Molekul 16: Rahasia

17 0 0
                                    


Mamoru mulai gelisah. Sudah delapan kali ia menelepon ke ponsel Hanif dan Ferdinand secara bergantian, namun nada sambungnya selalu terputus. Pemuda berambut cepak itu mengajak Vero dan Brilliant untuk mencari kedua pangeran itu. Yang pertama menyanggupi, sementara yang kedua bergeming di tempat.

"Lo mau ikut nggak?" tanya Mamoru (sekali lagi) ke Brilliant. 

"Aku tetap di sini."

Mamoru mengendikkan bahu. "Ya udah. Lo pantau aja mereka berdua dari sini."

Sepeninggalan Mamoru dan Vero, Brilliant mengecek tabletnya. Layar gawainya dibuka untuk menampilkan posisi keempat temannya. Mamoru dan Vero baru saja keluar dari vila. Sementara perangkatnya masih mencari posisi Ferdinand dan Hanif. Tanpa keempat pangeran itu sadari, perangkat ponsel mereka telah dipasangi microchip yang bisa mendeteksi keberadaan mereka.

Setelah berhasil mendapatkan posisi Ferdinand dan Hanif, Brilliant menemukan aura merah hati yang mengikuti kedua pangeran itu. Beberapa detik kemudian, mata hazel Brilliant membelalak. Ia melepas kacamatanya; memastikan bahwa ia tidak salah lihat.

—Aura merah hati yang mengikuti kedua pangeran itu mendadak lenyap.

.

.

.

Ferdinand dan Hanif mengurungkan niat mereka untuk membeli minuman di betamart. Mereka berdua memilih untuk kembali ke vila. 

"Senang bisa bertemu kalian lagi."

Sosok berjubah hitam dengan topeng hitam, memunculkan dirinya di hadapan Hanif dan Ferdinand. Bagai dejavu, kedua pangeran itu serempak menunjuk sosok itu.

"Kau lagi?"

"Kebetulan sekali, aku ingin mengetes lagi seberapa jauh kalian berdua berkembang," Sosok bertopeng hitam itu maju selangkah, "semoga waktu sebulan cukup untuk membuat kalian berkembang."

Ferdinand mengayunkan kedua tangannya ke atas. Cahaya biru muda memancar dari tangannya, dan membentuk kubah setinggi tiga meter yang melindungi dirinya dan Hanif.

"Aura pelindung lagi ya..."

Pemuda bertopeng hitam itu melemparkan petir hitam ke arah atas. Petir tersebut terurai dan kembali melesat ke bawah seperti ribuan jarum yang menghujani aura pelindung biru langit. Aura pelindung Ferdinand pun lenyap bersamaan dengan petir hitam itu.

"Jangan terlalu mengandalkan aura pelindung."

Hanif maju dan menyarangkan tinju bermuatan listrik ke lelaki bertopeng hitam itu, namun berhasil dihindari. Ia tak mau menyerah. Masih ada rencana membuat ilusi dari pantulan cahaya lampu jalan untuk mengecoh penglihatan musuhnya.

Sosok berjubah hitam itu masih tetap tidak terbaca gerakan dan isi pikirannya. Hanif melompat mundur sambil mengatur napasnya. Ferdinand tak tinggal diam. Pemuda beraura biru itu berlari mendekat ke arah sosok berjubah hitam itu. Hanif tertegun melihat aksi Ferdinand yang diluar kebiasaannya—sebagai shayaftar air, pangeran itu jarang menyerang dengan jarak dekat.

Ferdinand berhasil mencekal lengan kiri laki-laki bertopeng itu dan membekukannya. Euforia hanya berlangsung beberapa detik, karena laki-laki bertopeng itu langsung mendorong Ferdinand dan melemparkan petir hitam ke arahnya. Beruntung petir hitam itu hanya menyerempet lengan Ferdinand dan menimbulkan sedikit luka bakar.

Hanif melemparkan petir putih ke arah lengan pemuda bertopeng hitam itu, namun pemuda itu berhasil menghindar. Ia melompat mundur, kemudian menghilang dalam hitungan detik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lima Pangeran : AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang