Ini Jatayu Bumi Atmaja
***
Arjuna membuatkanku teh hangat, juga mengantarkanku pulang. Sepeda gunungku aku tinggal di parkiran gudang. Pak Karyo bilang, salah satu pemuda akan mengembalikannya besok ke rumah. Arjuna sama sekali tidak berkomentar apapun tentang kejadian yang baru saja aku alami. Aku melewatkan makan malam, hingga membuat Eyang khawatir, takut jika aku sakit. Namun aku sudah meyakinkan Eyang bahwa aku baik-baik saja. Saat hampir pukul sembilan malam, Arjuna membawakanku gorengan, arem-arem hangat, dan juga tahu isi. Plus satu gelas susu. Dia meletakannya di meja samping ranjang tempatku berbaring, lalu membantuku untuk duduk. "Ndak baik, Den, tidur dengan perut kosong." Arjuna mengupaskan arem-arem yang masih terbungkus daun pisang, memberikannya padaku. Aku menggigit kecil, mencobai rasanya, lalu menggigitnya lagi lebih besar karena aku menyukai tekstur dan isinya. Arjuna telaten sekali, aku merasa diperlakukan istimewa, walaupun mungkin ini hanyalah kewajibannya saja. Atau bisa jadi Arjuna disuruh Eyang. "Nah, sekarang Aden bisa tidur dengan nyaman."
Aku sebenarnya masih sedikit takut jika kuntilanak itu memutuskan untuk membuntutiku, namun aku juga tidak ingin tampak manja di depan Arjuna, jadi aku hanya mengangguk. Arjuna membantuku menarik selimut hingga menutupi leherku, mematikan lampu kamarku, dan menutup pintu kamarku dengan hati-hati. Aku kira, aku akan susah tidur, namun ternyata sepuluh menit kemudian aku sudah jatuh terlelap. Walaupun sayup-sayup aku mendengar suara perempuan cekikikan, namun aku terlalu larut dalam mimpi untuk peduli.
Esoknya, Arjuna yang mengantarkanku ke sekolah dengan motornya. Aku menjadi bersemangat. Sepanjang perjalanan, Arjuna tidak henti-hentinya memperkenalkanku dengan seluk beluk kota kecil ini. Beberapa kali Arjuna menoleh dan memamerkan senyum manisnya. Aku duduk cukup erat di jok belakang, walaupun aku tidak memeluk Arjuna. Cukup dekat hingga aku bisa membaui aroma deodorant yang dipakai Arjuna, bercampur dengan sabun mandinya.
"Nanti kalau minta jemput, w-a saja, Den." Kata Arjuna saat aku menyerahkan helm kedalam tangannya.
"Aku nggak punya nomornya Mas Juna."
Arjuna menepuk jidatnya sambil kembali memamerkan senyum sopannya. "Nih catet, 081210696969." Aku mencatatnya di daftar kontak baru, lalu membuat panggilan, hingga handphone Arjuna berkelap-kelip. "Saya simpan nomornya Aden, ya?" Aku mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Erlangga di Bawah Kaki Sumbing (TamaT)
Fiksi RemajaAku Arseno, baru lulus SMP, dan harus migrasi dari ibukota Jakarta, ke sebuah dusun terpencil dari bagian kota kecil. Dan disinilah, ceritaku dimulai. (Cerita ini fiktif, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, dan kejadian, mohon dimaafkan karena buk...