melanjutkan obrolannya yang arahnya sudah belok entah kemana, Kaya mengamati sekitarnya. Matanya terhenti ke arah dua orang laki-laki sedang berjalan ke arahnya. Kaya mengenal mereka.
Bukannya menyapa, Kaya malah semakin masuk ke kerumunan anak perempuan untuk menyembunyikan diri. Matanya masih bergerak mengikuti dua orang laki-laki itu. Seragam mereka sudah tidak serapi sebelumnya. Bajunya keluar. Lengan baju yang diikat sebelah. Rambut yang berantakan dan basah karena keringat.
Pada akhirnya, fokusnya hanya pada satu orang. Yaitu lelaki yang sedang tertawa sambil sesekali merapikan rambutnya. Laki-laki itu sempat menoleh ke arah kerumunan anak perempuan sambil menyugar rambutnya. Membuat Kaya mendengar beberapa anak perempuan memekik pelan sambil memerhatikan aksi laki-laki itu.
Sial, Juna.
Kaya langsung mengalihkan pandangan. Memandangi kakinya yang dibalut sepatu kesayangannya. Matanya bergerak ke segalanya arah. Ia meneguk ludahnya sendiri. Jangan. Jangan begini. Kenapa jantungnya tiba-tiba berdegup kencang? Bukan karena lihat Juna 'kan? Ha..., ha ha.
"Hai, Junjun," panggil seorang perempuan yang berdiri dekat bangku kayu belakang lapangan. Ketika Kaya menoleh mencari sumber suara itu, ia melihat Juna dan Dandi sedang berhadapan dengan dua orang perempuan. Ah, rupanya mereka menghampiri perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masked Girl
Teen FictionKaya selalu menutupi identitas dirinya-terutama wajahnya- dari perhatian orang sekitarnya dengan masker. Khususnya media massa. Ia sangat tidak suka dengan wajahnya. Namun, makin kesini, ia makin tidak betah menggunakan masker tiap kali keluar rumah...