Way Back

471 41 8
                                    

Yonghwa berjalan menyusuri jalan panjang menuju sebuah cahaya di depan matanya. Baik di kiri maupun di kanannya hanyalah tembok putih bersih tanpa pintu. Dia tetap melangkah sampai cahaya tersebut berubah menjadi sebuah ruangan yang terasa tak asing baginya. Bukankah sekarang dia sedang berada di dapur rumahnya? Dan wanita yang sedang memasak itu adalah ibunya. Yonghwa melambai-lambaikan tangannya tepat di wajah ibunya, tapi wanita itu tak bergeming sedikitpun. Ibunya kini membawa panci yang baru saja ia angkat dari kompor menuju meja makan.

Di meja tersebut Ayahnya sedang duduk manis sambil membaca koran. Ayahnya langsung sigap membantu Ibu menyiapkan makan malam. Pemandangan apa ini? Mengapa mereka makan malam tanpa menunggu kehadiran Yonghwa? Bukankah mereka sudah berjanji sebisa mungkin, sesibuk appaun, mereka akan selalu makan malam bersama, berempat. Ingin rasanya Yonghwa berteriak, tapi bak di lautan terdalam Yonghwa tidak bisa mengeluarkan suaranya sedikitpun. Seolah-olah tubuhnya bukan miliknya.

Tak lama kemudian, terdengar suara bel rumah. Segera Ibunya membuka pintu dan mempersilahkan sang tamu untuk makan malam bersama. Kwanghee? Bukankah itu Kwanghee? Tetangga sekaligus sahabat terbaiknya? Sekali lagi Yonghwa mencoba berteriak namun suaranya menghilang entah kemana.

Tiba-tiba tubuhnya seperti disedot ke sebuah dimensi lain. Yonghwa tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Dia merasa seperti melayang di sebuah ruangan hampa udara. Sayup-sayup ia mendengar suara omelan ibunya, amukan ayahnya, tawa Kwanghee dan suara-suara tak asing lainnya. Sebenarnya dia ada dimana sekarang?

Yonghwa berusaha untuk memposisikan tubuhnya yang sedang melayang, sekuat tenaga ia mencoba bersuara tapi hasilnya nihil. Begitu terus sampai tiba-tiba dunianya gelap dan...

"Ah!!" Yonghwa berteriak histeris dan langsung terduduk. Hanya mimpi. Ia baru saja mengalami mimpi yang sangat aneh. Apa makna mimpinya barusan? Mungkinkah?

Dengan cepat Yonghwa mencari keberadaan gadis itu. Sykurlah. Seohyun masih disana, terlelap dalam tidur nyenyaknya. Setelah kemarin Yonghwa tak tahan dengan curhat Seohyun dan refleks menjawab. Ia tak tahu apakah Seohyun masih mendengarnya atau sudah tertidur. Yang jelas, ia tak suka fakta bahwa Seohyun akan belajar untuk melupakannya. Tidak. Ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Yonghwa menghampiri Seohyun dan dengan lembut membangunkannya, "Seohyun..."

"Seohyun... Seohyunn... bangun," bisik Yonghwa persis di telinga Seohyun.

Perlahan Seohyun membalik badan dan membuka kedua matanya, "kenapa?"

"Ayo bangun..."

Wajah mereka terlalu dekat, hanya berjarak beberapa inchi. Dengan sigap Seohyun langsung terduduk dan merapikan rambutnya yang mengembang ke segala arah.

"Tadi aku bermimpi aneh," jelas Yonghwa, "aku melihat Ayah, Ibu dan Kwanghee sahabatku. Aku tidak yakin apa yang akan terjadi, tapi sepertinya sebentar lagi kita akan kembali ke dunia nyata."

"Benarkah? Sejujurnya kemarin aku juga bermimpi seperti itu. Aku melihat Ayah, Ibu, Yoona dan Yuri sedang menungguku di teras rumah."

"Oh ya? Tidak salah lagi. Sepertinya kita memang akan kembali."

"Tapi kenapa?"

"Entahlah. Sepertinya pembuat cerita kita sudah bosan dan ingin segera mengakhiri."

"Tapi..."

"Aku tahu. Aku juga tidak ingin kembali."

Seohyun menatap Yonghwa tidak percaya. Bukankah Yonghwa benci berada di sini bersamanya?

"Karena itu, mulai sekarang kita tidak boleh lengah dan jangan sampai tertidur. Pertama kali sampai di sini kita berdua sama-sama sedang terlelap. Kurasa begitu juga cara kita akan kembali."

Seohyun hanya mengangguk kemudian bergegas untuk membersihkan diri kemudian pergi sarapan. Ia sadar, cepat atau lambat semuanya harus berakhir. Tapi ia tak pernah menyangka akan secepat ini. Saat ia mulai berani untuk jatuh cinta, saat ia baru saja mendengar pernyataan Yonghwa. Ya. Dia mendengarnya sangat jelas. Yonghwa memintanya untuk tidak melupakannya. Ia merasa seperti mendapat lampu hijau.

"Bagaimana cara kita bisa bertahan?" Seohyun tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Ia menatap sedih Yonghwa yang sedang melahap sarapannya.

"Tenang saja, aku tidak akan tidur."

"Sampai kapan?"

Yonghwa meletakkan peralatan makannya kemudian berpaling menghadap Seohyun, "aku juga tidak tau. Aku tidak bisa memberimu jawaban pasti, tapi yang perlu kau tau aku akan bertahan selama yang kumampu."

"Tapi bagaimanapun kita butuh tidur."

"Kenapa? Kau tidak mempercayaiku?" Yonghwa tersenyum miris.

"Baiklah. Aku mengerti."

"Ya! Kenapa wajahmu sedih begitu? Tenanglah. Semuanya akan baik-baik saja."

Seohyun menggangguk meski dalam hati dia masih ragu. Dia sangat takut kehilangan Yonghwa. Bukannya dia tak merindukan keluarga dan teman-temannya. Jujur saja, kadangkala ia teringat rumah dan kampusnya. Namun entah mengapa, ketika bersama Yonghwa dia seperti lupa segala hal. Seohyun juga tak mengerti detailnya namun yang jelas dia ingin selalu melihat Yonghwa.

"Yonghwa, boleh aku bertanya?"

"Hmm?"

"Perkataanmu tadi malam, apa kau serius?"

Seohyun dengan sabar menunggu jawaban Yonghwa, tapi pria itu hanya diam dan asik dengan makanannya.

"Yonghwa?"

"Yong......."

"Aku mau mandi dulu," ia bangkit berdiri kemudian meninggalkan Seohyun begitu saja. Mandi? Bukankah Yonghwa tadi sudah mandi sebelum turun untuk sarapan?

Seohyun menatap kesal punggung Yonghwa. Setelah ini ia berjanji akan benar-benar menghabisi pria pemalu dan tak berperasaan itu.

Fairytale - YongseoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang