Aku kembali merenung. Tidak lagi di studio. Pagi ini, aku merenung di kamar Kak Free.
"Eeeeiiihhh... sudahlah, Blue...! Mau sampai kapan kau melipat wajahmu seperti itu?? Toh dengan merenung, tidak ada yang bisa kau perbaiki juga kan?" Ucap Kak Free sambil masih asyik membungkus kado yang katanya akan ia berikan pada fans rahasianya.
"Memang apa yang terjadi denganmu dan Jingga, hingga kau jadi seperti ini?" Tanya Kak Raino, seolah membuka luka lama bagiku.
Tapi rasanya itu bukan luka lama, karena kejadiannya bahkan baru terjadi kemarin.
"Aku... emmm..."
"Apa kau salah memanggil namanya?" Kak Day dengan santai menyahut, membuatku seketika terkejut.
"Kenapa... kakak bisa tahu???"
"Jadi itu benar???" Seketika itu pula Kak Free tertawa, "Kenapa bisa???"
Aku kembali memasang wajah cemberut, kesal dengan tawa Kak Free.
"Eeeiissshh...! Kau fokus saja membungkus kadonya! Salah lipat baru tahu rasa!" Aku berseru galak. Sementara Kak Free masih dengan puasnya tertawa.
"Hei, Blue! Jelas-jelas namanya Jingga. Memang kau panggil dia apa?"
"Aku.... emmm...." Sambil bercerita, memoriku membawaku kembali pada kejadian kemarin siang.
Jadi, kemarin itu...
"Emmm... permisi, bisakah aku bertemu dengan 'Senja'?" Ketika aku menyapanya dan ia menoleh sekaligus terkejut menatapku, setelah itu, ia malah beralih menatapku heran. Aku sendiri masih belum berani untuk kembali membuka perbincangan. Aku hanya mengikuti ekspresi wajahnya, turut menatapnya dengan heran pula.
"Kau... tadi ingin bertemu dengan siapa? Senja??" Ucapnya kemudian, sedikit membuatku canggung.
Kenapa pula ia harus mengulang pertanyaanku?
"Maaf tapi di sini tidak ada yang bernama Senja." Lanjutnya.
Aku tertegun. Lantas ia siapa?
"Emmh... tapi... aku sebenarnya ingin bertemu denganmu. Kau... bukan Senja?" Aku bertanya polos. Tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain menanyakannya sejujur mungkin.
Ia tertawa kecil, manis.
"Namaku Jingga."
"Aah.... benar..." Aku mengangguk-angguk, pura-pura menggaruk kepalaku yang sama sekali tidak gatal, salah tingkah, kemudian ikut tertawa. Namun tawaku jelas tak ada manis-manisnya.
Kembali pada suasana kamar Free.
"Astaga Blue......." Kini giliran Kak Raino yang seolah ingin kugulung dengan selimut. Namun tanpa harus kulakukan, ia sudah menggulung dirinya sendiri.
Sambil terpingkal-pingkal tentunya.
"Tapi.... apa masih ada cerita lain, tentang kau dan senjamu itu?" Ia lanjut bertanya, masih tertawa dalam gulungan selimutnya.
"Ia juga lupa memberikan baju robeknya." Seperti tadi, Kak Day kembali menyahut, membuatku terkejut.
"Kenapa kakak bisa tahu???"
"Jadi semua yang dikatakan Kak Day benar?!?" Kak Raino seketika melepas gulungan selimutnya.
"Aku hanya menebak saja."
"Tapi... kenapa Blue harus memberikan baju robeknya pada Jingga?" Kak Raino lanjut bertanya, masih terpaku menatap Kak Day. Seolah ada sesuatu yang salah dengan wajahnya.
Atau... memang ada sesuatu yang salah dengan Kak Day?
"Penggemar rahasia Blue adalah seorang penjahit. Aah... bukan. Lebih tepatnya, ia seorang fashion designer. Benar kan, Blue?"
Aku seketika termangu. Kurasa memang ada yang salah dengan Kak Day. Aku tidak pernah memberitahu apapun soal penggemar rahasiaku. Bahkan sebelum bertemu pun, aku masih belum tahu kalau ternyata penggemar rahasiaku adalah seorang fashion designer.
Tapi... Kak Day malah sudah mengetahui semuanya? Bagaimana bisa?
"Tunggu." Ucap Kak Raino kemudian, seketika membuat fokusku teralih.
Ia terlihat serius memikirkan sesuatu.
"Itu berarti.... perkiraan Kak Noha benar??? Ah tidak, bukan hanya Kak Noha tapi juga kau, Kakak." Ia melihat Kak Day sekilas, lantas kembali menatap kosong, berpikir. "Tentang payungku, lalu baju robek Blue..." kini ia beralih menatap kami semua, "Apa hanya aku yang merasa janggal di sini? Apa kalian tidak merasa aneh juga??"
Kak Free terlihat turut berpikir, menghentikan kegiatan membungkus kadonya. Sementara aku pun terdiam, turut memikirkan.
"Eih... itu semua hanya kebetulan, Rain!" Ucap Kak Day kemudian, memecah lengang.
"Tapi... sejujurnya aku merasa aneh juga..." ia melanjutkan, "Belakangan ini aku selalu memikirkan apa yang dipikirkan oleh Noha. Seolah pikirannya ada di dalam pikiranku."
"Jangan-jangan.... kau dan Kak Noha...."
Ndddrrrtttt... Ndddrrrrttttt.......Tiruring....
Belum sempat Kak Free menyampaikan dugaan sementaranya, chat ponselnya mendadak berbunyi. Ia lalu bergegas mengeceknya.
"Waahh.... panjang umur Pak Ketua!"
"Noha?"
"Eum. Dia menyuruh kita untuk segera menemuinya di perpustakaan." Kak Free menjelaskan.
"Perpustakaan???" Kak Raino sontak terkejut. Ia kembali menatap kosong sepersekian detik kemudian, memikirkan sesuatu.
"Apa pesan Kak Noha kali ini... akan menjadi sebuah kebetulan lagi?"
Kami seketika terdiam sembari menatap Kak Raino lamat-lamat.
"Maksudmu?" Kak Day berucap heran, sama herannya sepertiku.
Tapi kurasa, aku tahu apa maksud perkataan Kak Raino.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
One Second For A Moment (Day6 Fanfiction)
Fanfiction"Aku bisa melihat segala sesuatu yang tidak seharusnya kulihat." -Noha- "Jika kau berkata, semua terserah pada waktu, lantas cepat atau lambat waktu yang akan menjawab. Waktu yang semestinya mengendalikan, namun bagiku sebaliknya." -Day- "Denganku...